Natal di Jepang bukan perayaan agama, melainkan lebih identik pada budaya dan tradisi masyarakat Jepang. Walau populasi umat Kristiani sedikit, hanya 1% dari jumlah populasi masyarakat Jepang, namun perayaan natal di Jepang tetap meriah. Banyak warga nonKristiani Jepang yang turut merayakannya sebagai bagian dari tradisi dan budaya mereka.[1][2]
Budaya natal di Jepang diyakini telah ada sejak tahun 1552 saat misionaris Jesuit tiba di Prefektur Yamaguchi. Versi lain menyatakan bahwa natal telah ada di Jepang sejak 1549 dan dibawa oleh Saint Francis Xavier saat berkunjung ke Jepang. Sementara itu Santa Klaus telah dikenal oleh anak-anak di Jepang sejak zaman Edo pada abad ke-16 dan 17.[2]
Sejak awal Desember, Jepang telah mempersiapkan berbagai perayaan natal. Kota-kota di Jepang akan dihiasi dengan pohon natal. Kemudian lagu "Kurisumasi ibu" (Christmas eve) dari Yamashita Tatsuro juga akan menjadi lagu yang paling sering disiarkan di Jepang selama Desember. Seperti di Indonesia, berbagai acara dan program TV berkaitan dengan natal juga disiarkan.[2]
Warga Jepang punya sejumlah tradisi dalam menyambut malam natal. Pasangan di Jepang akan menganggap natal sebagai hari yang romantis layaknya hari valentine. Mereka akan bertukar hadiah. Namun bagi orang Jepang yang masih single, maka mereka akan menganggap natal sebagai momen yang tepat untuk mendapatkan pasangan.[2]
Orang Jepang juga merayakan malam natal dengan kue tart stoberi dan ayam goreng. Sebagian dari mereka akan menyantap kue tart stoberi secara bersama dan terkadang diberikan sebagai hadiah untuk teman atau saudara. Sebagian lainnya akan merayakannya dengan memakan ayam. Mereka tidak memasak ayam sendiri karena beranggapan bahwa itu tidak praktis. Oleh karena itu budaya malam natal di Jepang identik dengan makan di KFC (Kentucky Fried Chicken). Kebiasaan masyarakat Jepang mampir ke KFC saat malam natal tiba tak terlepas dari promosi KFC "Kurisumasi ni wa kentakii" (KFC untuk natal) pada 1974.[1]
Referensi