Jabatan lowong Iqbal Samad Suhaeb menjadi penjabat wali kota
Pemilihan Umum Wali Kota Makassar 2018 (selanjutnya disebut Pilwako Makassar 2018 atau Pilwalkot Makassar 2018) akan dilaksanakan pada 27 Juni2018, mengikuti jadwal pilkada serentak gelombang ketiga oleh KPU untuk menentukan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar periode 2018–2023. Ini merupakan pemilihan kepada daerah ketiga di Makassar yang dilakukan secara langsung menggunakan sistem pencoblosan.
Pilwalkot Makassar 2018 hanya diikuti oleh satu pasangan calon wali kota dan wakil wali kota (calon tunggal), setelah pasangan calon petahana Mohammad Ramdhan Pomanto dan Indira Mulyasari didiskualifikasi oleh Mahkamah Agung.[1]
Jadwal
Pada Maret 2018, KPU menetapkan jumlah pemilih sementara sebanyak 862.731 orang yang tersebar di 15 kecamatan.[2] Para pemilih akan menggunakan hak suara di 2.765 TPS. Anggaran sebesar Rp60 miliar (USD 4,35 juta) dikeluarkan untuk menyelenggarakan pilkada. Rp16,4 miliar di antaranya berasal dari APBD 2017 dan sisanya dari APBD 2018.[3] Pendaftaran calon partai dibuka tanggal 8 sampai 10 Januari 2018, sedangkan pendaftaran calon independen dibuka tanggal 22 sampai 26 November 2017.[4] Periode kampanye dimulai tanggal 15 Februari dan berakhir tanggal 24 Juni, lalu masa tenang kampanye selama tiga hari. Pemungutan suara dilakukan tanggal 27 Juni.[5] Pemilihan umum ini mengikuti sistem pemenang terbanyak (first past the post).[6]
Para calon mendapat nomor urut pada tanggal 13 Februari 2018.[7]
Munafri Arifuddin, anggota Golkar[8] dan keponakan Jusuf Kalla,[9] didukung oleh 10 partai.[10] Sebagai CEO klub sepak bola PSM Makassar, ia berjanji akan tetap memimpin klub apabila terpilih.[11] Pasangan Arifuddin, Rachmatika Dewi, adalah wakil ketua DPRD dan ketua Nasdem di Makassar.[12]
Meski partai politik pendukungnya sedikit, Mohammad Ramdhan Pomanto mendaftar ke KPU sebagai calon independen setelah mendapat 117.492 fotokopi KTP; syarat maju sebagai calon independen adalah mendapat ~65.000 fotokopi KTP.[13]Demokrat adalah satu-satunya partai di DPRD yang mendukungnya. Partai-partai lain sempat mendukung Pomanto, tetapi membatalkannya kemudian.[14] Pasangannya, Indira Mulyasari, adalah wakil ketua DPRD, tetapi ia mundur untuk mengikuti pilkada ini.[15]
Pada Februari, pasangan Munafri-Dewi menggugat KPU untuk membatalkan pencalonan Pomanto atas alasan Pomanto membagi-bagikan telepon pintar saat menjabat sebagai wali kota.[16] Tanggal 21 Maret, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Sulawesi Selatan memerintahkan KPU membatalkan pencalonan Pomanto.[17] KPU kemudian membawa kasus ini ke Mahkamah Agung[18] yang juga memperkuat keputusan PTTUN. Pomanto menyatakan bahwa ia akan memperjuangkan kasusnya secara hukum.[19] Namun, KPU memutuskan untuk mendiskualifikasi Pomanto dalam rapat tertutup[20] sehingga pemilu ini diikuti oleh calon tunggal. Arifuddin masih perlu memenangkan mayoritas suara (pemilih bisa memilih kolom kosong) atau pemilu akan diulang tahun 2020.[21]
Setelah hasil diumumkan, tim kampanye Munafri-Dewi mengajukan gugatan hukum ke Mahkamah Konstitusi dan mengklaim "ada kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif". Mereka menuduh Pomanto mencampuri pemilu dan menuntut kolom kosong dibatalkan.[25] Pada tanggal 10 Agustus, MK memutuskan menolak gugatan tersebut dan "memenangkan" kolom kosong untuk pertama kalinya dalam sejarah pilkada Indonesia.[26][27]