Malean Sampi adalah tradisi balapan sapi yang dilakukan oleh masyarakat Lombok, Nusa Tenggara Barat, Indonesia.[1] Dalam bahasa Sasak, Malean Sampi terdiri dari dua suku kata, yakni Malean yang artinya mengejar dan sampi yang artinya sapi.[1] Malean Sampi mengedepankan kemampuan mengendalikan sapi yang dilengkapi dengan gau, ayuga, samet, dan serumpungan atau kerotok.[1] Malean Sampi diadakan di sebidang tanah sawah dengan panjang sekitar 200 meter dengan kondisi terendam air.[1] Pasangan sapi yang akan dilombakan, dihias terlebih dahulu.[2] Sapi yang telah dihias, digiring dengan Gamelan Kamput, Batek Baris Lingsar, Tawak-tawak dan sebagainya.[2] Malean Sampi diselenggarakan oleh peternak dan petani.[2] Waktu penyelenggaraannya saat permulaan musim tanam, karena waktu itu, sawah masih kosong dan berair.[1] Acara Malean Sampi biasanya dipadati oleh banyak penonton, termasuk wisatawan asing.[1] Setiap tahun, Malean Sampi dilaksanakan sebagai wujud membayar kaul atas keberhasilan panen padi dan palawija.[3] Malean Sampi adalah simbol religius kehidupan masyarakat Lombok.[3]
Sejarah
Malean Sampi telah ada sejak masa pemerintahan Hindia Belanda sekitar abad ke-18 dan juga saat pemerintahan Jepang.[3] Saat pemerintahan Jepang, Malean Sampi terus digelar, ada bendera Jepang pada serumpungan atau kerotok sapi yang dipertandingkan.[3] Malean Sampi masih dipertahankan hingga sekarang terutama di Narmada, Lombok Barat.[2]
Referensi