Namrud atau Nimrod (Arabنمرود بن كنعان, bahasa Ibrani: נִמְרוֹד,ModernNimrodTiberiasנִמְרֹד ; Nimrōḏ) adalah seorang tokoh di dalam kitab-kitab suciagama-agama samawi. Dia adalah putra dari Kush dan cicit dari Nabi Nuh. Namrud dideskripsikan sebagai seorang Raja di negeri Shinar (Mesopotamia). Alkitab mengatakan bahwa dia adalah "pemburu yang perkasa di mata Tuhan... dan mulai menjadi seseorang yang perkasa di Bumi".[1] Di kemudian waktu, kitab-kitab non-kanonik mengidentifikasikan dirinya sebagai penguasa yang memerintahkan pembangunan Menara Babel, sebuah bangunan fiktif yang menyebabkan bahasa manusia menjadi berbeda-beda, yang mana atas perintahnya tersebut membuat Namrud memiliki reputasi sebagai raja yang membangkang terhadap Tuhan.
Sampai saat ini, Namrud belum dapat ditemukan di dalam catatan-catatan sejarah selain dari Kitab-Kitab Samawi. Para sejarawan juga telah gagal menyocokkan dirinya dengan tokoh-tokoh yang secara sejarah telah dibuktikan keberadaannya.
Beberapa reruntuhan di Timur Tengah telah dinamakan menurut namanya.[2]
Etimologi
Kata Nimrod (Namrudz) dalam bahasa Ibrani berasal dari kata “marad” yang artinya sendiri merupakan kata jamak yang memiliki arti “Dia membangkang".
Catatan Al-Kitab pertama yang menyebut nama Namrud adalah di dalam Tabel Bangsa-Bangsa.[3] Dia dideskripsikan sebagai anak dari Kush, cucu dari Ham, dan cicit dari Nabi Nuh. Ia juga disebutkan sebagai "seseorang yang perkasa di Bumi" dan "pemburu yang perkasa di mata Tuhan". Hal ini diulangi di Kitab 1 Tawarikh. "Tanah Namrud" digunakan sebagai sinonim atas Assyria atau Mesopotamia, di dalam Kitab Mikha 5:6:
Mereka akan menghancurkan Assyria dengan pedang dan Tanah Namrud di muka pintu gerbangnya. Ia akan menyelamatkan kita dari orang-orang Assyiria apabila mereka masuk ke negeri kita dan apabila mereka menyeberangi perbatasan kita.
Kitab Kejadian mengatakan bahwa "awal mula dari kerajaannya" (reshit mamlakhto) adalah kota-kota "Babel, Uruk, Akkad dan Kalne di tanah Shinar" (Mesopotamia) (Kejadian 10:10)— hal ini dimengerti secara berbeda-beda, antara lain apakah dia yang mendirikan kota-kota tersebut, atau hanya memerintah kota-kota tersebut, atau keduanya. Dikarenakan ambiguitas pada teks bahasa asli ibrani-nya, tidaklah jelas apakah Namrud atau Asyur yang kemudian mendirikan Nineveh, Resen, Rehoboth-Ir dan Calah (kedua penafsiran ditemukan di berbagai versi terjemahan Alkitab). Sir Walter Raleigh devoted several pages in his History of the World (1614) to reciting past scholarship regarding the question of whether it had been Nimrod or Ashur who built the cities in Assyria
Sir Walter Raleigh mencurahkan beberapa halaman pada bukunya yang berjudul History of the World (1614) untuk menceritakan bagaimana pemahaman para filolog mengenai permasalahan apakah Nimrod atau Ashur yang membangun kota-kota di Assyiria.[4]
Silsilah
Silsilah Namrud: Nuh - Ham - Kush - Namrud. Nama Namrud disebutkan terpisah dari anak-anak Kush yang lain.
Keturunan Ham ialah Kush, Misraim, Put dan Kanaan. Keturunan Kush ialah Seba, Hawila, Sabta, Raema dan Sabtekha; anak-anak Raema ialah Syeba dan Dedan.
Kush memperanakkan Namrud; dialah yang mula-mula sekali orang yang berkuasa di bumi; ia seorang pemburu yang gagah perkasa di hadapan TUHAN, sebab itu dikatakan orang: "Seperti Namrud, seorang pemburu yang gagah perkasa di hadapan TUHAN." Mula-mula kerajaannya terdiri dari Babel, Erekh, dan Akad, semuanya di tanah Sinear. Dari negeri itu ia pergi ke Asyur, lalu mendirikan Niniwe, Rehobot-Ir, Kalah dan Resen di antara Niniwe dan Kalah; itulah kota besar itu.
Keturunan Ham ialah Kush, Misraim, Put dan Kanaan. Keturunan Kush ialah Seba, Hawila, Sabta, Raema dan Sabtekha; keturunan Raema ialah Syeba dan Dedan.
Kush memperanakkan Namrud; dialah orang yang mula-mula sekali berkuasa di bumi.
Catatan Al-Quran
Namrudz adalah keturunan ke-5 dari Nuh. Silsilah lengkapnya adalah Namrudz bin Kanʻān bin Kush bin Ham bin Nuh.
Nabi Ibrahim berdakwah kepada Raja Namrud karena dia mengaku dirinya sebagai Tuhan.
Berikut ini kisahnya dalam Alquran:
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan. Ketika Ibrahim mengatakan, “Tuhanku adalah Yang menghidupkan dan mematikan,” orang itu berkata, “Saya dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari Timur, maka terbitkanlah dia dari Barat,” lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al Baqarah: 258)
Pada ayat di atas Namrud meminta Nabi Ibrahim‘alaihissalam menunjukkan bukti keberadaan Allah Ta’ala, maka Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berkata, “Tuhanku adalah yang mampu menghidupkan dan mematikan,” yakni bukti keberadaan Allah Ta’ala adalah adanya sesuatu dan hilangnya sesuatu setelah adanya, karena sudah pasti setiap yang ada pasti ada yang mengadakannya, Dialah Allah Ta’ala Tuhan alam semesta.
Namrud pun menjawab, “Aku juga bisa menghidupkan dan mematikan”, maksud menghidupkan adalah dengan membiarkan hidup atau tidak jadi dibunuh orang yang harus dibunuh. Sedangkan maksudnya bisa mematikan adalah dengan membunuh seseorang.
Kata-kata ini sebenarnya dia ucapkan hanya untuk membantah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan untuk membenarkan dakwaannya “mengaku tuhan” padahal jawaban ini sangat lemah sekali.
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam kemudian mengatakan, “Sesungguhnya Allah yang menerbitkan matahari dari Timur maka terbitkanlah dari Barat!” Ketika itu patahlah argumentasi Namrud yang mengaku sebagai Tuhan.