Neoliberalisme dalam hubungan internasional adalah paham yang meyakini bahwa negara seharusnya mengutamakan keunggulan absolut alih-alih keunggulan relatif atas negara lain. Meski kedua teori menggunakan metodologi yang sama—termasuk teori permainan—neoliberalisme berbeda dengan ideologi ekonomi neoliberal.
Aktivitas sistem internasional
Para pemikir hubungan internasional neoliberal sering menggunakan teori permainan untuk menjelaskan sebab negara mau atau tidak mau bekerja sama;[1] karena pendekatan mereka cenderung menekankan kemungkinan kemenangan bersama, mereka lebih tertarik pada lembaga-lembaga yang dapat menyediakan perjanjian yang menguntungkan bersama.
Neoliberalisme adalah tanggapan terhadap neorealisme. Walaupun tidak menolak sifat sistem internasional yang anarkis, kaum neoliberal berpendapat bahwa kepentingan dan pengaruh anarki terlalu dilebih-lebihkan. Pendapat neoliberal ditujukan pada pendapat neorealis yang meremehkan "variasi tingkah laku kerja sama yang mungkin terjadi dalam ... sistem yang tidak terpusat."[2] Kedua teori tetap menganggap negara dan kepentingannya sebagai subjek analisis utama; neoliberalisme mungkin memiliki definisi yang lebih luar mengenai kepentingan negara.
Neoliberalisme menyatakan bahwa kerja sama tetap dapat tercipta melalui penerapan norma, rezim, dan institusi meski dunia ini memiliki sistem negara rasional otonom yang anarkis.
Dalam lingkup teori hubungan internasional dan intervensionisme asing, perdebatan antara neoliberalisme dan neorealisme adalah perdebatan antarparadigma karena kedua teori ini bersifat postivis dan lebih berfokus pada sistem negara sebagai subjek analisis utamanya.
Pengembangan
Robert Keohane dan Joseph Nye dianggap sebagai pendiri aliran neoliberal. Buku Keohane, After Hegemony, adalah buku klasik dalam genre ini. Pengaruh besar lainnya adalah teori kestabilan hegemon yang dicetuskan Stephen Krasner, Charles P. Kindleberger, dan lain-lain.
Lihat pula
Referensi