Mas Aboekassan Atmodirono (18 Maret 1860 – 23 Juli 1920) adalah seorang arsitek asal Jawa Tengah pada masa pemerintahan Hindia Timur Belanda.[1]
Masa kecil
Mas Aboekassan Atmodirono lahir pada tanggal 18 Maret 1860 di Purworejo, Jawa Tengah dari sebuah keluarga jaksa. Dia menghabiskan masa kecilnya di Kabupaten Wonosobo.
Pendidikan
Atmodirono menempuh pendidikan dasarnya di Europeesch Lagere School. Setelah lulus, dia masuk sekolah teknik Koningin Wilhelmina School di Batavia.
Pada tahun 1898, Atmodirono mengikuti ujian arsitek di Pekerjaan Umum di Semarang. Setelah lulus, dia diangkat sebagai seorang arsitek di Dinas Pengairan dan Pekerjaan Umum Negeri di mana dia bekerja di tempat tersebut selama 19 tahun. Saat menjabat sebagai anggota Dewan Kotapraja Semarang, dia memberikan perhatian terhadap sistem drainase kota tersebut. Atmodirono tercatat sebagai anggota perhimpunan teknik bangunan Vereeniging van Bouwkundigen in Nederlandsch-Indie (VvBNI).
Atmodirono merancang bangunan Societeit Sasana Soeka di Surakarta atas permintaan Pangeran Surakarta Mangkunegara VII, yang di mana mereka berdua adalah sama-sama pengurus di Budi Utomo.[2] Bangunan yang dibangun sebagai tempat hiburan rakyat tersebut akhirnya diresmikan pada 31 Juni 1918.[3][4]
Karier pendidikan
Atmodirono merupakan anggota Yayasan Kartini (Bahasa Belanda: Kartini Vereeniging) di Semarang yang bergerak di bidang pendidikan untuk perempuan. Dia juga aktif mendirikan sebuah sekolah teknik di kota tersebut. Pada tahun 1913, dia mengajar ilmu teknik di sekolah teknik Koningin Wilhelmina School yang bertempat di gedung Meer Uitgebreid Lager Onderwijs.
Karier politik
Di bidang politik, Atmodirono juga merupakan anggota Budi Utomo. Pada kongres Budi Utomo pertama di Yogyakarta pada 3-5 Oktober 1908, dia termasuk dalam calon ketua, walau tidak berhasil terpilih menjadi kursi nomor satu. Pada 14 Agustus 1911, Atmodirono mendirikan organisasi Mangoen Hardjo di Semarang di mana dia menjabat sebagai ketua pengurus besarnya. Dia juga menjadi sekretaris organisasi Sedyo Moeljo pada tahun 1913.
Pada tahun 1918, Atmodirono terpilih sebagai salah satu dari 10 anggota dari kalangan penduduk asli untuk Volksraad (Bahasa Indonesia: Dewan Rakyat). Dalam satu kesempatan berpidato, dia memberikan perhatiannya pada kemajuan rakyat, terutama masyarakat Jawa. Dia juga berjanji untuk tidak akan menggunakan jabatannya untuk ongkang-ongkang atau berterusan untuk debat kusir, tapi untuk memajukan masyarakat kecil di Jawa dengan kesungguhan hati.
Kematian
Sejak April 1920, Atmodirono mulai sakit-sakitan. Sejak saat itu, dia tidak bisa lagi menghadiri sesi pra-tahunan Volksraad di Batavia dan pertemuan kota di Semarang. Pada 23 Juli 1920, Atmodirono meninggal dunia di rumahnya di Semarang. Dia kemudian dimakamkan di Pemakaman Bergota, Semarang. Penghormatan terakhir diberikan kepada Atmodirono oleh mantan atasannya yang menjadi kepala urusan pelabuhan Valkenburg, wali kota, asisten residen, bupati Semarang dan bupati sekitarnya, pejabat BOW Semarang dan sekitarnya, anggota dewan utama Boedi Utomo, Mangoen Hardjo dan organisasi lainnya, termasuk perwakilan Pengadilan Solo.
Penghargaan
Atmodirono meraih penghargaan Orde van Oranje Nassau pada tahun 1912.
Warisan
Sepeninggal Atmodirono, pemerintah kota Semarang mengabadikan namanya menjadi nama salah satu jalan di pusat kota tersebut dengan nama Atmodironoweg (Bahasa Indonesia: Jalan Atmodirono).[5]