Kansai Electric Power Company
![]() Kansai Electric Power Company, Inc (Jepang: 関西電力株式会社 , Kansai Denryoku kabushiki gaisha, KEPCO), atau biasa dikenal sebagai Kanden (関電 ), adalah sebuah perusahaan ketenagalistrikan yang beroperasi di wilayah Kansai, Jepang (termasuk megalopolis Keihanshin). Wilayah Kansai adalah wilayah industri terbesar kedua di Jepang, dan normalnya bergantung pada listrik yang dibangkitkan oleh PLTN. Sebelum bencana nuklir Fukushima, sebanyak 11 unit reaktor nuklir, di utara Osaka dan Kyoto, memasok hampir separuh dari total kebutuhan listrik di wilayah tersebut. Namun, pada bulan Januari 2012, hanya satu dari 11 unit reaktor nuklir tersebut yang masih beroperasi.[1] Pada bulan Maret 2012, reaktor nuklir terakhir tersebut juga dikeluarkan dari sistem tenaga listrik. Pembangkit listrikKansai Electric Power Company memiliki 164 unit pembangkit listrik dengan total kapasitas terpasang sebesar 35.760 MW. PLTN
PLTU
PLTA
InsidenInsiden Mihama 2004Pada tanggal 9 Agustus 2004, KEPCO memberitakan bahwa lima orang pegawainya tewas akibat semburan uap di gedung turbin di PLTN Mihama di Prefektur Fukui. Menurut KEPCO, semburan tersebut diakibatkan oleh kelalaian dalam melakukan pemeriksaan keselamatan, tetapi tidak ada kebocoran bahan radioaktif. 2006Pada tanggal 22 Maret 2006, terjadi kebakaran di fasilitas insinerasi limbah di PLTN Ōi. Dua orang pegawai pun dilarikan ke rumah sakit, karena menghirup asap. Tidak ada kebocoran bahan radioaktif.[2] Skandal korupsiEiji Moriyama, mantan wakil wali kota Takahama, adalah perantara utama antara KEPCO dan perusahaan di Takahama. Setidaknya sejak tahun 1987, Moriyama menjadi perantara dalam menyalurkan uang tunai dan hadiah kepada pegawai KEPCO dengan imbalan berupa suap dan kontrak kepada perusahaan yang bergerak di bidang lahan yasan dan konstruksi.[3] Indikasi terawal dari korupsi tersebut muncul dalam sebuah laporan dari otoritas pajak, terkait pendapatan yang tidak dilaporkan dari "lahan kosong".[4][5] Pada tahun 2011, KEPCO diberitakan menjual besi tua ke sebuah perusahaan lokal di bawah harga pasaran.[6] Pada tahun 2012, diungkapkan bahwa seorang anggota dari dewan kota Takahama, Fukui, Tomio Yamamoto, yang juga menjabat sebagai presiden dari perusahaan lahan yasan OHC Fukui, telah menerima lebih dari 100 juta yen dari salah satu anak usaha KEPCO atas penyewaan sebuah pabrik kosong selama empat tahun mulai tahun 2006 hingga 2010. Biaya sewa tersebut pun hampir dua kali lipat dari biaya sewa normal. Penyewaan tersebut ternyata merupakan imbal balik atas promosi untuk tenaga nuklir. Pada bulan September 2010, Akio Awano, wakil ketua dewan kota Takahama, mengusulkan reaktivasi reaktor nuklir. Yamamoto dan dua orang anggota dewan kota lain pun menyetujui usulan tersebut sebelum usulan tersebut disampaikan di dewan kota.[7] Pada tahun 2014, Kementerian Perekonomian, Perdagangan, dan Perindustrian menyebut KEPCO menerapkan pembatasan perdagangan (社宅) dalam pembelian peralatan transmisi listrik. Setelah ditinjau, sebanyak 240 orang pegawai ditemukan terlibat dalam manipulasi harga, sehingga perusahaan ini kemudian memberhentikan empat orang wakil presiden dan empat orang petingginya.[8] Secara keseluruhan, ditemukan lebih dari 380 kasus, di mana uang dan hadiah ditukar dengan kontrak untuk perusahaan yang berhubungan dengan Moriyama, termasuk pembayaran kepada anggota dewan direksi dan presiden perusahaan. Sebagai respon terhadap temuan tersebut, Chairman KEPCO, Makoto Yagi, pun mengundurkan diri pada tahun 2019, sementara Presiden KEPCO, Shigeki Iwane, mengundurkan diri pada tahun 2020.[3] Takashi Morimoto, yang sebelumnya menjabat sebagai wakil presiden eksekutif, pun diangkat menjadi presiden.[9] Penolakan terhadap ketergantungan pada tenaga nuklirPada bulan Agustus 2011, masyarakat Prefektur Shiga mengajukan tuntutan di Pengadilan Distrik Otsu untuk mencegah reaktivasi terhadap tujuh unit reaktor nuklir yang dioperasikan oleh KEPCO di Prefektur Fukui.[10] Pada tanggal 27 Februari 2012, tiga kota di Kansai, yakni Kyoto, Osaka, dan Kobe, bersama-sama meminta KEPCO untuk menghapus ketergantungannya pada tenaga nuklir. Pada sebuah surat untuk KEPCO, mereka juga meminta KEPCO untuk mengungkapkan informasi terkait permintaan dan pasokan listrik, serta untuk menurunkan dan menstabilkan harga listrik. Tiga kota tersebut memang memegang sejumlah saham KEPCO, dengan Osaka memegang 9% saham, Kobe memegang 3% saham, dan Kyoto memegang 0,45% saham. Wali kota Osaka, Toru Hashimoto, kemudian berencana mengajukan proposal untuk mengurangi ketergantungan KEPCO terhadap tenaga nuklir pada RUPS yang akan digelar pada bulan Juni 2012.[11] Pada tanggal 18 Maret 2012, pemerintah kota Osaka juga mengumumkan bahwa mereka akan mengusulkan sejumlah perubahan terhadap KEPCO pada RUPS pada bulan Juni 2012, yakni:
Usulan tersebut pun mendapat dukungan dari dua kota lain, yakni Kyoto dan Kobe, tetapi usul tersebut masih harus mendapat persetujuan dari pemegang saham KEPCO yang lain.[12] Pada sebuah rapat yang digelar pada tanggal 10 April 2012 oleh "dewan strategi energi", yang dibentuk oleh pemerintah kota Osaka dan pemerintah prefektur, menjadi jelas bahwa pada akhir tahun fiskal 2011, sebanyak 69 orang pegawai KEPCO adalah mantan pegawai negeri sipil, antara lain:
Selain itu, menjadi jelas bahwa KEPCO telah melakukan sekitar 600 donasi keuangan dengan total nilai sekitar 1,695 miliar yen, yakni:
Selama rapat tersebut, sebanyak 8 syarat juga diminta untuk dipenuhi oleh KEPCO sebelum mereaktivasi reaktor No.3 dan No.4 di PLTN Oi, yakni:
Pada tanggal 14 September 2013, satu hari sebelum reaktor No. 4 di PLTN Oi dijadwalkan ditutup untuk inspeksi rutin, sebanyak 9.000 orang berkumpul di Taman Kameido Chuo dan kemudian berjalan ke dekat Stasiun Kinshicho dan Tokyo Skytree untuk menyerukan penghentian terhadap ketergantungan Jepang pada tenaga nuklir.[14] Setelah reaktor di PLTN Oi ditutup, Jepang pun tanpa tenaga nuklir untuk ketiga kalinya dalam 40 tahun terakhir.[15] Performa bisnisSelama tahun fiskal 2011-2012, yang berakhir pada bulan Maret, KEPCO diperkirakan mengalami kerugian setidaknya sebesar 250 miliar yen, karena meningkatnya biaya bahan bakar untuk PLTU. Pada tahun fiskal 2009, KEPCO mencatatkan rugi bersih sebesar 8,7 miliar yen.[16] Referensi
Pranala luar
|
Portal di Ensiklopedia Dunia