Masjid Al-Imam Koto Baru merupakan salah satu masjid tertua di Kabupaten Pesisir Selatan.[1][2] Masjid ini tepatnya beralamat di Kampung Balai Kamis, Nagari Kambang, Kecamatan Lengayang, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat, Indonesia.[3] Masjid Al-Imam didirikan pada tahun 1924 bersamaan dengan lahir dan berkembangnya Nagari Kambang.[4]
Pemerintah Indonesia telah menetapkannya sebagai bangunan cagar budaya yang tercatat dalam Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya.[4]
Sejarah
Kementerian Agama Republik Indonesia mencatat bahwa pembangunan masjid ini mulai dilakukan pada tahun 1924. Pengerjaannya berlangsung sekitar dua tahun atau selesai pada tahun 1926.[5] Sementara perencanaanya sudah dimulai sejak tahun 1921 dan peletakan batu pertamanya pada 1922.[6]
Pembangunan masjid ini digagas oleh Rajo Adat Nagari atau Pimpinan Kepala Nagari Kambang, Oemar Sutan Bagindo Rajo Bukit yang saat itu menjabat sebagai Pimpinan Adat (sama dengan KAN saat ini) di Nagari Kambang.[5]
Bangunan
Masjid ini dibangun satu lantai dengan luas keseluruhan bangunan 306 meter persegi. Dibangun di atas tanah wakaf seluas 1.200 meter persegi.[5] Masjid ini dibangun empat persegi yang memiliki ciri khas dengan tiang yang sangat banyak, baik di dalam maupun di luar masjid.
Di ruang utama, di sebelah barat masjid terdapat mihrab. Di sisi kiri dan kanan mihrab terdapat dua bangunan dengan ukuran yang sama yang menyerupai selasar. Ruangan di bagian kiri seolah-olah menjadi lorong karena tertutup oleh bangunan tambahan berupa bangunan tempat wudhu.[7]
Terdapat sembilan tiang penyangga dengan delapan tiang berukuran sama dan satu tiang di bagian tengah yang berukuran agak besar.[6][7] Setiap tiang berbentuk segi delapan di bagian tengah, dan segi empat di bagian bawah dan atas.[6] Setiap tiangnya dilapisi papan kayu yang membentuk menyerupai tiang itu. Di bagian saf depan terdapat 14 tiang berjejer dengan ukuran yang sama. Sebanyak 50 tiang di luar ruangan utama.[6][7]
Masjid ini memilik lantai yang dilapisi keramik dengan tiga warna dan motif yang berbeda dengan corak khas kolonial Belanda. Di bagian tengah dilapisi keramik dengan warna biru, di bagian belakang bewarna hitam, dan bagian depan berwarna bagian depan berwarna cokelat.[7]
Terdapat tiga buah kubah di Masjid ini dengan satu kubah besar di bagian tengah.[5] Atapnya timpang tindih bertingkat lima.[4]
Falsafah
Setiap elemen pada bangunan memiliki nilai falsafah tersendiri bagi masyarakat Nagari Kambang. Hal ini didasari pada sejarah dan proses pembangunannya.[5] Atap tumpang lima melambangkan lima buah masjid adat di Kenagarian Kambang.
Sembilan tiang utama masjid melambangkan jumlah koto (kampung) yang ada pada waktu itu, sebanyak 14 buah tiang yang berjejer di bagian depan melambangkan 14 penghulu yang berasal dari empat suku, yaitu suku Kampai Tangah, Panai, Tigolareh, dan Melayu, sedangkan 50 buah tiang lainnya melambangkan jumlah gelar ninik mamak di Nagari Kambang pada waktu itu.[1][4][5][6][7]
Rujukan