Ketopong-ketopong yang memakai gading dari taring hewan babi-babian (Suidae) dikenal di Peradaban Mikenai sejak abad ke-17 SM (di beberapa makam corong di Mikenai) hingga abad ke-10 SM (Elateia, Yunani Tengah). Ketopong ini dibuat dengan menggunakan potongan taring babi-babian yang diikatkan pada alas kulit, dilapisi kain kempa, dalam barisan. Penjelasan tentang ketopong taring babi muncul di kitab kesepuluh Ilias oleh Homeros, saat Odisseus dipersenjatai untuk serangan malam melawan orang Troya.[1][2]
Meriones memberi Odisseus busur, tempat anak panah, dan pedang, dan mengenakan ketopong kulit yang dibuat dengan cerdik di kepalanya. Di bagian dalam ada lapisan yang kuat pada tali yang terjalin, di mana topi kempa telah dijahit. Bagian luarnya dihiasi dengan cerdik di sekelilingnya dengan deretan gading putih dari babi bergigi mengkilap, gading-gading itu mengalir ke arah bergantian di setiap baris.
Kepingan taring yang mungkin berasal dari ketopong semacam ini telah ditemukan di situs-situs Mikenai (contohnya di Dendra, kepingan ditemukan di samping zirah perunggu yang digali pada tahun 1960) dan sebuah lempengan taring, juga dari situs Mikenai, melambangkan ketopong semacam ini. Meskipun tidak memberikan perlindungan sebaik ketopong logam, kemungkinan dipakai oleh beberapa pemimpin sebagai simbol gelar, atau alat pengenal. Homeros menetapkan bahwa ketopong yang diberikan oleh Meriones ke Odisseus merupakan pusaka, diturunkan dari generasi ke generasi, sebuah perincian yang mungkin menunjukkan nilainya. Meskipun jumlah lempengan yang diperlukan untuk membuat seluruh ketopong beragam, dari 40 hingga 140 dapat diperlukan,[4] diperkirakan empat puluh hingga lima puluh babi-babian harus dibunuh untuk membuat hanya satu ketopong.[5]
^Nobuo Komita 1983, "The Grave Circles at Mycenae and the Early Indo-Europeans", Research reports of Ikutoku Technical University. Part A, Humanities and social science