Nicolaus EngelhardNicolaus Engelhard (dibaptis di Arnhem, 5 Desember 1761 – Buitenzorg, 31 Mei 1831) adalah seorang anggota elite Hindia Belanda pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19. Ia adalah keponakan Gubernur Jenderal W.A Alting. Ia termasuk orang yang paling berkuasa di Jawa pada masa itu, menjabat sebagai Gubernur Pantai Timur Laut Jawa selama periode 1801-1808 dan berkedudukan di Semarang. Dalam bidang bisnis, politik dan sosial, ia memainkan peran utama, secara langsung dan tidak langsung, dalam kebijakan-kebijakan Perusahaan Hindia Timur Belanda, pemerintahan Prancis, dan permulaan kerajaan Belanda. Selama menjabat sebagai gubernur, ia memimpin pekerjaan pemetaan pulau Jawa bagian tengah dan timur, mengunjungi candi-candi dan mengumpulkan artefak bersejarah, serta mendukung penelitian botani.[1][2] KarierAwal karierEngelhard dikirim ke pulau Jawa pada 1778 dan dipekerjakan oleh VOC melalui penunjukan khusus dari Belanda, dibantu oleh pamannya. Kariernya berjalan mulus hingga mampu menduduki jabatan strategis di usia yang relatif muda. Pada 1781 ia ditunjuk sebagai administrator gudang kedua di Waterpoort, sebuah posisi yang sangat menguntungkan dan menjadikan penghasilannya cukup besar. Pada periode 1784-1784 ia mendapat promosi berkali-kali hingga menjadi syahbandar di pulau Onrust dan manajer perkebunan di Batavia.[1] Pada 1791 ia menggantikan temannya, Hendrik Isaac Guitard, sebagai komisaris urusan penduduk asli, atas permintaan ayah mertuanya. Pada tahun yang sama ia juga diangkat sebagai anggota dewan lokal dan komisaris eksternal sebuah rumah sakit.[1] Gubernur Pantai Timur Laut JawaEngelhard menjabat sebagai Gubenur Pantai Timur Laut Jawa pada periode 1801-1808, sesaat setelah pemerintahan Hindia Belanda diambil alih oleh pemerintah Belanda dari VOC dan masa permulaan kerajaan Belanda.[3] Pada 1802 Engelhard mengunjungi kraton Surakarta dan Yogyakarta untuk mendiskusikan masalah-masalah yang menimbulkan konflik—yang disebut ‘differentien’—dengan para penguasa pada saat itu. Ia mengunjungi Pakubuwana IV dan sultan Yogyakarta, Hamengkubuwana II. Ia juga tercatat mengunjungi Malang dan Candi Singosari pada 1803. Catatan perjalanannya mendeskripsikan pelaksanaan upacara dan aktivitas di kraton-kraton Jawa.[3] Kariernya di masa ini cukup cemerlang. Ia menumpas pemberontakan di Cirebon pada 1806.[1] Menurut pernyataan Engelhard, pemerintah Hindia-Belanda berencana menunjukkan sebagai gubernur jenderal, menggantikan Johannes Siberg pada 1804. Akan tetapi, banyak pihak yang menentang karena kebencian mereka pada temannya. Akhirnya Daendels pun terpilih pada 1808, sementara Engelhard berambisi menduduki jabatan direktur jenderal. Engelhard cenderung memusuhi dan mengkritisi Daendels selama masa pemerintahannya. Karena pemerintahan Jawa dibagi-bagi menjadi beberapa karesidenan, maka jabatan Gubernur Pantai Timur Laut Jawa tak lagi dibutuhkan. Ia dicopot dari jabatan gubernur pada April 1808, hanya beberapa bulan dari pengangkatan Daendels.[1] Pasca-1808Pada periode ini Engelhard kembali ke Batavia. Ia sempat tak bekerja selama beberapa tahun. Engelhard membantu Raffles dan pasukan Inggris mengumpulkan temuan arkeologi dan artefak-artefak berharga. Bahkan, Raffles disebut-sebut memplagiasi karya dan catatan Engelhard dan Cornelius dan kemudian menuliskannya dalam buku "History of Java" tanpa menyebutkan sumbernya.[4] Engelhard sendiri pernah komplain dalam suratnya ke Caspar Reuvens bahwa gambar-gambar di buku Raffles berasal dari dirinya, begitu pula bantuan yang telah ia berikan untuk asisten Raffles seperti Mackenzie, John Crawfurd, dan Horsfield.[2] Referensi
|