Limbah industri pangan
Untuk mengatasi masalah limbah makanan, perlu ada teknologi berkelanjutan dimulai dari tahap reduksi, pemakaian ulang, daur ulang, dan pemulihan. Reduksi dilakukan dengan cara mengubah limbah menjadi bahan lain yang lebih baik kualitasnya; Pemakaian ulang dilakukan di dalam pabrik yang bersangkutan maupun dilakukan oleh pabrik lain; proses daur ulang dilakukan dengan cara mengubah limbah menjadi produk yang mempunyai nlai jual dan nilai tambah; serta pemulihan untuk mendaur ulang air dan minyak/lemak.[1] Penanganan limbah dalam konteks ini lebih bersifat mengobati daripada mencegah, dan hal ini merupakan serangkaian kegiatan yang terdiri dari pengurangan limbah atau reduksi; pengumpulan dan penyimpanan sementara limbah untuk kemudian diangkut dan dibawa ke tempat pembuangan limbah; pemanfaatan limbah yang dapat berupa daur ulang atau pemakaian kembali; perlakuan penanganan limbah.[2] Penanganan limbah padatPenanganan secara fisikaPengayakanPengayakan berfungsi untuk menghilangkan partikel besar yang menyumbat aliran limbah jika dilakukan perlakuan penanganan selanjutnya. Jenis ayakan yang sering dipakai dalam industri adalah ayakan bergetar, terutama industri yang bahan bakunya adalah buah dan sayur.[3] SedimentasiProses sedimentasi dilakukan dalam suatu kolam atau baskom yang dirancang agar aliran limbah bersifat perpetual.[4] Sedimentasi merupakan proses pemisahan antara padatan dan cairan limbah secara gravitasi yang seringkali dapat terjadi karena proses alamiah tanpa bantuan bahan kimia. Metode pemisahan ini banyak dipakai untuk menangani limbah di pabrik gula, pengolahan daging, dan pengolahan ikan.[5] FlotasiFlotasi merupakan proses pemisahan bahan tersuspensi dengan cairan encer berdasarkan perbedaan spesifik gravitasi. Metode ini menggunakan gelembung udara untuk menarik partikel padat mengapung menuju permukaan cairan. Dalam industri pangan, pemisahan metode ini banyak dipakai untuk menghilangkan protein terlarut pada kedelai.[5] KristalisasiKristalisasi adalah pembentukkan partikel padat pada fase homogen. Cara ini merupakan cara yang efektif untuk mendapatkan substansi murni yang berasal dari suatu campuran, dan cara ini banyak dipakai untuk memurnikan bahan organik dan anorganik.[5] SentrifugasiSentrifugasi adalah cara yang dipakai untuk memisahkan bahan tersuspensi dengan menaikkan gaya gravitasinya. Cara ini banyak diterapkan pada indstri pembuatan minyak ikan.[5] Penanganan secara kimiaPengendapanPengendapan merupakan proses perubahan bahan terlarut menjadi bahan yang tidak larut dengan penambahan bahan kimia ke dalam suatu medium cairan.[5] FlokulasiFlokulasi merupakan pelarutan dari suspensi partikel yang terdapat pada limbah. Proses flokulasi bergantung pada laju aliran, kedalaman kolam atau baskom, konsentrasi patikel, dan ukuran partikel.[4] Penanganan limbah cairLimbah cair yang dikeluarkan dari pabrik makanan berwarna keruh karena mengandung konsentrasi tinggi dari kebutuhan oksigen hayati; kadar minyak dan lemak; padatan tersuspensi; dan juga bahan kimia seperti nitrogen dan fosfor.[6] Industri pangan yang menghasilkan limbah air adalah misalnya industri pengolahan gula tebu, pembuatan tepung singkong, dan fermentasi alkohol yang menggunakan molase/sirup gula. Perlakuan secara anaerobik cocok diterapkan pada penanganan limbah cair.[6] Pada kondisi yang anaerobik atau kadar oksigen sedikit, bakteri mampu mengurai limbah. Kedalaman kolam anaerobik antara 15-20 kaki, dengan lama pemrosesan limbah antara 2-20 hari. Pada industri pengolahan kentang, kebutuhan oksigen kimiawi dikurangi sebanyak 75-80%.[3] Limbah cair dapat didaur ulang setelah perlakuan penanganan limbah yang dilakukan di kolam oksidasi atau kolam stabilisasi untuk irigasi pertanian.[6] Oksigen dihasilkan dari populasi alga atau ganggang.[7] Parameter kualitas airBeberapa parameter yang dipakai untuk menentuan standar kualitas air adalah sebagai berikut: Oksigen terlarutSaat limbah bercampur dengan air, maka mikroorganisme akan menguraikan limbah tersebut menjadi karbon dioksida. Oksigen terlarut dalam air dibutuhkan selama proses penguraian tersebut. Laju dari kebutuhan oksigen terlarut berpengaruh terhadap konsentrasi limbah. Semakin tinggi konsentrasi limbah, maka mikroorganisme pengurai semakin aktif; dan kebutuhan oksigen pun semakin tinggi; sebaliknya, semakin rendah konsentrasi limbah, semakin rendah pula laju deoksigenasi.[8] SuhuSuhu sangat berpengaruh baik terhadap kelarutan oksigen maupun aktivitas mikroorganisme. Oleh karena itu, alat pendingin sangat dibutuhkan dalam perlakuan penanganan limbah.[3] Kebutuhan oksigenKebutuhan oksigen adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses degradasi agar mikroorganisme pengurai bekerja dengan baik. Kebutuhan oksigen hayatiKebutuhan oksigen hayati terdiri dari dua bentuk yaitu padatan dan zat terlarut. Pada penanganan limbah buah dan sayur, kebutuhan oksigen hayati yang terlarut lebih dari 85% dari total kebutuhan oksigen hayati. Kebutuhan oksigen kimiawiKekuatan dari limbah seringkali diukur dengan uji kebutuhan oksigen kimiawi berdasarkan reaksi kimia antara unsur-unsur dalam limbah cair dengan reagen yang dipakai dalam uji kebutuhan oksigen kimiawi tersebut. Banyak dari unsur-unsur limbah cair yang tidak tergedradasi secara biologi, namun dapat teroksidasi secara kimia, sehingga nilai kebutuhan oksigen kimiawi lebih besar daripada nilai kebutuhan oksigen hayati. Satuan dari kebutuhan oksigen kimiawiadalah miligram/liter. Kebutuhan oksigen total dan karbon organik totalSejumlah contoh atau sampel dari limbah diambil untuk dilakukan proses pembakaran pada tungku api. Kebutuhan oksigen total merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan selama proses pembakaran; sedangkan jumlah karbon organik merupakan jumlah karbon yang dihasilkan selama pembakaran berlangsung.[8] Padatan tersuspensiPadatan tersuspensi pada limbah dipertimbangkan sebagai parameter karena beberapa hal di bawah ini
Aliran limbahMenghitung laju aliran secara tepat adalah hal penting untuk menentukan beban hidrolik dan menghitung beban organik dari limbah kotor.[8] Pemanfaatan limbah industri panganPemanfaatan limbah pangan sangat berpengaruh terhadap pengurangan limbah itu sendiri dan membuka peluang baru serta keuntungan dalam suatu sistem produksi makanan.[9] Limbah dari umbi-umbianBubur kentang sebagai sisa dari kentang yang diparut setelah proses ekstraksi pati dapat digunakan sebagai sumber pektin dalam kondisi alkali/basa; dan juga dapat dipakai untuk menggantikan serat kayu dalam pembuatan kertas untuk kemasan pangan; dan sebagai substrat untuk ragi dan pembuatan vitamin B12.[9] Kulit singkong digunakan sebagai substrat untuk produksi enzim seperti selulase, alpha-amilase, glukoamilase, dan xylanase.[9] Limbah dari sayur dan buahLimbah dari buah dan sayur dapat dimanfaatkan untuk tujuan fortifikasi pangan dengan mengolah limbah menjadi zat seperti polifenol, serat pangan, minyak esensial, pigmen, enzim, dan asam organik. Limbah dari buah jeruk dan nanas pun dapat dimanfaatkan sebagai makanan hewan, dan dapat pula dimanfaatkan untuk pembuatan sirup gula.[9] Limbah perikananLimbah yang dihasilkan dari industri perikanan dan kelautan bersumber dari industri hulu yang dimulai dari penangkapan ikan hingga didistribusikan ke pasar ikan; industri antara yang mengolah ikan menjadi suatu produk pangan; hingga sampai ke industri hilir yang meliputi pengepakan, penyimpanan produk, dan distribusi ke tangan konsumen. Limbah cair yang berasal dari industri perikanan tangkap maupun industri budidaya berasal dari pemakaian minyak yang menghasilkan hidrokarbon untuk digunakan pada unit mesin penggerak yang memanfaatkan tenaga pembangkit listrik. Jika digunakan dalam jumlah yang besar, maka akan membahayakan kehidupan di laut. Sementara itu, limbah yang berasal dari industri pengolahan ikan pada umumnya merupakan bahan organik yang mudah terurai, dan tidak terlalu membahayakan lingkungan jika terdapat dalam jumlah yang banyak.[10] Air limbah dari industri pengolahan dan budidaya ikan jika diproses dengan baik, maka akan dapat dipakai sebagai pupuk organik cair di sektor pertanian; kulit dan tulang ikan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan bahan penstabil makanan; jeroan ikan pun dapat dimanfaatkan oleh sektor peternakan sebagai makanan sapi, domba, dan unggas.[10] Kutipan
Referensi
Pranala luar |