Di beberapa bagian Uganda, anak-anak cacat dijatuhi hukuman mati. Dalam ritual adat, bagian tubuh bayi diklaim bisa membawa manfaat. Mereka yang melanjutkan praktik ini menggambarkannya sebagai "pembunuhan dengan belas kasihan", mereka beranggapan bahwa bahwa anak-anak yang dibunuh akan terhindar dari kecacatan yang menyakitkan jika dibiarkan hidup.[1]
Ritual
Biasanya seorang dukun akan menggunakan ritual ini untuk menyelamatkan anak-anak cacat dari kecacatan mereka yang menyakitkan setelah kegagalan beberapa upaya menggunakan metode lain seperti pengobatan herbal atau pengorbanan hewan.[2] Selama ritual pengorbanan anak, dukun biasanya ditemani para pembantunya dan memulai menyelidiki tanda-tanda kerasukan pada anak yang akan dibunuh.[3] Kemudian, dia mulai memotong bagian tubuh anak yang berbeda dengan paksa dan menggunakan darahnya untuk membuat ramuan yang dicampur dengan tetumbuhan.[3] Bagian tubuh tersebut sebagian besar adalah kepala, alat kelamin, mata, lidah, anggota badan, gigi, dan organ tubuh lain.[4] Menurut para pelakunya, ritual-ritual ini diperlukan untuk membawa kesuksesan, kesembuhan atau kekayaan.[2]
Pembunuhan anak-anak cacat di Uganda dilakukan oleh dukun dengan mempengaruhi klien mereka sebagai ritual untuk mencari kekayaan, kesehatan atau ketenaran.[5] Para dukun tersebut seringkali menyebarkan propaganda yang menyatakan bahwa praktik tersebut merupakan bagian praktik penyembuhan budaya asli. Namun hal ini banyak ditentang, karena tidak semua dukun di Uganda memanfaatkan organ tubuh manusia.[3] Orang tua dari anak-anak cacat juga memainkan peran utama dalam ritual pengorbanan anak-anak cacat ini dengan membiarkan anak-anak mereka mati karena mereka percaya akan apa yang disebut 'pembunuhan belas kasihan' yang akan menghindari mereka dari rasa sakit karena menanggung cacat.[1]
Parlemen Uganda sangat mengutuk pembunuhan "belas kasihan" terhadap anak-anak cacat yang baru lahir di Uganda karena mereka menganggapnya sebagai tindakan yang tidak manusiawi.[6]
Referensi