Suku asli yang mendiami kabupaten Mamasa ialah suku Toraja. Komunitas suku Toraja sudah tersebar di seluruh kecamatan di kabupaten Mamasa dan juga sebagian terdapat di kabupaten Banggai, provinsi Sulawesi Tengah. Mamasa masih merupakan bagian dari sub-suku Toraja, sehingga adat-istiadat dan budaya, berkerabat dengan suku Toraja. Selain itu bahasa Mamasa juga mirip dengan bahasa Toraja. Sehingga Mamasa sering juga disebut sebagai suku Toraja Mamasa. Namun, meskipun orang Mamasa mengaku masih berdarah Toraja, tapi mereka cenderung lebih suka menyebut diri mereka sebagai To Mamasa. Selain itu masyarakat Mamasa memiliki upacara adat seperti upacara adat orang Toraja.[2]
Agama
Sebagian Orang Mamasa masih mempraktikkan tradisi dari agama tradisional leluhur mereka, yang disebut "Ada' Mappurondo" atau "Aluk Tomatua". Tradisi ini tetap terpelihara dan terus terwariskan ke generasi berikutnya. Tradisi dari Ada 'Mappurondo ini dilaksanakan terutama setelah panen padi berakhir, sebagai ucapan syukur atas hasil panen mereka. Ada satu tradisi dari agama tradisionl suku Mamasa, yang unik dan mungkin tidak ada di daerah lain, aitu tradisi penguburan orang yang telah mati, tapi dengan membuat sang jenazah berjalan dengan sendirinya menuju kuburan yang telah disiapkan. Mereka percaya bahwa semua mayat dari sebuah keluarga atau kerabat akan berada di tempat yang sama dalam kehidupan sesudahnya.[2]
Meskipun masih dipengaruhi kepercayaan leluhur, kini masyarakat di Mamasa telah memeluk agama yang diakui di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, mayoritas penduduk kecamatan Mamasa memeluk agama Kekristenan yakni 91,02%, dimana pemeluk agama Protestan 88,89% dan Katolik 2,13%. Kemudian penduduk yang memeluk agama Islam sebanyak 8,88%, Hindu 0,02% dan lainnya 0,08%.[3]