Kuil Esymun
Kuil Esymun (bahasa Fenisia: 𐤁𐤕 𐤀𐤔𐤌𐤍, translit. bt ʾsymn; bahasa Arab: معبد أشمون, translit. maybad 'asymun) adalah tempat ibadah yang dipersembahkan untuk Dewa Esymun, dewa penyembuhan bangsa Fenisia. Kuil ini terletak di Sungai Awali, 2 kilometer (1,2 mi) timur laut Sidon di Lebanon bagian barat daya.[2] SejarahDaerah sekitar kuil Esymun pernah ditempati selama lebih dari satu milenium, pada abad ke-7 SM hingga ke-8 M, menunjukkan bahwa daerah ini pernah menjadi bagian dari kota Sidon di dekatnya. Meskipun awalnya dibangun oleh raja Sidon bernama Eshmunazar II pada era Akhemeniyah (k. 529–333 SM) untuk merayakan pemulihan kekayaan dan status kota, kawasan kuil ini diperluas secara besar-besaran oleh Bodashtart, Yatan-milk, dan penguasa-penguasa selanjutnya. Kawasan kuil ini silih berganti dikuasai oleh pihak-pihak asing, sehingga bangunan-bangunan di kawasan kuil ini dipengaruhi oleh gaya arsitektur non-Fenisia.[3][4] Kuil ini terdiri dari sebuah lapangan terbuka dan lapangan besar dibatasi oleh dinding teras gamping besar yang mendukung podium peringatan yang pernah di atasnya oleh pualam gaya Yunani-Persia. Tempat suci ini memiliki serangkaian bak adat pencucian diri yang dialiri oleh kanal-kanal yang menyalurkan air dari sungai Asklepios (kini disebut Sungai Awali) dan dari mata air suci "Ydll";[nb 1] pemasangan ini digunakan untuk tujuan terapeutik dan pemurnian yang menjadi ciri pemujaan kepada Eshmun. Kawasan kuil ini terdapat banyak artefak, terutama prasasti-prasasti yang bertuliskan abjad Fenisia, seperti Prasasti Bodashtart dan Prasasti Esymun, yang memberikan wawasan berharga tentang sejarah kawasan kuil ini dan sejarah kota Sidon kuno.[5] Kuil Eshmun diperbaiki selama masa Kekaisaran Romawi awal dengan jalan barisan tiang, tetapi menurun setelah gempa bumi dan terlupakan karena Kekristenan menggantikan kepercayaan setempat dan balok-balok gamping yang besar digunakan untuk membangun struktur selanjutnya. Kawasan kuil ini ditemukan kembali pada tahun 1900 oleh pemburu harta karun setempat yang membangkitkan rasa ingin tahu para cendekiawan internasional. Maurice Dunand, seorang arkeolog berkebangsaan Prancis, menggali kawasan kuil ini secara menyeluruh dari tahun 1963 hingga awal Perang Saudara Lebanon pada tahun 1975. Setelah berakhirnya permusuhan dan mundurnya Israel dari Lebanon Selatan, kawasan kuil ini dilindungi dan dimasukkan ke dalam daftar pengajuan Situs Warisan Dunia.[6] Catatan
Referensi
|