Orang Depok atau Kaum Depok, lebih dikenal dengan Belanda Depok adalah istilah yang merujuk pada keturunan dari pekerja-pekerja milik Cornelis Chastelein, seorang pensiunan Perusahaan Hindia Timur Belanda dan pemilik tanah partikelir di Gemeente Depok. Orang Depok sebenarnya pribumi Indonesia yang memiliki gaya hidup seperti bangsa Eropa, terutamanya Belanda.
Sejarah
Pada awalnya, Cornelis Chastelein bekerja sebagai petugas di pergudangan logisltik milik Perusahaan Hindia Timur Belanda—diakronimkan menjadi VOC—yang pada akhirnya memutuskan untuk pensiun dini pada 1691 dengan alasan kesehatan.[1] Namun, kemundurannya dari VOC disebabkan adanya perbedaan pandangan dengan Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu, Willem van Outhoorn. Empat tahun setelahnya, Chastelein membeli tanah partikelir di beberapa kawasan di Batavia, termasuk Seringsing dan Depok.[2] Ia membangun rumah di atas kawasan Seringsing sebagai tempat peristirahatan di masa pensiunnya, sedangkan kawasan Depok menjadi lahan pertanian.
Pada 28 Juni 1714, Chastelein wafat dan mewariskan tanah partikelirnya kepada 150 pekerjanya.[2] Ia mewasiatkan untuk memerdekakan para budaknya dan menyematkan marga khusus kepada mereka. Seluruh marganya diberikan oleh pemuka agama bernama Baprima Lucas, kecuali marga Soedira yang diberikan langsung oleh Chastelein. Marga tersebut di antaranya Bacas, Iskah, Jacob, Jonathans, Josef, Laurens, Leander, Loen, Samuel, Soedira, Tholense, dan Zadokh. Dari kedua belas marga ini hanya Zadokh yang telah hilang akibat tidak adanya keturunan laki-laki dari marga Zadokh. Sebelum disematkan marga, para budak yang telah dimerdekakan itu memeluk agama Protestanisme dan memilih salah satu dari dua belas marga yang ada. Kedua belas marga ini mengacu pada dua belas murid Yesus.
Mereka yang telah diberi marga umumnya menggunakan bahasa Belanda (dialek Indonesia) sebagai bahasa sehari-hari.[3] Kekinian, hanya minoritas saja "Kaoem Depok" yang menuturkan Bahasa Belanda, di mana para keturunannya lebih fasih berbahasa Indonesia.