Kota Tambolaka, Sumba Barat Daya
Sejarah SingkatTambolaka merupakan ibu kota Kabupaten Sumba Barat Daya yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Sumba Barat sehingga memiliki cerita sejarah yang saling berkaitan. Dahulu, Paraingu atau kampung besar merupakan sistem pemerintahan tradisional Sumba.[3] Seiring dengan bertambahnya jumlah orang-orang dari luar yang merupakan nenek moyang datang ke Pulau Sumba, lalu mereka membentuk bermacam kelompok kekeluargaan besar atau klan yang didasarkan pada kesamaan asal usul dan Marapu yang disembah. Kelompok ini disebut dengan nama kabihu.[3] Beberapa kabihu ada yang bergabung dengan wilayah lain yang membangun negeri sendiri yang tetap diatur dengan hukum dan cara yang berlaku pada waktu itu.[3] Hingga kedatangan bangsa Belanda yang mengubah sistem Paraingu menjadi sistem kerajaan yang bertujuan untuk menguasai wilayah Sumba.[3] DemografiJumlah penduduk kecamatan Kota Tambolaka tahun 2021 berjumlah 36.590 jiwa. Kecamatan ini memiliki 152 Rukun Tetangga (RT) dan 76 Rukun Warga (RW), 40 dusun, yang terbagi ke dalam 8 desa dan 2 kelurahan. Penduduk asli Kabupaten Sumba Barat Daya ialah suku Sumba, demikian juga yang ada di kota Tambolaka.[5] Selain itu ada juga suku pendatang lain dari sekitar provinsi Nusa Tenggara Timur, seperti suku Alor, suku Flores, dan juga pendatang seperti Jawa, Bugis, Bali, dan lainnya. Sementara itu, bahasa yang digunakan di kawasan itu selain bahasa Indonesia, penduduk lokal memakai bahasa Sumba dengan logat Ligar Kambera, logat yang umumnya dipakai di kabupaten Sumba Timur.[5] Berdasarkan data Badan Pusat Statistik kabupaten Sumba Timur 2020 mencatat bahwa masyarakat kecamatan Kota Waingapu mayoritas memeluk agama Kristen yakni 90,53%, dimana Katolik 71,41% dan Protestan 19,12%. Pemeluk agama Islam juga banyak dianut warga kota Tambolaka, yakni 9,08%, kemudian pemeluk kepercayaan Marapu masih dianut beberapa warga Sumba Barat Daya, demikian juga di Kota Tambolaka, yakni sebanyak 0,23%. Selebihnya merupakan pemeluk agama Hindu 0,14%, yang umumnya merupakan warga pendatang dari Bali, dan Budha 0,02%.[2] Referensi
|