Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan Pendidikan Layanan Khusus

Direktorat Jenderal
Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus,
dan Pendidikan Layanan Khusus
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah
Republik Indonesia
Gambaran umum
Dasar hukum
  • Peraturan Presiden Nomor 188 Tahun 2024[1]
  • Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 1 Tahun 2024[2]
Nomenklatur sebelumnya
Bidang tugasPendidikan kejuruan, Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, Pendidikan khusus, dan Pendidikan layanan khusus
Susunan organisasi
Direktur JenderalTatang Muttaqin, S.Sos., M.Ed., Ph.D.
Sekretaris Direktorat JenderalDr. Muhammad Hasbi, S.Sos., M.Pd.
Direktur Sekolah Menengah KejuruanDr. Arie Wibowo Khurniawan, S.Si., M.Ak. (Plt.)
Direktur Kursus dan PelatihanNahdiana, S.Pd., M.Pd.
Direktur Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan KhususSaryadi, S.T., M.B.A.
Direktur Pendidikan Nonformal dan Pendidikan InformalDr. Baharudin, S.Pd., M.Pd.
Kantor pusat
Jl. Jenderal Sudirman Gedung E Lantai III Senayan, Jakarta 10270
Situs web
vokasi.kemdikbud.go.id

Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan Pendidikan Layanan Khusus mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pendidikan vokasi, pendidikan khusus, dan pendidikan layanan khusus serta pelaksanaan fasilitasi penyelenggaraan pendidikan vokasi, pendidikan khusus, dan pendidikan layanan khusus.[1]

Untuk mendukung pelaksanaan tugasnya, direktorat jenderal ini juga memiliki tujuh B/BPPMPV yang tersebar di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi.

Fungsi

Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan Pendidikan Layanan Khusus menyelenggarakan fungsi:[1]

  1. perumusan kebijakan di bidang pendidikan kejuruan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan khusus, dan pendidikan layanan khusus;
  2. pelaksanaan kebijakan di bidang standar dan penjaminan mutu peserta didik, pembelajaran, sarana prasarana, tata kelola, dan penilaian pada pendidikan kejuruan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan khusus, dan pendidikan layanan khusus;
  3. pelaksanaan fasilitasi penyelenggaraan di bidang peserta didik, pembelajaran, sarana prasarana, tata kelola, dan penilaian pada pendidikan kejuruan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan khusus, dan pendidikan layanan khusus;
  4. pelaksanaan pengembangan sekolah unggulan berbasis sains, teknologi, teknik, dan matematika;
  5. penyusunan norma, prosedur, dan kriteria di bidang peserta didik, pembelajaran, sarana prasarana, tata kelola, dan penilaian pada pendidikan kejuruan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan khusus, dan pendidikan layanan khusus;
  6. penyusunan norma, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan kompetensi vokasional guru vokasi, pendidik vokasi lainnya, dan tenaga kependidikan vokasi pada pendidikan kejuruan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja;
  7. pelaksanaan fasilitasi di bidang pembinaan kompetensi vokasional guru vokasi, pendidik vokasi lainnya, dan tenaga kependidikan vokasi pada pendidikan kejuruan, dan pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja;
  8. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang peserta didik, pembelajararl, sarana prasarana, tata kelola, dan penilaian pada pendidikan kejuruan, dan pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, serta pendidikan khusus, dan pendidikan layanan khusus;

Susunan Organisasi

Susunan organisasi Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan Pendidikan Layanan Khusus terdiri atas:[2]

  1. Sekretariat Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan Pendidikan Layanan Khusus;
  2. Direktorat Sekolah Menengah Kejuruan;
  3. Direktorat Kursus dan Pelatihan;
  4. Direktorat Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus; dan
  5. Direktorat Pendidikan Nonformal dan Pendidikan Informal.

Daftar Direktur Jenderal

  1. Prof. Dr. Ir. Patdono Suwignjo, M.Eng.Sc., IPU. (Plt.) (2019 - 2020)
  2. Wikan Sakarinto, S.T., M.Sc., Ph.D. (8 Mei 2020 – 1 Juni 2022)
  3. Dr. Ir. Kiki Yuliati, M.Sc. (30 Juni 2022 - 31 Juli 2024)
  4. Tatang Muttaqin, S.Sos., M.Ed., Ph.D (1 Agustus 2024 - sekarang)

Sejarah

Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan Pendidikan Layanan Khusus dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 188 Tahun 2024 dan diatur lebih lanjut oleh Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 1 Tahun 2024. Struktur ini diubah menjadi 4 unit eselon 2, dengan tambahan 7 UPT. Sejarah dibagi menjadi 4 yakni:

Sekolah Menengah Kejuruan

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Indonesia memiliki sejarah panjang yang berakar sejak masa kolonial. Perkembangan pendidikan kejuruan di Indonesia dapat dirangkum sebagai berikut:

Masa Kolonial Belanda

1853: Pemerintah kolonial Belanda mendirikan Ambachts School van Soerabaia di Surabaya, yang merupakan sekolah pertukangan pertama di Indonesia. Sekolah ini ditujukan bagi anak-anak Indo dan Belanda yang bekerja pada siang hari.

1876: Didirikan Burger Avond School, sebuah sekolah pertukangan yang digabungkan dengan Hoogere Burgerschool (HBS). Pada tahun 1885, sekolah ini dipisahkan dari HBS, memperpanjang masa pendidikan menjadi empat tahun, dan memperluas mata pelajaran teknik. Kemudian, pada tahun 1912, sekolah ini berganti nama menjadi Koningin Emma School (KES).

1901: Didirikan Koningin Wilhelmina School (KWS) dengan masa pendidikan tiga tahun, yang kemudian diperpanjang menjadi empat tahun pada tahun 1913. Sekolah ini menawarkan jurusan seperti mesin, bangunan sipil, dan pertambangan. Pada tahun 1921, jurusan bangunan sipil dipecah menjadi bangunan sipil dan bangunan air, sementara jurusan mesin berkembang menjadi mesin khusus dan listrik pada tahun 1926.[3]

Masa Pendudukan Jepang

Selama pendudukan Jepang, banyak sekolah yang didirikan oleh Belanda mengalami perubahan. Nama Sekolah Teknik Menengah (STM) mulai digunakan, menggantikan nama sebelumnya, Middelbare Technische School. Contohnya adalah STM Ciroyom di Bandung yang menawarkan jurusan mesin, listrik, dan bangunan dengan masa pendidikan tiga tahun.[4]

Setelah Kemerdekaan

1970-an: Pemerintah Indonesia mulai memberikan perhatian lebih pada pendidikan kejuruan dengan mengarahkan kurikulum untuk mempersiapkan tenaga kerja siap pakai. Kurikulum pada era ini berfokus pada pengembangan keterampilan praktis dan meningkatkan jam praktik di sekolah. [5]

1997: Melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 036/0/1997, nama-nama sekolah kejuruan diseragamkan menjadi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), menggantikan istilah seperti STM, SMEA, dan lainnya.[4]

Perkembangan ini menunjukkan komitmen Indonesia dalam meningkatkan pendidikan kejuruan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja terampil dan siap pakai sesuai dengan perkembangan industri dan teknologi.

Kursus dan Pelatihan

Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) ini mulai berkembang seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan keterampilan praktis yang dapat menunjang kehidupan sehari-hari dan meningkatkan perekonomian. LKP didirikan untuk membantu masyarakat yang ingin mengembangkan potensi diri, baik dalam bidang keterampilan teknis maupun pengembangan usaha.[6]

Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus

Masa Penjajahan Belanda (1596-1942): Pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan sistem pendidikan Barat di Indonesia, termasuk mendirikan lembaga-lembaga pendidikan bagi anak-anak dengan disabilitas.

Setelah Kemerdekaan (1945): Setelah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, perhatian terhadap pendidikan bagi Anak berkebutuhan khusus (ABK) meningkat. Pasal 31 UUD 1945 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Berbagai Sekolah Luar Biasa (SLB) mulai didirikan di berbagai daerah di Indonesia.

Perkembangan Layanan Pendidikan Khusus: Menjelang tahun 1990-an, perhatian juga diberikan untuk membantu ABK yang berada di sekolah umum. Peran swasta juga signifikan dalam menyediakan layanan pendidikan bagi ABK. Pemerintah mengeluarkan peraturan ini sebagai pedoman penyelenggaraan pendidikan luar biasa, menegaskan bahwa setiap anak berhak mendapatkan pendidikan sesuai dengan jenis kelainan yang dimilikinya.[7]

Pendidikan Nonformal dan Pendidikan Informal

Pendidikan Nonformal

Masa Pra-Kolonial: Sebelum kedatangan penjajah, pendidikan di Indonesia berlangsung secara informal melalui keluarga dan komunitas. Pengetahuan dan keterampilan diwariskan secara turun-temurun tanpa sistem pendidikan formal.

Masa Kolonial Belanda: Pemerintah kolonial Belanda mulai memperkenalkan sistem pendidikan formal yang terbatas pada kalangan tertentu. Namun, kebutuhan akan tenaga kerja terampil mendorong didirikannya kursus-kursus pertukangan dan keterampilan lainnya bagi pribumi. Inisiatif ini menandai awal mula pendidikan nonformal di Indonesia. [8]

Masa Kemerdekaan hingga Reformasi: Setelah kemerdekaan, pemerintah Indonesia menyadari pentingnya pendidikan nonformal untuk meningkatkan keterampilan masyarakat. Berbagai program dan lembaga pendidikan nonformal didirikan untuk memberdayakan masyarakat yang tidak memiliki akses ke pendidikan formal.[9]

Pendidikan Informal

Pendidikan informal adalah proses pembelajaran yang berlangsung dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam keluarga. Pendidikan ini tidak terstruktur dan tidak memiliki kurikulum tertentu, namun berperan penting dalam pembentukan karakter, nilai, dan keterampilan dasar individu.[10]

Pranala luar

Referensi

 

Prefix: a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Portal di Ensiklopedia Dunia