Per fess Kuning dan Biru, di kemuncak kubah masjid Putih, batu alasnya abu-abu/warna alam, di bagian bawah cerana kuning, gagangnya ditumpuk sebuah gong dan keris siginjai per pale, dan muncul dari gelombang air, semua warna alam.
Motto
sepucuk Jambi sembilan lurah hitam di atas pita kuning.
Lambang Jambi yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 1969 berbentuk perisai segi lima yang di dalamnya terdapat gambar masjid, keris, gong, dan bertuliskan sepucuk Jambi sembilan lurah.
Arti Lambang
Bidang dasar persegi lima melambangkan jiwa dan semangat Pancasila rakyat Jambi.
Enam lubang di masjid dan satu keris serta fondasi masjid dua susun batu diatas lima dan dibawah tujuh melambangkan berdirinya daerah Jambi sebagai daerah otonom yang berhak mengatur rumahtangganya sendiri pada tanggal 6 Januari 1957.
Sebuah masjid melambangkan keyakinan dan ketaatan rakyat Jambi dalam beragama.
Keris Siginjai merupakan keris pusaka yang melambangkan kepahlawanan rakyat Jambi menentang penjajahan menggambarkan bulan berdirinya Provinsi Jambi pada bulan Januari.
Cerana yang pakai kain penutup persegi sembilan melambangkan keikhlasan yang bersumber pada keagungan Tuhan menjiwai hati nurani.
Gong melambangkan jiwa demokrasi yang tersimpul dalam pepatah adat "Bulat air dek pembuluh, bulat kato dek mufakat".
Empat garis melambangkan sejarah rakyat Jambi dari kerajaan Melayu Jambi hingga menjadi Provinsi Jambi.
Tulisan yang bertuliskan sepucuk Jambi sembilan lurah didalam satu pita yang bergulung tiga dan kedua belah ujungnya bersegi dua melambangkan kebesaran kesatuan wilayah geografis 9 DAS dan lingkup wilayah adat dari Jambi.
Motto daerah
Di bawah lambang tertulis motto daerah Sepucuk Jambi sembilan lurah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 1969.[1] Semboyan ini diambil dari naskah Undang-Undang Piagam Pencacahan Kisah Negeri Jambi yang ditulis oleh Ngebi Sutho Dilago Priyayi Rajo Sari pada 1937.