Pelanduk napu,[3] atau lebih populer dengan sebutan napu[4] atau napuh (Tragulus napu) adalah sejenis mamalia kecil yang tergolong ungulata berteracak genap. Termasuk ke dalam familiTragulidae, hewan ini berkerabat dekat dengan pelanduk jawa dan pelanduk kancil. Napuh atau napo adalah nama umumnya di Sumatra, sedangkan di Kalimantan disebut dengan nama pelanduk napuh, pelanduk nampuh, pelanduk bangkat, dan lain-lain. Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Greater mouse-deer.
Pengenalan
Pelanduk yang bertubuh besar, tinggi bahu 300-350 mm; panjang kepala dan tubuh 500–600 mm; ekor 70–80 mm; dan beratnya 4-6 kg.[5] Populasi di Kalimantan sedikit lebih kecil ukuran tubuhnya; kepala dan tubuh 520–572 mm, ekor 60–100 mm, dan berat 3,5-4,5 kg.[3]S. Sastrapradjadkk (1980) menyebut berat badan napu ini adalah 3-4 kg.[6] Meskipun ada pula yang menyebut beratnya hingga 7 atau 9 kg, namun belum dapat dikonfirmasi.
Rambut di tubuh bagian atas berwarna bungalan abu-abu hingga bungalan jingga, dengan ujung rambut kehitaman sehingga tampak seolah-olah berbintik kasar. Garis punggung lebih gelap daripada sisi-sisinya yang lebih pucat, meskipun tanpa garis batas yang jelas. Sisi bawah tubuh berwarna putih berulas kecokelatan pucat dengan dada yang bebercak cokelat. Dari samping, terlihat seperti ada dua belang putih yang terpisah di leher.[3] Alih-alih bertanduk, hewan jantan memiliki taring.[6]
Kebiasaan
Napuh hidup di hutan-hutan tinggi dan hutan sekunder, kadang-kadang juga memasuki kebun. Hewan ini lebih sering didapati di dataran tinggi daripada di dataran rendah, di mana ia lebih jarang didapati.[3] Di Bangka selatan, napuh lebih kerap dijumpai di hutan-hutan rawa daripada di tanah kering.
Napu/napuh dalam bahasa Melayu dalam setahun melahirkan sekali biasanya melahirkan satu anak, meskipun ada pula yang dua anak,[6] setelah masa kehamilan selama 152-172 hari.[7] Ada pula yang menyebut 150-155 hari. Seperti kancil, hewan ini mudah dijinakkan. Makanannya berupa rumput, daun semak rendah, dan buah-buahan yang jatuh ke tanah. Sehingga mudah dibudidayakan. Namun, masih perlu diketahui perihal perilaku sewaktu musim kawin dan penyakit yang menyerang pelanduk napu.[6]
Mengikuti revisi terbaru genusTragulus (2004), dua taksa yang semula dianggap anak jenis T. napu kini dipisahkan sebagai spesies yang tersendiri. Kedua spesies itu yalah pelanduk filipina (Tragulus nigricans), yang menyebar terbatas (endemik) di Balabac, Palawan; dan pelanduk vietnam (Tragulus versicolor), yang endemik di Vietnam bagian tenggara.[8]
Dalam kebudayaan
Pelanduk napu biasanya dimakan karena rasanya yang lezat, tetapi hewan ini belum pernah dibudidayakan. Napu biasa didapati di hutan. Pembukaan hutan dikhawatirkan dapat menimbulkan berkurangnya tempat hidup dan kelestariannya.[6]
^Geoffroy Saint-Hilaire, E. & F. Cuvier. 1822. Hist. Nat. Mammifères, pt. 2, 4(37):4.
^ abcdPayne, J., C.M. Francis, K. Phillipps, S.N. Kartikasari. 2000. Panduan Lapangan Mamalia di Kalimantan, Sabah, Sarawak & Brunei Darussalam. The Sabah Society, Wildlife Conservation Society dan World Wildlife Fund Malaysia. Hal. 335-36
^Lekagul, B. & J. McNeely. 1988. Mammals of Thailand: 666-68. Association for the Conservation of Wildlife, Bangkok.
^ abcdefSastrapradja, S., S. Adisoemarto, W. Anggraitoningsih, B. Mussadarini, Y. Rahayuningsih, & A. Suyanto. 1980. Sumber Protein Hewani. 2: 76 – 77. Jakarta:Balai Pustaka.
^Medway, L. 1969. The Wild Mammals of Malaya. Oxford Univ. Press, Kuala Lumpur.