Sekitar 26.000[7] hingga 3.000.000[8] penduduk tewas
Perang Kemerdekaan Bangladesh (Bengali: মুক্তিযুদ্ধMuktiyud'dha) atau Perang Pembebasan Bangladesh adalah konflik bersenjata antara Pakistan Barat (kini Pakistan) dan, Pakistan Timur (kini Bangladesh) dan India, yang menyebabkan didirikannya negara Bangladesh. Perang ini berlangsung dari tanggal 26 Maret sampai 16 Desember1971 dengan Pakistan Barat melancarkan operasi militer terhadap penduduk, pelajar dan personel bersenjata di Pakistan Timur untuk menghancurkan perlawanan mereka menuju kemerdekaan dari Pakistan. Bantuan India terhadap Mukti Bahini menyebabkan konflik bersenjata antara India dan Pakistan (Perang India-Pakistan 1971). Tentara militer India dan Mukti Bahini berhasil mengalahkan pasukan Pakistan Barat di Pakistan Timur. Setelah perang ini, Pakistan Timur merdeka sebagai negara yang kini disebut Bangladesh.
Latar belakang
Pada Agustus 1947, pembagian India melahirkan negara baru yang disebut Pakistan. Pakistan terdiri dari wilayah yang mayoritas penduduknya beragama Muslim. Dalam negara Pakistan, terdapat dua wilayah yang secara geografis dan budaya terpisah, salah satunya berada di ujung barat sub benua India, sedangkan yang lainnya berada di ujung timur. Kedua wilayah ini terpisah oleh ribuan mil teritori India. Zona Barat umumnya (juga secara resmi) disebut Pakistan Barat, dan zona Timur (Bangladesh modern) disebut Benggala Timur, dan nantinya Pakistan Timur. Secara umum terlihat bahwa Pakistan Barat lebih dominan secara politik dan mengeksplotasi Timur secara ekonomi, menimbulkan banyak keluhan.
Pada tanggal 25 Maret1971, meningkatnya ketidakpuasan politik dan nasionalisme budaya di Pakistan Timur menyebabkan dilakukannya operasi penekanan oleh pasukan Pakistan Barat[9] yang brutal,[10] yang disebut Operasi Searchlight.[11]
Kekerasan oleh tentara Pakistan Barat[12] menyebabkan pernyataan kemerdekaan Pakistan Timur sebagai negara Bangladesh dan dimulainya perang saudara. Perang ini menyebabkan pengungsi (diperkirakan sekitar 10 juta penduduk)[13][14] membanjiri provinsi timur India.[13] Karena menghadapi krisis ekonomi dan kemanusiaan, India mulai membantu dan mengorganisir grup perlawanan Bangladesh yang disebut Mukti Bahini.
Jumlah pengeluaran di Timur sebagai persentase Barat
1950–55
1.129
524
46,4
1955–60
1.655
524
31,7
1960–65
3.355
1.404
41,8
1965–70
5.195
2.141
41,2
Jumlah
11.334
4.593
40,5
Sumber: Laporan Juri Penasehat Rencana Lima Tahun ke-4 1970-75, Volume I, dipublikasikan oleh Komisi Perencanaan Pakistan (Referensi cepat: crore = 107, atau 10 juta)
Perbedaan politik
Meskipun penduduk Pakistan Timur merupakan mayoritas, kekuatan politik dipegang kuat oleh Pakistan Barat, terutama Punjabi. Karena sistem representasi langsung berdasarkan populasi akan memusatkan kekuatan politik di Pakistan Timur, pendirian Pakistan Barat dilakukan dengan skema "Satu Kesatuan", dengan seluruh Pakistan Barat dianggap sebagai satu provinsi. Hal ini semata-mata dilakukan untuk mengimbangi suara sayap Timur. Ironisnya, setelah Timur memisahkan diri untuk membentuk Bangladesh, provinsi Punjabi meminta dengan tegas bahwa politik di Pakistan Barat kini ditentukan dengan basis suara langsung, karena Punjabi berjumlah lebih banyak dari grup lainnya, seperti Sindhi, Pashtun, atau Baloch.
Setelah pembunuhan perdana menteri pertama Pakistan Liaquat Ali Khan tahun 1951, kekuataan politik mulai dipusatkan pada Presiden Pakistan, dan kadang-kadang militer.
Situasi mencapai klimaksnya ketika pada tahun 1970, Liga Awami, partai politik terbesar Pakistan Timur, dipimpin oleh Sheikh Mujibur Rahman, memenangkan pemilihan umum. Partai ini memenangkan 167 dari 169 kursi yang terbagi untuk Pakistan Timur, dan demikian merupakan mayoritas dari 313 kursi Majelis Nasional. Hal ini memberikan Liga Awami hak konstitusi untuk membentuk pemerintahan. Namun, Zulfikar Ali Bhutto (seorang Sindhi), pemimpin Partai Rakyat Pakistan, menolak Rahman menjadi Perdana Menteri Pakistan. Ia mengusulkan agar terdapat dua Perdana Menteri, satu untuk tiap sayap. Usulan ini menimbulkan kemarahan di sayap timur. Bhutto juga menolak menerima Enam Poin Rahman. Pada 3 Maret1971, kedua pemimpin dari dua sayap bersama dengan Presiden Jenderal Yahya Khan bertemu di Dhaka untuk menentukan nasib negara. Pembicaraan akhirnya gagal.
Pada 7 Maret1971, Sheikh Mujibur Rahman berpidato di Lapangan Pacuan Kuda (kini disebut Suhrawardy Udyan). Dalam pidatonya, ia menyebutkan empat poin untuk mempertimbangkan pertemuan Majelis Nasional pada 25 Maret:
Penyerahan kekuasaan untuk wakil yang terpilih oleh rakyat sebelum pertemuan majelis nasional 25 Maret.
Ia meminta "rakyatnya" untuk mengubah setiap rumah menjadi bentang perlawanan. Ia menutup pidatonya dan mengatakan "Perlawanan kita untuk kebebasan kita. Perlawanan kita untuk kemerdekaan kita." Pidato ini dianggap sebagai hal utama yang menginspirasi negara untuk memperjuangkan kemerdekaan mereka. Jenderal Tikka Khan dikirim ke Dhaka untuk menjadi Gubernur Benggala Timur. Hakim Pakistan Timur, seperti Justice Siddique, menolak untuk mengambil sumpahnya.
Antara 10 dan 13 Maret, Pakistan International Airlines membatalkan semua rute penerbangan internasional mereka karena secara darurat menerbangkan "Penumpang Pemerintahan" ke Dhaka. "Penumpang Pemerintahan" tersebut hampir semuanya merupakan tentara Pakistan yang mengenakan pakaian sipil. MV Swat, kapal dari Angkatan Laut Pakistan, membawa amunisi dan tentara, berlabuh di Pelabuhan Chittagong dan pekerja dan pelaut Benggala di pelabuhan menolak membongkar muatan kapal. East Pakistan Rifles menolak mematuhi komando untuk menyerang demonstran Benggala, memulai pemberontakan tentara Benggala.
Ketidakseimbangan militer
Bengali kurang diwakili dalam militer Pakistan. Perwira yang berasal dari Bengali di sayap angkatan bersenjata yang berbeda hanya 5% dari seluruh pasukan pada tahun 1965; dari 5% tersebut, hanya sedikit yang berada pada posisi komando, dengan mayoritas bertugas dalam hal teknis dan administratif.[15] Pakistan Barat percaya bahwa Bengali tidak seperkasa Pashtun dan Punjabi; pengertian "ras perkasa" dihilangkan dari Bengali.[15] Lebih lagi, meskipun biaya pertahanan besar, Pakistan Timur tidak menerima keuntungan, seperti kontrak, pembelian dan pekerjaan pendukung militer. Perang India-Pakistan 1965 yang memperebutkan wilayah Kashmir juga menunjukan ketidakamanan militer Bengali, sebab hanya terdapat divisi infantri dibawah kekuatan dan 15 pesawat tempur tanpa bantuan tank yang berada di Pakistan Timur untuk melawan serangan-serangan India selama konflik.[16][17]
Pada tahun 1948, Mohammad Ali Jinnah, Gubernur Jenderal pertama Pakistan, menyatakan di kota Dhaka bahwa "Urdu, dan hanya Urdu" yang akan menjadi bahasa resmi di seluruh Pakistan.[18] Hal ini menjadi kontroversi besar, karena Urdu adalah bahasa yang hanya dituturkan di Barat oleh Muhajir dan di Timur oleh Bihari. Mayoritas grup di Pakistan Barat menuturkan bahasa Punjabi dan bahasa Sindhi, sementara bahasa Bengali dituturkan oleh mayoritas penduduk Pakistan Timur.[19] Kontroversi bahasa akhirnya mencapai puncaknya ketika Pakistan Timur berevolusi. Beberapa mahasiswa dan penduduk kehilangan nyawa mereka dalam penumpasan oleh polisi pada tanggal 21 Februari1952.[19] Hari itu disebut sebagai Hari Martir Bahasa di Bangladesh dan Benggala Barat. Selanjutnya, dalam ingatan pembunuhan tahun 1952, UNESCO menyatakan tanggal 21 Februari sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional tahun 1999.[20]
Di Pakistan Barat, pergerakan ini dianggap sebagai pemberontakan terhadap Pakistan[21] dan ideologi pendiri Pakistan, Teori Dua Negara.[22] Politikus Pakistan Barat menganggap Urdu sebagai hasil karya budaya Islam India,[23] seperti yang dikatakan Ayub Khan pada tahun 1967:
Benggala Timur... masih berada di bawah budaya dan pengaruh Hindu yang cukup besar."[23]
Namun, jatuhnya korban menimbulkan perasaan pahit di antara Pakistan Timur, dan merupakan faktor utama dalam dorongan menuju kemerdekaan.[22][23]
Respon terhadap siklon Bhola 1970
Siklon Bhola 1970 tiba di pantai Pakistan Timur pada sore tanggal 12 November, dalam waktu yang sama dengan air pasang lokal,[24] menyebabkan kira-kira 300.000 sampai 500.000 orang tewas. Meskipun jumlah kematian langsung tidak diketahui, siklon ini dianggap sebagai siklon tropis paling mematikan.[25] Satu minggu setelah siklon, Presiden Khan mengakui bahwa pemerintahannya "terpeleset" dan melakukan "kesalahan" dalam menangani usaha bantuan karena kurangnya pengertian mengenai besarnya bencana.[26]
Sebuah pernyataan dikeluarkan oleh sebelas pemimpin politik di Pakistan Timur sepuluh hari setelah siklon menimpa dan membebankan pemerintah dengan "kelalaian bruto, kelalaian tidak berperasaan dan kelalaian penuh". Mereka juga menuduh presiden memainkan ulasan berita.[27] Pada 19 November, mahasiswa melakukan demonstrasi di Dhaka memprotes mengenai lambatnya respon pemerintah[28] dan Maulana Abdul Hamid Khan Bhashani memanggil 50.000 orang pada 24 November, sementara ia menuduh presiden tidak efisien dan meminta pengunduran dirinya sebagai presiden
Dengan konflik antara Pakistan Timur dan Barat berkembang pada bulan Maret, kantor dua organisasi pemerintahan di Dhaka yang secara langsung terlibat dalam usaha bantuan ditutup selama dua minggu, pertama oleh demonstrasi dan lalu oleh pelarangan bekerja di Pakistan Timur oleh Liga Awami. Dengan meningkatnya ketegangan, personel asing dievakuasi karena ketakutan akan kekerasan. Pekerja sosial terus bekerja di lapangan, tetapi rencana jangka panjang dibatasi.[29] Konflik ini meluas menjadi Perang Kemerdekaan Bangladesh pada bulan Desember dan berakhir dengan didirikannya negara Bangladesh. Siklon Bhola 1970 merupakan peristiwa alam pertama yang menyebabkan terjadinya perang saudara.[30]
Operasi Searchlight
Pengamanan militer oleh Angkatan Darat Pakistan — dinamai Operasi Searchlight — dimulai pada tanggal 25 Maret untuk mengendalikan gerakan nasionalis Benggala[31] dengan menguasai kota utama pada 26 Maret, dan lalu menghabisi semua oposisi, politik ataupun militer,[32] dalam waktu satu bulan. Sebelum dimulainya operasi, semua jurnalis asing secara sistematis dideportasi dari Pakistan Timur [33]
Fase utama Operasi Searchlight berakhir dengan jatuhnya kota utama terakhir Benggala pada pertengahan bulan Mei. Operasi ini juga memulai kekejaman di Bangladesh 1971. Pembunuhan sistematis tersebut membuat marah orang Bengali, yang menyebabkan penarikan pasukan dari Pakistan Timur pada tahun yang sama. Media internasional dan buku referensi mempublikasikan jumlah korban, dari 5.000–35.000 di Dhaka, dan 200.000–3.000.000 di seluruh Bangladesh.[8][34]
Pada pertemuan petinggi militer, Yahya Khan menyatakan: "Bunuh 3 juta dari mereka dan sisanya akan menurut kepada kita." Pada malam 25 Maret, Tentara Pakistan melancarkan Operasi Searchlight untuk menghancurkan perlawanan Benggala dengan anggota pelayanan militer Benggala dilucuti dan dibunuh, pelajar dan kaum cendekiawan secara sistematis dibunuh dan pria Benggala yang sehat dan tidak cacat dibawa dan ditembak.
Meskipun kekerasan terpusat di ibu kota provinsi, Dhaka, proses pembunuhan etnis juga dilakukan di seluruh Bangladesh. Balai Universitas Dhaka menjadi sasaran. Satu-satunya balai Hindu — Balai Jagannath — dihancurkan oleh Angkatan Darat Pakistan, dan diperkirakan 600 hingga 700 orang tewas dibunuh. Tentara Pakistan membantah adanya pembunuhan di universitas, meskipun komisi Hamood-ur-Rehman di Pakistan menyatakan bahwa terlalu banyak tentara yang dikirim ke universitas. Fakta mengenai pembantaian di Balai Jagannath dan asrama pelajar Universitas Dhaka terdekat dikuatkan oleh video yang diam-diam direkan oleh Prof. Nurul Ullah dari Universitas Tekhnik Pakistan Timur, yang kediamannya secara langsung berseberangan dengan asrama pelajar.[36]
Wilayah Hindu di seluruh Bangladesh mengalami pukulan keras. Pada tengah malam, Dhaka terbakar, terutama kota bagian timur yang didominasi oleh orang Hindu. Majalah Time melaporkan pada 2 Agustus1971, "Warga beragama Hindu, yang merupakan 3/4 dari pengungsi dan mayoritas korban yang tewas, telah mendapat kemalangan besar dari kebencian militer Pakistan."
Sheikh Mujibur Rahman ditangkap oleh Tentara Pakistan. Yahya Khan menunjuk Brigadir Rahimuddin Khan (nantinya Jenderal) untuk memimpin pengadilan khusus Mujib dengan dua tuduhan. Pemimpin Liga Awami lainnya juga ditangkap, sementara sebagian melarikan diri dari Dhaka agar tidak ditangkap. Liga Awami dilarang oleh Jenderal Yahya Khan.[37]
Kekerasaan yang disebabkan oleh tentara Pakistan pada 25 Maret1971, membuat marah orang Bengali. Dengan kemarahan tersebut, Sheikh Mujibur Rahman menandatangani deklarasi resmi yang berisi:
Hari ini, Bangladesh adalah negara yang merdeka dan berdaulat. Pada Kamis malam, Angkatan Darat Pakistan Barat tiba-tiba menyerang barak polisi di Razarbagh dan markas EPR di Pilkhana, Dhaka. Banyak rakyat tak berdosa dan tak bersenjata dibunuh di kota Dhaka dan tempat lainnya di Bangladesh. Pecahnya kekerasan antara E.P.R. dan Polisi dalam satu tangan dan Angkatan Darat Pakistan di tangan lainnya, sedang terjadi. Rakyat Benggala bertempur melawan musuh dengan keberanian besar untuk kemerdekaan Bangladesh. Semoga Allah membantu kita bertempur untuk kebebasan. Joy[38] Bangla.[39]
Melalui pesan di radio, Sheikh Mujib juga mengajak rakyat untuk melawan tentara pendudukan.[40] Mujib ditangkap pada tanggal 25-26 Maret 1971 sekitar pukul 1:30 pagi (menurut berita di Radio Pakistan tanggal 29 Maret1971).
Telegram berisi deklarasi Sheikh Mujibur Rahman didapat oleh mahasiswa di Chittagong. Pesan tersebut diterjemahkan ke bahasa Bengali oleh Dr. Manjula Anwar. Para mahasiswa gagal untuk mendapat izin untuk menyiarkan pesan dari Stasiun Agrabad milik Radio Pakistan. Mereka menyebrangi Jembatan Kalurghat ke wilayah yang dikuasai oleh Resimen Benggala Timur dibawah Mayor Ziaur Rahman. Tentara Benggala menjaga stasiun ketika sedang mempersiapkan transmisi. Pada pukul 19:45 tanggal 27 Maret1971, Mayor Ziaur Rahman menyiarkan pengumuman mengenai deklarasi deklarasi kemerdekaan atas nama Sheikh Mujibur yang berisi sebagai berikut.
Ini adalah Shadhin Bangla Betar Kendro. Saya, Mayor Ziaur Rahman, atas pengarahan sheikh Bangobondhu Mujibur Rahman, mendeklarasikan bahwa Republik Rakyat Bangladesh yang merdeka telah didirikan. Atas arahannya, saya telah mengambil komando sebagai Kepala Republik sementara. Atas nama Sheikh Mujibur Rahman, saya mengajak semua rakyat Benggala untuk bangkit melawan serangan Tentara Pakistan Barat. Kita akan bertempur sampai akhir untuk membebaskan Tanah Air kita. Atas kemuliaan Allah, kemenangan milik kita. Joy Bangla.Suara pengumuman Zia (wawancara - Belal Mohammed)Diarsipkan 2012-02-18 di Wayback Machine.
M A Hannan, pemimpin Liga Awami dari Chittagong, dikatakan telah mengumumkan deklarasi kemerdekaan di radio pada tanggal 26 Maret1971.[41] Terdapat kontroversi mengenai deklarasi tersebut. Sumber BNP menyatakan bahwa deklarasi dinyatakan pada tanggal 26 Maret, dan tidak terdapat pesan berisi deklarasi kemerdekaan dari Mujibur Rahman. Sumber Pakistan, seperti Siddiq Salik dalam Witness to Surrender telah menulis bahwa ia mendengar mengenai pesan Mujibor Rahman di radio sementara Operasi Searchlight berlangsung, dan Mayor Jenderal Hakeem A. Qureshi di bukunya, The 1971 Indo-Pak War: A Soldier's Narrative, memberikan tanggal pidato Zia pada 27 Maret1971.[42]
26 Maret1971 secara resmi adalah Hari Kemerdekaan Bangladesh, dan nama Bangladesh digunakan untuk selanjutnya. Pada Juli 1971, Perdana Mentri India, Indira Gandhi secara terbuka menyebut bekas Pakistan Timur sebagai Bangladesh.[43] Beberapa orang Pakistan dan pejabat India terus menggunakan nama "Pakistan Timur" sampai 16 Desember1971.
Perang Kemerdekaan
Maret sampai Juni
Awalnya, perlawanan dilakukan spontan dan tidak terorganisir, dan tidak diduga akan berlangsung lama.[44] Namun, ketika Tentara Pakistan mengambil tindakan keras terhadap penduduk, perlawanan mulai meningkat. Keaktifan Mukti Bahini meningkat. Militer Pakistan berusaha menumpas mereka, tetapi jumlah tentara Benggala yang berkhianat ke "tentara Bangladesh" meningkat. Tentara Bangladesh tersebut pelan-pelan bergabung dengan Mukti Bahini dan mendukung persenjataan mereka dengan bantuan dari India. Pakistan merespon dengan mengirim dua divisi infantri dan mereorganisir tentara mereka. Mereka juga memanggil tentara paramiliter di Razakar, Al-Badr dan Al-Sham (yang kebanyakan merupakan anggota dari Jamaat-e-Islami dan grup Islamis lainnya), dan juga rakyat Benggala yang melawan kemerdekaan, dan MuslimBihar yang menetap selama pembagian India. Pemerintahan Bangladesh dalam pembuangan didirikan pada 17 April di Mujib Nagar.
Juni – September
Komando tentara Bangladesh didirikan pada 11 Juli, dengan Kolonel M A G Osmani sebagai kepala komando, Letnan Kolonel Abdur Rab sebagai kepala Petugas Tentara dan Kapten A K Khandker sebagai Wakil Kepala Petugas Tentara dan kepala Angkatan Udara.
Bangladesh terbagi menjadi Sebelas Sektor, dengan tiap sektor terdapat komandan yang dipilih dari perwira yang berkhianat dari tentara Pakistan untuk melakukan operasi gerilya dan melatih tentara. Kebanyakan dari kemah pelatihan terletak di dekat wilayah perbatasan dan beroperasi dengan bantuan India. Sektor ke-10 secara langsung dibawah Panglima Tertinggi dan termasuk Panglima Tertinggi Angkatan laut dan Panglima Tertinggi pasukan khusus.[45] Maka tiga brigade (11 batalion) dibentuk untuk peperangan konvensional; sedangkan pasukan gerilya yang besar (diperkirakan 100.000) juga dilatih.
Operasi gerilya, yang berkurang selama fase pelatihan, diangkat setelah Agustus. Sektor ekonomi dan militer di Dhaka di serang. Kisah sukses utama adalah Operasi Jackpot, dengan komando angkatan laut mensabotase kapal Pakistan di Chittagong dengan ranjau pada 16 Agustus1971. Pembalasan dendam Pakistan merenggut nyawa ribuan nyawa penduduk. Tentara India memberikan bantuan kepada Mukti Bahini melalui BSF. Mereka mengorganisir enam sektor untuk pemberian bantuan kepada tentara Bangladesh.
Oktober - Desember
Tentara Bangladesh menyerang pos perbatasan. 90 dari 370 pos perbatasan jatuh ke tangan tentara Bangladesh. Serangan gerilya diperkuat, namun pembalasan dendam Pakistan dan Razakar terhadap penduduk juga meningkat. Tentara Pakistan diperkuat dengan delapan batalion dari Pakistan Barat. Pejuang kemerdekaan Bangladesh bahkan berhasil merebut landasan terbang di Lalmonirhat dan Shalutikar untuk sementara waktu.[46] Kedua landasan tersebut digunakan untuk menerima bantuan dan senjata dari India. Pakistan mengirim 5 batalion dari Pakistan Barat sebagai bantuan.
Perdana Menteri India, Indira Gandhi, menyatakan perang terhadap Pakistan dan mendukung Mukti Bahini. Ia memerintahkan mobilisasi tentara dan melancarkan invasi skala penuh. Hal ini menandai dimulainya Perang India-Pakistan tahun 1971.
Tiga korps India terlibat dalam invasi Pakistan Timur. Mereka didukung oleh tiga brigade Mukti Bahini. Tentara ini lebih besar daripada tiga divisi tentara Pakistan.[47] India dengan cepat mengacaukan negara, melewati benteng-benteng yang sangat dilindungi. Tentara Pakistan tidak dapat melakukan serangan balasan, karena mereka didistribusikan dalam satuan kecil di sekitar perbatasan untuk membalas serangan gerilya Mukti Bahini.[48] Tidak dapat melindungi Dhaka, Pakistan menyerah pada 16 Desember1971.
Intelijen eksternal India, R.A.W., memainkan peran penting dalam menyediakan bantuan logistik ke Mukti Bahini selama perang.
Respon Pakistan
Pakistan melancarkan beberapa serangan ke front barat India agar tentara India menjauh dari Pakistan Timur. Pakistan mencoba melawan dan meningkatkan moral dengan menggunakan Special Services Group dalam misi sabotase dan penyelamatan. Hal tersebut tidak dapat menghentikan serangan India, yang kecepatan dan kekuatannya terlalu besar untuk Pakistan.
Perang laut dan udara
Angkatan Udara India melakukan beberapa serangan terhadap Pakistan, dan dalam waktu satu minggu, India berhasil mendominasi udara Pakistan Timur. India mencapai keunggulan udara pada akhir minggu pertama dengan semua kontingen udara Pakistan di timur, PAF No.14 Squadron, jatuh karena serangan udara India di Tejgaon, Kurmitolla, Lal Munir Hat dan Shamsher Nagar. Sea Hawks dari INS Vikrant juga menyerang Chittagong, Barisal, Cox's Bazar, menghancurkan sayap timur Angkatan Laut Pakistan dan memblokade pelabuhan Pakistan Timur, sehingga memotong jalur tentara Pakistan untuk melarikan diri. Angkatan Laut Bangladesh (terdiri dari perwira dan pelaut yang berkhianat dari Pakistan) membantu India dalam peperangan laut, membantu melakukan serangan, terutama dalam Operasi Jackpot.
Menyerah dan akibat
Pakistan menyerah kepada India dan Bangladesh pada tanggal 16 Desember1971. Rakyat Bangladesh gembira akan pembebasan mereka. Bangladesh kini memerlukan pengakuan internasional, karena hanya sedikit negara yang mengakui Bangladesh. Bangladesh meminta pengakuan di PBB, tetapi Tiongkok memveto hal ini karena Pakistan adalah sekutu mereka.[49] Amerika Serikat adalah salah satu dari negara terakhir yang mengakui Bangladesh.[50] Untuk memperlancar transisi, pada tahun 1972, Persetujuan Simla ditandatangani antara India dan Pakistan. Persetujuan ini menyatakan bahwa Pakistan mengakui kemerdekaan Bangladesh dan sebaliknya tahanan perang Pakistan dilepaskan.
Untuk menunjukkan itikad baik, hampir 200 tentara Benggala yang dicari karena kejahatan perang diampuni India. Persetujuan ini juga mengembalikan lebih dari 13.000 km² wilayah yang dikuasai India di Pakistan Barat selama perang, meskipun India tetap menahan beberapa wilayah strategis;[51] terutama Kargil (Kargil merupakan tempat terjadinya perang antara India dan Pakistan tahun 1999). Hal ini dilakukan sebagai sebuah langkah untuk mengangkat "perdamaian kekal" dan diakui oleh banyak pengamat sebagai tanda kedewasaan India. Namun, beberapa di India merasa bahwa traktat ini terlalu toleran terhadap Bhutto. Mereka menganggap bahwa demokrasi yang retak di Pakistan akan hancur jika persetujuan ini dirasa kejam oleh Pakistan.
Reaksi Pakistan Barat terhadap perang
Lepasnya Pakistan Timur merupakan sebuah hantaman bagi petinggi militer dan sipil. Tidak ada yang menduga bahwa Pakistan akan kalah dalam perang dan juga sangat marah karena menyerahnya tentara di Pakistan Timur. Kediktatoran Yahya Khan jatuh dan memberikan kesempatan kepada Bhutto untuk mendapatkan kekuasaan. Jenderal Niazi, yang menyerah bersama 93.000 tentara, diperlakukan dengan sinis setelah ia kembali ke Pakistan. Ia dihindari dan dianggap sebagai penghianat. Perang ini juga membuka kelemahan doktrin yang dinyatakan Pakistan bahwa "pertahanan Pakistan Timur bergantung pada Pakistan Barat".[52] Pakistan juga gagal mengumpulkan dukungan internasional, dan bertempur sendiri dengan hanya Amerika Serikat yang menyediakan bantuan. Hal ini semakin menyakiti hati Pakistan yang telah menghadapi kekalahan.
Kegagalan segera mendorong diadakannya penyelidikan yang dikepalai oleh Hamdoor Rahman. Disebut Komisi Hamoodur Rahman, penyelidikan ini ditekan oleh Bhutto karena membuat militer terlihat buruk. Penyelidikan menunjukan banyak kegagalan dari kegagalan strategis hingga siasat. Penyelidikan ini juga mengutuk kekejaman dan kejahatan perang yang dilakukan. Penyelidikan ini mengkonfirmasi perampasan, pemerkosaan dan pembunuhan oleh tentara Pakistan dan menghitung jumlah warga Bangladesh yang tewas akibat kekejaman. Menurut sumber Bangladesh, 200.000 wanita diperkosa dan lebih dari 3 juta orang tewas, sementara Komisi Rahman melaporkan 26.000 orang tewas dan ratusan wanita diperkosa.
Kekejaman
Selama perang, terjadi pembunuhan dan kekejaman lainnya - termasuk pemindahan penduduk di Bangladesh (Pakistan Timur pada saat itu) dan pelanggaran hak asasi manusia - dilakukan oleh tentara Pakistan dengan dukungan dari milisi politik dan religius. Kekejaman ini dimulai dengan dilaksanakannya Operasi Searchlight tanggal 25 Maret1971.
Bangladesh mengklaim bahwa tiga juta orang tewas,[8] sementara Komisi Hamoodur Rahman, grup investigasi resmi pemerintah Pakistan, menyatakan hanya sekitar 26.000 penduduk.[7] Media dan buku referensi internasional dalam bahasa Inggris juga mempublikasikan perkiraan yang bervariasi dari 200.000 sampai 3.000.000 orang.[8] Diperkirakan delapan sampai sepuluh juta orang melarikan diri ke India.[53]
Banyak kaum intelektual Bangladesh yang dibunuh, kebanyakan oleh pasukan Al-Shams dan Al-Badr,[54] atas instruksi tentara Pakistan.[55] Hanya dua hari sebelum menyerah, tanggal 14 Desember1971, tentara Pakistan dan milisi Razakar (pendukung lokal) membawa sekitar 100 sampai 300 dokter, profesor, penulis dan insinyur di Dhaka dan mengeksekusi mereka, meninggalkan mayat mereka dalam kuburan massal.[56] Terdapat banyak kuburan massal di Bangladesh, dan masih terus ditemukan (seperti kuburan di sumur tua dekat masjid di Dhaka, ditemukan pada Agustus 1999).[57] Malam pertama perang terhadap Benggala, yang didokumentasikan dalam telegram dari Konsulat Amerika Serikat di Dhaka kepada Departemen Negara Amerika Serikat, berisi pembunuhan terhadap mahasiswa di Universitas Dhaka dan penduduk lainnya.[58]
Beberapa wanita disiksa, diperkosa dan dibunuh selama perang; jumlah korban pasti tidak diketahui. Sumber Bangladesh memperkirakan sekitar 200.000 wanita diperkosa, menyebabkan lahirnya ribuan bayi. Tentara Pakistan juga menyimpan beberapa wanita Bangladesh sebagai budak seks. Kebanyakan gadis ditangkap di Universitas Dhaka dan rumah pribadi.[59]
Terdapat beberapa kekerasan yang tidak hanya dilakukan dan disebabkan oleh tentara Pakistan,[60] tetapi juga oleh nasionalis Benggala terhadap minoritas non-Benggala, terutama orang Bihari.[61]
Pada 16 Desember2002, Arsip Keamanan NasionalUniversitas George Washington menerbitkan koleksi dokumen yang kebanyakan berisi komunikasi antara pejabat kedutaan besar Amerika Serikat dan United States Information Service di Dhaka dan India, dan pejabat di Washington DC.[62] Dokumen tersebut menunjukan bahwa pejabat AS bekerja di institusi diplomatik di Bangladesh dan menggunakan istilah genosida selektif[63] adan genosida untuk mendeskripsikan kejadian yang mereka ketahui pada saat itu. Genosida adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan kejadian yang ada hampir di seluruh koran dan media utama di Bangladesh,[64][65] meskipun di tempat lain, terutama di Pakistan, jumlah kematian, motif, jangkauan dan dampak tindakan tentara Pakistan masih diperdebatkan.
Reaksi internasional
Amerika Serikat dan Uni Soviet
Amerika Serikat mendukung Pakistan baik secara politik maupun kebendaan. Presiden AS Richard Nixon membantah terlibat dalam perang ini, menyatakan bahwa keadaan tersebut merupakan masalah internal Pakistan. Namun ketika kekalahan Pakistan semakin terlihat, Nixon mengirim USS Enterprise ke Teluk Benggala, tindakan yang dianggap oleh India sebagai ancaman nuklir. Enterprise tiba pada tanggal 11 Desember1971. Pada 6 Desember dan 13 Desember, Angkatan Laut Soviet mengirim dua grup kapal, dipersenjatai dengan senjata nuklir, dari Vladivostok; mereka mengikuti U.S. Task Force 74 di Samudra Hindia dari 18 Desember hingga 7 Januari1972.
Nixon dan Henry Kissinger takut akan ekspansi Soviet ke Asia Selatan dan Tenggara. Pakistan adalah sekutu dekat Republik Rakyat Tiongkok. Nixon telah menegosiasikan pemulihan hubungan dan ia akan mengunjungi Tiongkok pada Februari 1972. Nixon takut bahwa invasi India ke Pakistan Barat akan berarti dominasi penuh Soviet terhadap wilayah tersebut, dan akan menggerogoti posisi global Amerika Serikat dan posisi regional Tiongkok. Untuk menunjukan Tiongkok bona fides Amerika Serikat sebagai sekutu, Nixon mengirimkan bantuan militer ke Pakistan dan mengirimkannya melalui Yordania dan Iran,[66] yang juga mendorong Tiongkok meningkatkan bantuan bersenjatanya ke Pakistan. Pemerintahan Nixon juga mengacuhkan laporan aktivitas genosida tentara Pakistan di Pakistan Timur.
Uni Soviet bersimpati dengan Bangladesh, dan mendukung tentara India dan Mukti Bahini selama perang, menganggap bahwa kemerdekaan Bangladesh akan melemahkan posisi musuh Soviet - Amerika Serikat dan Tiongkok. Soviet memberi jaminan pada India bahwa jika konfrontasi dengan Amerika Serikat dan Tiongkok berkembang, Uni Soviet akan memberikan tindakan balasan. Hal ini memperkuat traktat persahabatan India-Soviet yang ditandatangani pada Agustus 1971. Soviet juga mengirim kapal selam nuklir untuk menangkis ancaman USS Enterprise di Samudra Hindia.
Republik Rakyat Tiongkok
Sebagai sekutu Pakistan, Republik Rakyat Tiongkok gelisah dengan situasi di Pakistan Timur dan prospek India menginvasi Pakistan Barat dan Kashmir yang dikuasai Pakistan. Yakin bahwa serangan India akan terjadi, Nixon mendorong Tiongkok mememobilisasikan tentaranya di perbatasan Tiongkok dengan India untuk mencegah hal tersebut; Tiongkok tidak melakukannya. Namun, Tiongkok terus membantu Pakistan. Dipercaya jika Tiongkok bertindak melawan India untuk melindungi Pakistan Barat, Soviet akan melakukan tindakan militer terhadap Tiongkok. Seorang penulis Pakistan menspekulasikan bahwa Tiongkok memilih tidak menyerang India karena jalan di Himalaya tertutup salju pada bulan musim dingin November dan Desember.[67]
Perserikatan Bangsa-Bangsa
Meskipun Perserikatan Bangsa-Bangsa mengutuk pelanggaran hak asasi manusia, PBB gagal untuk menenangkan situasi politik sebelum dimulainya perang. Dewan Keamanan rapat pada tanggal 4 Desember untuk mendiskusikan situasi di Asia Selatan. Uni Soviet memveto resolusi dua kali. Setelah diskusi panjang pada tanggal 7 Desember, Dewan Keamanan dengan segera menetapkan resolusi utama yang meminta "gencatan senjata dan ditariknya pasukan." Amerika Serikat pada tanggal 12 Desember meminta Dewan Keamanan berkumpul kembali. Namun pada saat Dewan Keamanan berkumpul kembali dan menyelesaikan proposal, perang telah berakhir.
Ketidakbecusan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam menghadapi krisis di Pakistan Timur telah menuai kritik.
^Figure from Pakistani Prisioners of War in India by Col S.P. Salunke p.10 quoted in Indian Army after Independence by KC Pravel: Lancer 1987 [ISBN 81-7062-014-7]
^[1]Diarsipkan 2007-03-01 di Wayback Machine. Anatomy of Violence: Analysis of Civil War in East Pakistan in 1971: Military Action: Operation Searchlight Bose S Economic and Political Weekly Special Articles, 8 Oktober2005'
^The Pakistani Slaughter That Nixon Ignored, Syndicated Column by Sydney Schanberg, New York Times, 3 Mei1994
^ abCrisis in South Asia - A report by Senator Edward Kennedy to the Subcommittee investigating the Problem of Refugees and Their Settlement, Submitted to U.S. Senate Judiciary Committee, 1 November1971, U.S. Govt. Press.pp6-7 Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "report" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
^ ab"Language Movement". Banglapedia - The National Encyclopedia of Bangladesh. Asiatic Society of Bangladesh. Diarsipkan dari versi asli(PHP) tanggal 2007-03-01. Diakses tanggal 2007-02-06.
^Durdin, Tillman (1971-03-11). "Pakistanis Crisis Virtually Halts Rehabilitation Work In Cyclone Region". New York Times.Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)
^From Deterrence and Coercive Diplomacy to War - The 1971 Crisis in South Asia. Asif Siddiqui, Journal of International and Area Studies Vol.4 No.1, 1997. 12. pp 73-92.
^Many of the eyewitness accounts of relations that were picked up by "Al Badr" forces describe them as Bengali men. The only survivor of the Rayerbazar killings describes the captors and killers of Bengali professionals as fellow Bengalis. See 37 Dilawar Hossain, account reproduced in ‘Ekattorer Ghatok-dalalera ke Kothay’ (Muktijuddha Chetona Bikash Kendro, Dhaka, 1989)
^"125 Slain in Dacca Area, Believed Elite of Bengal". New York Times. New York, NY, USA. 19 Desember1971. hlm. 1. Diakses tanggal 2008-01-04. At least 125 persons, believed to be physicians, professors, writers and teachers were found murdered today in a field outside Dacca. All the victims' hands were tied behind their backs and they had been bayoneted, garroted or shot. They were among an estimated 300 Bengali intellectuals who had been seized by West Pakistani soldiers and locally recruited supporters.Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)
Ayoob, Mohammed and Subrahmanyam, K.,The Liberation War, S. Chand and Co. pvt Ltd. New Delhi, 1972.
Bhargava, G.S., Crush India or Pakistan's Death Wish, ISSD, New Delhi, 1972.
Bhattacharyya, S. K., Genocide in East Pakistan/Bangladesh: A Horror Story, A. Ghosh Publishers, 1988.
Brownmiller, Susan: Against Our Will: Men, Women, and Rape, Ballantine Books, 1993.
Choudhury, G.W., "Bangladesh: Why It Happened." International Affairs. (1973). 48(2): 242-249.
Choudhury, G.W., The Last Days of United Pakistan, Oxford University Press, 1994.
Govt. of Bangladesh, Documents of the war of Independence, Vol 01-16, Ministry of Information.
Kanjilal, Kalidas, The Perishing Humanity, Sahitya Loke, Calcutta, 1976
Johnson, Rob, 'A Region in Turmoil' (New York and London, 2005)
Malik, Amita, The Year of the Vulture, Orient Longmans, New Delhi, 1972.
Mascarenhas, Anthony, The Rape of Bangla Desh, Vikas Publications, 1972.
Matinuddin, General Kamal, Tragedy of Errors: East Pakistan Crisis, 1968–1971, Wajidalis, Lahore, Pakistan, 1994.
Mookherjee, Nayanika, A Lot of History: Sexual Violence, Public Memories and the Bangladesh Liberation War of 1971, D. Phil thesis in Social Anthropology, SOAS, University of London, 2002.