Museum Karo Lingga
Museum Karo Lingga adalah museum yang terletak 5 km di sebelah barat Kabanjahe, sekitar 1 km sebelum lokasi Perkampungan tradisional Lingga, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Museum ini didirikan atas prakarsa G.H. Mantik, Pangkowilham Kodam II Bukit Barisan pada tahun 1977. Pada tanggal 6 Juni 1989 museum ini resmi dibuka dan dikelola oleh Yayasan Museum Karo Lingga.[1] SejarahMuseum Karo Lingga berdiri di desa Budaya Lingga yang disebut juga sebagai lokasi Immemoria Nirwana Graha Aidilla. Aidilla merupakan suatu keadaan dan pemandangan yang menarik dalam kehidupan di desa, aktivitas kegiatan sehari-hari ataupun kegiatan seni tradisi dan budaya didukung oleh ornamen-ornamen yang ada sebagai penghias desanya. Di Desa Lingga terdapat banyak peninggalan-peninggalan budaya Karo yang hampir punah sebelum Museum Karo Lingga didirikan, contohnya rumah adat Karo yang diperkirakan berumur 250 tahun. Bentuk arsitektur museum ini adalah bentuk arsitektur tradisional Karo (rumah adat karo). Bahan bangunannya sudah lebih modern, atapnya terbuat dari seng, dan pada bagian teras (ture) menunjukkan ciri khas suku Suku Karo.[2] Pada tahun 1979, G.H. Mantik mengadakan kunjungan kerja di desa Lingga dan ia terkesan dengan tradisi leluhur karo yang tetap terpelihara. Dalam perjalanan berkeliling desa Lingga, ia tergelincir dan itu merupakan suatu hal yang tabu bagi masyarakat Karo. Pada saat tergelincir, jiwanya dianggap lengah oleh rasa terkejut dan harus diadakan suatu upacara ritual untuk mengembalikan itu. Didirikanlah sebuah rumah adat di desa yang disebut rumah Tersek atas dasar musyawarah masyarakat dan tetua adat. Namun karena kesibukan beliau, rumah tersebut disebut tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Pada tahun 1989 seorang tokoh adat di desa Lingga, Acih Ginting memprakarsai dan meminta persetujuan G.H. Mantik agar rumah adat Tersek tersebut direnovasi untuk dijadikan sebuah Museum. Museum tersebut digunakan untuk menyimpan benda-benda seni kerajinan dan barang-barang peninggalan suku Karo yang selama ini terdapat didalam rumah adat di desa Lingga. Hal itu dilakukan untuk menghindari kepunahan, karena banyak benda-benda kerajinan tradisional Karo hilang bersamaan dengan runtuhnya rumah adat karena dimakan usia.[2] OrnamenBangunan museum ini menyerupai bangunan rumah adat tradisional masyarakat Karo. Ornamen rumah tradisionalnya berhubungan dengan lambang-lambang yang terkait dengan adat-istiadat yang diciptakan oleh nenek moyang suku Karo itu sendiri. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan peneliti di Desa Lingga, terdapat beberapa ornamen yang menghiasi bagian Museum Karo Lingga tersebut. Ornamen-ornamen tersebut seperti pengeret-ret, tapak raja Sulaiman, embun sikawiten, pakau-pakau, embun merkabun-kabun, mata-mata lembu, bindu matoguh,dan ampik-ampik alas. KoleksiTotal koleksi Museum Karo Lingga berjumlah 206 buah yang terdiri dari kain tenun, topeng, mata uang, peralatan dapur, peralatan pertanian, peralatan musik, peralatan berburu, peralatan upacara adat, dan peralatan pengobatan. Koleksi-koleksi tersebut menggambarkan berbagai perlengkapan hidup yang dulu sering dipakai orang Karo dalam kehidupan sehari-hari. Benda-benda koleksi tersebut diperoleh dari lingungan sekitar desa Lingga, seperti dibeli dari warga, disumbangkan, dan bahkan dititipkan oleh warga kepada pengelola Museum Karo Lingga.[3] Lihat pulaReferensi
|