Ketika teraktivasi, mastosit secara cepat melepaskan granula terkarakterisasi, kaya histamin dan heparin, bersama dengan berbagai mediator hormonal, dan kemokina, atau kemotaktik sitokina ke lingkungan. Histamin memperbesar pembuluh darah, menyebabkan munculnya gejala peradangan, dan melibatkan neutrofil dan makrofaga.
Mastosit pertama kali ditemukan dan dijabarkan oleh Paul Ehrlich dalam tesis doktoral pada tahun 1878 dengan sudut pemikiran dari bentuk yang berupa granula dan sifat noda yang dapat ditimbulkan sel ini. Pemikiran ini yang menyebabkan Paul Ehrlich dengan keliru mempercayai bahwa mastosit berfungsi untuk memberikan nutrisi kepada jaringan yang ada di sekitarnya, sehingga mastosit diberikan nama Mastzelle dalam bahasa Jerman yang diambil dari bahasa Yunanimasto yang berarti, aku memberi makan.[2] Saat ini mastosit dianggap sebagai bagian dari sistem kekebalan.
Mastosit sangat mirip dengan granulosit basofil, salah satu golongan sel darah putih dan membuat banyak spekulasi bahwa mastosit dan basofil berasal dari jaringan yang sama, hingga bukti terkini menunjukkan bahwa kedua sel ini berasal dari sel prekursor yang berbeda di dalam sumsum tulang, tetapi masih mengandung molekulCD34 yang sama. Basofil meninggalkan sumsum tulang setelah dewasa sedangkan mastosit teredar dalam bentuk yang belum matang. Jaringan tempat mastosit menetap dan menjadi dewasa mungkin sekali akan menentukan perilaku sel tersebut.[1]
Hingga saat ini hanya dikenali dua jenis mastosit, yang berada pada jaringan penghantar, dan mastosit mukosa yang bereaksi terhadap sel T.[3]