Nani Zulminarni
Masa mudaNani Zulminarni sejak muda sudah menjadi perempuan yang mandiri. Sejak SMA, Ia sudah terbiasa tinggal jauh dari orang tua, tepatnya ketika ia duduk di bangku pesantren.[2] Berkat ketekunan dan prestasinya, Nani mendapatkan beasiswa berkuliah di Jurusan Manajemen Sumber Daya Perairan Fakultas Peikanan Institut Pertanian Bogor. Di IPB, ia tertarik mengikuti acara-acara kegamaan yang saat itu mulai marak. Nani mencoba mula mendalami agama sehingga dengan tekad yang sungguh-sungguh ia memutuskan untuk berjilbab.[3] Awal karierNani menyelesaikan kuliahnya di IPB pada tahun 1985. Dengan bekal sarjana, ia mencoba melamar kerja. Tetapi, setiap lamarannya ditolak hanya karena dirinya mengenakan jilbab. Pada zaman itu, jilbab dilarang di Indonesia. Sebenarnya ada perusahaan yang mau menerimanya, tetapi syaratnya ia harus mau melepas jilbab. Nani memilih tetap dengan keyakinannya. Akhirnya, ia memilih bekerja serabutan seperti mengajar dan memberi les kepada anak-anak di Bogor.[3] Setelah penolakan demi penolakan, ia memasukkan lowongan kerja ke Pusat Pengembangan Agrobisnis (PPA).[3] Kebetulan kebanyakan pengurus PPA adalah lulusan IPB yang tidak mempermasalahkan pemakaian jilbab. Nani akhirnya diterima bekerja di PPA dan diminta menjadi salah seorang pendamping lapangan di Pusat Pengembangan Sumber Daya Wanita (PPSW) yang masih baru didirikan.[2] Tugasnya mengembangkan kegiatan pertanian dan simpan pinjam. Daerah penugasannya yakni para petani perempuan di wilayah Bogor, Jawa Barat. Pada tahun 1995, Nani mendapat kepercayaan untuk menjadi Direktur Pusat Pengembangan Sumber Daya Wanita.[1][3] Sebagai pendiri PEKKAMemasuki tahun 2000, ia mulai merintis Perkumpulan Perempuan Kepala Keluarga atau yang populer dengan singkatan PEKKA. Lembaga ini didirikannya dengan tujuan pemberdayaan para perempuan janda kepala keluarga atau female headed households. Saat mendirikan PEKKA, kebetulan ia sedang diuji dengan perceraian. Nani harus menyandang status janda dan menanggung kesulitan ekonomi untuk membesarkan tiga orang anaknya. Meskipun begitu, ia tetap semangat mengembangkan PEKKA. Bahkan, ia semakin terpecut untuk mengembangkan PEKKA ketika suatu hari melihat kehidupan janda di wilayah konflik.[1] Perempuan di Pekka mayoritas merupakan janda yang terpaksa menjadi kepala keluarga untuk membesarkan anak-anaknya. Mereka menjanda karena berbagai alasan, seperti suami telah meninggal dunia atau pergi tanpa pamit dan menikah lagi dengan wanita lain. Tidak hanya para janda, ada juga perempuan yang masih berstatus sendiri tetapi harus bekerja karena alasan ekonomi. Ada pula perempuan yang masih memiliki suami, namun penghasilannya tidak mencukupi keperluan rumah tangga sehingga memaksa para istri bekerja demi menambah pemasukan.[2] Ketika awal membangun PEKKA, Nani tak pernah membayangkan kalau organisasinya bakal berumur panjang dan tumbuh besar. Pada tahun pertama, Pekka hanya ada di empat provinsi, yakni Jawa Barat, Aceh, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Sulawesi Tenggara. Untuk membantunya, ia merekrut teman-temannya yang berusia muda menjadi fasilitator lapangan.[1] Saat ini, Pekka memiliki lebih dari 50 ribu anggota di 20 provinsi. Jumlah anggota yang aktif mencapai 30 ribu orang.[4] Anggota-anggota tersebut direkrut melalui proses bertingkat.[1] Awalnya, program yang ia buat di PEKKA hanya berfokus pada simpan-pinjam. Tetapi, dalam perjalanannya ternyata ditemukan bahwa banyak ibu yang mengemukakan berbagai permasalahan hukum, seperti perkawinan yang tidak tercatat, anak-anak yang belum memiliki akta kelahiran, dll. Oleh karena hal tersebut, PEKKA membuat program pemberdayaan hukum dan juga program di bidang pendidikan karena banyak yang buta huruf dan anak-anak putus sekolah. Sekarang ini PEKKA juga telah memiliki banyak program, salah satunya adalah kegiatan PEKKA Perintis bekerja sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Bentuk kerja samanya adalah menemukan perempuan-perempuan kepala keluarga yang telah berkarya nyata di masyarakat di berbagai daerah di 34 provinsi. Penghargaan
Referensi
|