Pencak silat |
---|
|
Juga dikenal sebagai | Kuntau Palembang |
---|
Fokus | Memukul Pergumulan |
---|
Negara asal | Indonesia |
---|
Praktisi terkenal | Kemas Andi Syarifudin |
---|
Olahraga olimpik | (tidak ada Pencak silat olympic) |
---|
Kuntau Samaniyyah[1] merupakan seni bela diri tradisional khas daerah Palembang dan Sumatera Selatan. Seni bela diri tradisional ini diperkirakan sudah ada sejak zaman Kesultanan Palembang Darussalam. Pada masa penjajahan, mereka yang memiliki keahlian Kuntau dipersenjatai dengan besi bercabang, pisau bermata dua, dan balok untuk melawan masyarakat melawan musuh yang hendak menindas dan merebut wilayah yang mereka diami. Dengan menguasai seni bela diri Kuntau ini diharapkan selain dapat meningkatkan perilaku rajin dalam beribadah, juga dapat mengendalikan nafsu serta amarahnya.
Seni bela diri tradisional Kuntau Samaniyyah diyakini dapat membantu seseorang untuk selalu rendah hati, tidak sombong, dan mampu memanfaatkannya. Meski hanya dipelajari dalam beberapa bulan, seni bela diri tradisional Kuntau tidak dikenal dapat menjatuhkan lawan, tetapi juga dapat mematikan lawannya, meskipun hanya serangan terhadap lawan yang dilakukan dalam keadaan gelap tanpa bantuan cahaya.
Gerakan-gerakan seni bela diri tradisional Kuntau Samaniyyah dianggap unik, bukan hanya sekedar keindahan gerakan-gerakan semata, tetapi disesuaikan dengan jalan alam dan sangat dahsyat serta bertenaga. Dengan adanya kemampuan masyarakat Palembang menguasai seni bela diri tradisional Kuntau, Kesultanan Palembang bersama masyarakat mampu mengangkat senjata melawan tantangan. Mereka tidak takut walaupun memiliki senjata yang lebih lengkap dan modern.
Menurut K. Anwar Beck, seniman Palembang, seni bela diri tradisional Kuntau ini dibawakan oleh para imigran yang datang dari Tiongkok dan berprofesi antara lain sebagai pedagang, buruh, dan profesi lainnya. Mereka datang ke Palembang di saat berkuasanya Kesultanan Palembang Darussalam. Ada juga yang berpendapat bahwa seni bela diri tradisional Kuntau Samaniyyah awalnya dibawa ke Asia oleh para wali atau ulama besar dari Timur Tengah.
Secara harfiah seni bela diri tradisional Kuntau berasal dari kata kûn-thâu ( bahasa Hokkien ) yang berarti “jalan kepalan,” atau lebih tepatnya diterjemahkan sebagai “pertempuran seni,” yaitu seni bela diri yang diciptakan oleh komunitas Tionghoa di Asia Tenggara , khususnya di daerah Kepulauan Melayu . Ada juga yang menganggap Kuntau berasal dari kutipan “Kun” yang memiliki arti “Jadi” dan “Tau” yang memiliki arti mengelola. Adapun ciri khas pakaian yang digunakan untuk berlatih seni bela diri tradisional Kuntau adalah dengan memakai pakaian serba hitam mulai dari baju, celana panjang sampai ikat kepala, kemudian setelah sampai di Sumatera Selatan atau Palembang pada khususnya oleh Sultan Palembang, pakaian yang dipakai untuk atraksi Kuntau Samaniyyah dirubah dengan memakai pakaian Baju Teluk Belango atau Baju (Aesan) Paksangko, Tanjak atau Songkok Hitam khas melayu dan Kain Rumpak yang berasal dari Songket Palembang. Sedangkan Samaniyyah berasal dari nama Thariqat Samaniyyah yang diamalkan oleh Sultan Palembang.
Seni bela diri tradisional Kuntau lainnya yang terkenal di wilayah Sumatera Selatan di antaranya Kuntau Sebalik yang berasal dari desa Sebalik, Tanjung Lago, Banyuasin; Kuntau Pisau Due yang berasal dari Suku Semende. Di Empat Lawang, seni bela diri tradisional Kuntau merupakan ilmu bela diri yang menjadikan salah satu budaya dalam mempererat tali persaudaraan, membela dan menjaga diri dari serangan musuh.
Rujukan
- ^ Sejarah Kuntau Palembang di majalah1000guru.net