Sebelum Masjid Kampus UGM dibangun, Masjid Mardliyyah yang terletak di barat Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi telah lebih dahulu berdiri pada tahun 1968 dengan nama formal "Masjid Kampus UGM".[3] Walau demikian, aktivitas keagamaan di dalam kampus UGM masih dipusatkan di Gelanggang Mahasiswa UGM. Rektor UGM 1986–1990 Koesnadi Hardjasoemantri kemudian menggagas pendirian masjid ini.[4]
Masjid Kampus UGM pertama kali dibangun pada bulan Mei 1997 di bekas komplek pemakaman Tionghoa.[4] Pembangunan masjid ini dikerjakan seluruhnya oleh mahasiswa Teknik Arsitektur UGM dan untuk menyelesaikan pembangunannya menghabiskan dana sebesar Rp 9,5 miliar. Kemudian masjid ini digunakan untuk pertama kalinya pada tanggal 4 Desember 1999,[1] menjelang dies natalis UGM ke-50.
Bangunan
Arsitektur Masjid Kampus UGM merupakan perpaduan dari gaya arsitektur Masjid Nabawi, kebudayaan Tionghoa, India dan Jawa. Di halamannya terdapat kolam yang serupa dengan yang terdapat pada bangunan Taj Mahal.[1]
Di sudut timur laut terdapat sebuah menara berwarna kuning, yang menjadi salah satu ikon masjid ini. Menurut PT Rahayu Trade & Contractor yang turut membangun menara ini, tinggi menara ini ialah 70 meter,[5] meski secara populer banyak yang menyebut tinggi menara ini mencapai 99 meter.[6][7] Menara ini baru dibangun pada pertengahan dekade 2010-an dan selesai tahun 2018.
Terdapat beberapa instansi yang menempati kompleks masjid, seperti Rumah Zakat, Infak, dan Shodaqoh UGM, Jama'ah Shalahuddin, dan Bank Muamalat yang membuka kantor cabang di kompleks tersebut.[8]
Kontroversi
Pada tahun 2019, takmir Masjid Kampus UGM berencana menyelenggarakan kuliah umum pada tanggal 12 Oktober[9] dengan mengundang Ustaz Abdul Somad dan akademisi FEB UGM Prof. Indra Bastian. Pemilihan Ustaz Abdul Somad, yang kemudian menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, disebabkan takmir masjid menilai ia mempunyai pemahaman ilmu agama dan luar ilmu agama, selain karena keinginan sejak lama.[10] Rektorat UGM sempat meminta kuliah umum tersebut dibatalkan[11] dengan berbagai alasan, seperti "menjaga keselarasan kegiatan akademik dan kegiatan non akademik dengan jati diri UGM"[12] hingga adanya "tekanan dari luar" dan "penolakan" dari gubernur DIY kala itu Sri Sultan Hamengkubuwana X.[9] Namun pihak panitia menolak pembatalannya karena acara tersebut adalah "kajian yang bersifat akademik".[9] Ketua takmir saat itu Mashuri Maschab meminta rektorat UGM mengirimkan surat pembatalan kepada Ustaz Abdul Somad[12] dan ditembuskan pada takmir[9] atau acara akan tetap dilanjutkan. Pada akhirnya, pada tanggal 11 Oktober takmir membatalkan kuliah umum tersebut.[13]
Akses
Masjid Kampus UGM dapat ditempuh menggunakan Trans Jogja rute 4A dan 4B melalui halte Lembah UGM. Di samping itu, masjid ini dapat dijangkau dengan bus kampus Trans Gadjah Mada melalui halte Fakultas Psikologi (rute 1A) dan Masjid Kampus (rute 1B).[14]
^"Masjid Kampus UGM (@masjidkampusugm)". 11 Oktober 2019. Diakses tanggal 1 Oktober 2022. Diberitahukan kepada peminat Kajian Profetik dan Jama’ah yang ingin menghadiri Diskusi “Integrasi Islam dengan IPTEK: Fondasi Kemajuan Indonesia” bersama Ustadz Abdul Somad, Lc., M.A. dan Prof. Indra Bastian, MBA, Ph.D. pada hari Sabtu 12 Oktober 2019 pukul 12.45 - 14.30 WIB terpaksa tidak bisa dilaksanakan...