Palem paris


Palem paris
Palem paris menurut Odoardo Beccari
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Klad: Tracheophyta
Klad: Angiospermae
Klad: Monokotil
Klad: Komelinid
Ordo:
Famili:
Subfamili:
Tribus:
Genus:
Spesies:
C. ciliaris
Nama binomial
Calamus ciliaris
Sinonim

Referensi:[1][2]

  • Palmijuncus ciliaris (Blume) Kuntze
  • Rotang ciliaris Baill.

Palem paris (Calamus ciliaris) adalah palem -yang sebenarnya masuk keluarga rotan-rotanan- yang dipergunakan sebagai tanaman hias.[3] Di Indonesia, palem paris dikenal dengan nama-nama seperti howè geureung, h. muka, dan h. cacing (Sunda).[4]

Deskripsi

Palem paris merupakan sejenis rotan kecil dengan batang yang tidak begitu tebal[4] yang belum begitu dikenal masyarakat. Hidupnya merambat atau merumpun. Tinggi batang 3 m dengan garis tengah 2 cm. Daunnya berbentuk sirip, melengkung, berwarna hijau kelam; anak-anak daunnya letaknya saling merapat, dan bagian tepinya berbulu halus sehingga menambah keindahan bentuk daunnya. Oleh sebab itu, tumbuhan ini berpotensi sebagai tanaman hias. Perbungaan panjangnya ± 0,5 m. Buahnya bulat bersisik, warnanya hijau kekuningan.[3]

Palem paris memiliki varietas, yang ada di Semenanjung Malaya disebut C. ciliaris Bl. var. peninsularis Furtado,[3] yang kini dimasukkan sebagai sinonim rotan gunung (Calamus exilis).[5] Penyelidikan tentang varietas palem paris sudah ada sejak zaman Beccari (1913). Ia menyelidiki spesimen palem paris yang ada di Herbarium Bogoriensis yang didapat oleh Pieter Willem Korthals dari Sumatra. Salah satu spesimen steril telah dilabeli oleh Carl Ludwig Blume sebagai Calamus ciliaris; namun spesimen yang lain—yang juga berasal dari Sumatra—dianggap Beccari sebagai varietas lain palem paris atau jenis lain daripada palem paris.[1]

Persebaran & tempat hidup

Di Indonesia, palem paris didapati di Pulau Jawa dan Sumatra. Di luar Indonesia, ia ditemui di Semenanjung Malaya. Tumbuh di hutan-hutan yang cukup mendapat curah hujan sepanjang tahun seperti hutan-hutan Jawa Barat[4] dan Sumatra, pada ketinggian 0-800 mdpl.[3] Menurut Heyne, tumbuhan ini cukup umum di Pulau Jawa pada ketinggian 450-900 mdpl.[4]

Kegunaan

Karel Heyne (1877-1947) mengatakan bahwa rotan ini bagus untuk dijadikan pengikat,[4] terutama oleh orang Siberida yang mempergunakan ini untuk sebagai bahan pengikat rumah.[6] Namun, oleh penjaja tanaman hias di Bandung, tumbuhan ini dijual dan dipopulerkan dengan nama palem paris. Penggunaan kata "paris" untuk palem ini, mungkin diharapkan memberikan kesan tanaman impor. Biasanya, tanaman impor lebih menarik hati masyarakat. Di samping bunganya yang bentuknya cukup indah, rotan ini mudah dirawat dan pertumbuhannya relatif lambat. Karena itu, potensinya sebagai tanaman hias perlu dijajaki meskipun tumbuhan ini tumbuh merambat. Paling baik sebagai tanaman hias kebun.[3] Dalam pengobatan, palem paris pun juga berguna. Oleh Orang Talang Mamak, palem paris bersama howe cacing (Calamus melanolama) digunakan untuk obat cacingan. Calamus sp. dipergunakan oleh orang Seberida, Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau untuk ibu yang baru melahirkan.[6]

Perbanyakan yang sering dilakukan oleh masyarakat adalah melalui biji, karena lewat tunas dan rumpun selalu gagal. Ini disebabkan akarnya yang halus peka akan perubahan.[3]

Referensi

  1. ^ a b Beccari, Odoardo (1917). "Asiatic Palms - Lepydocaryeae". Annals of Royal Botanic Garden, Calcutta. 11 (suplemen No.1): 1 – 142. 
  2. ^ "Calamus ciliaris Blume". TPL - The Plant List. Diakses tanggal 6 Agustus 2013. 
  3. ^ a b c d e f Sastrapradja, S.; Mogea, J.P.; Sangat, H.M.; Afriastini, J.J. (1981). Palem Indonesia. 13:54 – 55. Jakarta:LBN - LIPI bekerjasama dengan Balai Pustaka.
  4. ^ a b c d e Heyne, Karel (1922). De nuttige planten van Nederlandsch-Indië 1:369. Batavia:Ruygrok.
  5. ^ "Calamus ciliaris var. peninsularis Furtado". TPL - The Plant List. Diakses tanggal 6 Agustus 2013. 
  6. ^ a b Jumati; Hariyadi, Bambang; Murni, Pinta (2012). "Studi Etnobotani Rotan Sebagai Bahan Kerajinan Anyaman Pada Suku Anak Dalam (SAD) di Dusun III Senami, Desa Jebak, Kabupaten Batanghari, Jambi". Biospecies. 5 (1): 33–41. [pranala nonaktif permanen]

Pranala luar