Konstitusi Kuwait (bahasa Arab: الدستور الكويتي ad-distūr al-Kuwayti, pelafalan: [ɪddɪstuːr ɪlkweːti]) dirumuskan oleh Majelis Konstitusi pada tahun 1961–1962 dan ditandatangani pada tanggal 11 November 1962 oleh Amir Kuwait Sheikh Abdullah III Al-Salim Al-Sabah. Konstitusi ini menjadikan Kuwait sebagai sebuah negara dengan sistem monarki konstitusional dan menetapkan Islam sebagai agama negara.[1]
Konstitusi Kuwait dilandaskan pada asas-asas demokrasi dan memadukan aspek sistem presidensial dengan parlementer yang lazim ditemui di negara-negara demokrasi maju. Pilar konstitusi Kuwait meliputi kedaulatan negara, kebebasan publik, dan kesetaraan di mata hukum.[2]
Sejarah
Pada Juni 1961, setelah Kuwait meraih kemerdekaannya, Amir Abdullah as Salim mengumumkan bahwa ia akan menetapkan sebuah konstitusi untuk negara Kuwait.[1] Pada bulan Desember, pemilihan umum diadakan untuk memilih anggota Majelis Konstituante yang kemudian merumuskan sebuah konstitusi yang akhirnya disahkan pada 11 November 1962.
Penangguhan konstitusi tahun 1976 dan 1986
Konstitusi Kuwait pernah ditangguhkan penerapannya sebanyak dua kali, yaitu pada tahun 1976 dan 1986.[1][3]
Pada Agustus 1976, karena Majelis Nasional Kuwait terus menerus menentang kebijakannya, Amir Kuwait menangguhkan penerapan empat pasal konstitusi yang berkaitan dengan hak-hak sipil dan politik dan majelis itu sendiri.[1] Kemudian, pada tahun 1980, pasal-pasal konstitusi yang ditangguhkan tersebut diberlakukan kembali dan Majelis Nasional tak lagi dibekukan.
Pada tahun 1986, Konstitusi Kuwait kembali ditangguhkan, dan Majelis Nasional kembali dibekukan.[1] Seperti penangguhan sebelumnya, penangguhan ini memicu perlawanan rakyat, dan gerakan prodemokrasi 1989-90 mengambil nama "Gerakan Konstitusional" dan menuntut kembalinya kehidupan bertatanegara. Penentangan ini semakin menguat setelah Kuwait diduduki Irak yang mencabut semua hak konstitusional, dan setelah Kuwait kembali memperoleh kedaulatannya pada tahun 1991.
Referensi