Maulana Muhammad atau Pangeran Sedangrana merupakan Sultan Banten putra dari Maulana Yusuf, ia memerintah sebagai penguasa di Banten pada rentang waktu 1585-1596.
Kehidupan awal
Maulana Yusuf wafat di tahun 1585 dikarenakan suatu penyakit. Dikarenakan pangeran Muhammad masih berusia 9 tahun, maka para pembesar kerajaan diharuskan menunjuk seorang wali untuk menjalankan roda pemerintahan sampai sultan beranjak dewasa.[1] Pangeran Arya Jepara, paman dari Sultan Maulana Muhammad mengajukan usul kepada para pembesar Banten agar dirinya dijadikan wali penguasa Banten sampai Maulana Muhammad cukup umur untuk memegang pemerintahan, namun usul tersebut ditolak oleh para pembesar Banten yang menganggap bahwa pangeran Arya Jepara adalah orang luar Banten.
Masa pemerintahan
Para pembesar dengan dukungan para qadi Kesultanan Banten di tahun 1585 mengangkat Maulana Muhammad sebagai sultan Banten secara resmi, sementara menunggu usianya cukup untuk memegang pemerintahan, maka para qadi mengangkat empat tokoh menjadi wali sultan Banten dalam memerintah,[2] mereka diantaranya adalah Patih Jayanegara, Senapati Pontang, Ki Waduaji dan Ki Wijamanggala.[3] Penolakan para Qadi dan para pembesar Banten membuat Pangeran Arya Jepara memutuskan untuk menyerang Kesultanan Banten. Pangeran Arya Jepara bersama para pasukan dan Demang Laksamana dari Jepara berangkat menuju Banten melalui jalur laut, dalam pertempuran tersebut Demang Laksamana Jepara tewas dan membuat Pangeran Arya Jepara memutuskan untuk kembali ke Jepara.[2]
Hubungan luar negeri
Di tahun 1596 Danang Sutawijaya melakukan penaklukan wilayah timur pulau Jawa untuk memperkuat eksistensinya dan membantu Panembahan Ratu I membangun benteng Kutaraja di Cirebon, sejarawan Husein Djajadiningrat dalam penelitiannya berkaitan dengan Banten menemukan bahwa pada tahun yang sama, Mataram pernah mengirimkan 15.000 pasukannya untuk menyerang Banten dari laut namun gagal.[4] Selama masa pemerintahan raja muda, Banten terus berkembang sebagai pusat perdagangan dimana pedagang menikmati kebebasan relatif dalam perdagangan. Lada tetap menjadi komoditas ekspor utama Banten. Namun, kekayaan Banten banyak dihasilkan dari pemungutan bea cukai untuk sejumlah besar pedagang dari pelabuhan-pelabuhan di Samudra Hindia dan Laut Tiongkok Selatan yang berbondong-bondong berdagang ke Banten. Masuknya para pedagang di atas memenuhi penerimaan pajak kas daerah Banten.
Ekspedisi Palembang
Merasa yakin akan kekayaan dan kekuatan armada tempurnya, raja Muhammad yang berusia 25 tahun di tahun 1596 melancarkan kampanye militer melawan Kerajaan Palembang atas saran dari Pangeran Mas, putra Arya Pangiri yang berambisi menjadi penguasa Palembang, dimana kampanye militer ini dilakukan baik oleh armada angkatan laut maupun oleh angkatan darat yang menyerbu melalui Sumatera bagian Selatan. Saat itu, Kerajaan Palembang masih merupakan negara bercorak Hindu-Buddha, sisa-sisa vasal Majapahit di luar negeri (mancanegara), yang dianggap oleh Banten muslim sebagai negara pagan. Terinspirasi oleh kakeknya yang termasyhur Hasanuddin dan ayahnya yang gagah berani Maulana Yusuf, yang telah menaklukkan Kerajaan Sunda, Muhammad sangat ingin menemukan ketenarannya sendiri dengan memperluas wilayah kekuasaannya. Pada tahun 1596 pengepungan Palembang dimulai, dan ketika kemenangan sudah tampak dalam genggamannya, sebuah tragedi tiba-tiba terjadi ketika sebuah peluru meriam menghantam dan membunuh raja di atas kapalnya ketika dia sedang berlayar di Sungai Musi di tepi kota. Dengan kematian mendadak raja muda, kebijakan ekspansionis Banten hancur, karena pasukannya mundur dan berlayar pulang. Setelah kematiannya, Maulana Muhammad mendapatkan gelar Panembahan Banten Seda Ing Palembang atau Sedang Ranapati karena ia wafat dalam pertempuran laut di Palembang.[5][6]
Rujukan