Minuman berpemanis gula (SSB) adalah minuman apa pun yang ditambahkan gula.[1][2] Produk ini digambarkan sebagai "permen cair".[3] Konsumsi minuman berpemanis telah dikaitkan dengan kenaikan berat badan dan peningkatan risiko kematian akibat penyakit kardiovaskular.[4][5][6][7][8] Menurut CDC, konsumsi minuman berpemanis juga dikaitkan dengan perilaku tidak sehat seperti merokok, kurang tidur dan berolahraga, serta sering mengonsumsi makanan cepat saji dan kurang makan buah secara teratur.[1]
Minuman berpemanis buatan (artificially sweetened beverages atau ASB) didefinisikan sebagai minuman yang mengandung pemanis non-nutrisi dan dipasarkan sebagai pengganti minuman berpemanis.[9][10] Sama halnya dengan minuman berpemanis, minuman ini dikaitkan dengan kenaikan berat badan dan peningkatan risiko kematian akibat penyakit kardiovaskular.[7][8][9][11]
Implikasi kesehatan dari minuman berpemanis
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa ada korelasi yang signifikan antara peningkatan konsumsi minuman berpemanis dan kenaikan berat badan yang mengarah ke obesitas.[4][6] Ada juga hubungan antara konsumsi minuman berpemanis dan risiko kesehatan seperti penyakit jantung koroner dan diabetes.[12] Karena dampak negatif terhadap kesehatan akibat konsumsi minuman berpemanis yang berlebihan, pajak minuman berpemanis (pajak soda) telah direkomendasikan oleh Institute of Medicine pada tahun 2009.[5]
Beberapa negara telah mencoba mengurangi minuman berpemanis dalam upaya menurunkan asupan kalori cair. Meksiko memberlakukan pajak atas minuman berpemanis (SSB) pada tahun 2014.[13] Minuman yang tidak dikenai pajak meliputi minuman dengan NNS, susu tanpa tambahan gula, dan air putih.[13] Pemerintah negara lain juga aktif dalam membuat kebijakan tentang makan siang sekolah atau minuman yang ditawarkan di kantin sekolah. Aktivitas pemerintah pada akhirnya mencoba untuk memperlambat epidemi obesitas.[13]
^"Sugar-Sweetened Beverages". State of Rhode Island Department of Health (dalam bahasa Inggris). 2023. Diarsipkan dari versi asli tanggal December 16, 2023.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^ abFrank Hu Associate Professor of Nutrition and Epidemiology Harvard School of Public Health (20 February 2008). Obesity Epidemiology. Oxford University Press. hlm. 283–285. ISBN978-0-19-971847-4. Diakses tanggal 20 April 2013.
^ abNguyen M, Jarvis SE, Tinajero MG, Yu J, Chiavaroli L, Mejia SB, Khan TA, Tobias DK, Willett WC, Hu FB, Hanley AJ, Birken CS, Sievenpiper JL, Malik VS. (2023). "Sugar-sweetened beverage consumption and weight gain in children and adults: a systematic review and meta-analysis of prospective cohort studies and randomized controlled trials". The American Journal of Clinical Nutrition. 117 (1): 160–174. doi:10.1016/j.ajcnut.2022.11.008. PMID36789935Periksa nilai |pmid= (bantuan).Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^ abLi H, Liang H, Yang H, Zhang X, Ding X, Zhang R, et al. (April 2021). "Association between intake of sweetened beverages with all-cause and cause-specific mortality: a systematic review and meta-analysis". Journal of Public Health. 44 (3): 516–526. doi:10.1093/pubmed/fdab069. PMID33837431Periksa nilai |pmid= (bantuan).
^ abcBlecher, E (2015). "Taxes on tobacco, alcohol and sugar sweetened beverages: Linkages and lessons learned". Social Science and Medicine. 136–137: 175–179. doi:10.1016/j.socscimed.2015.05.022. PMID26005761.