Ketakutan menurut Islam

Ketakutan menurut Islam hanya boleh kepada Allah semata melalui tauhid tanpa ada selain-Nya. Salah satu kondisi yang akan menimbulkan ketakutan kepada Allah adalah muraqabah. Ketakutan kepada Allah menurut Islam akan mencegah manusia dari perbuatan maksiat. Muhammad sebagai nabi dalam Islam melarang seorang muslim dari membuat ketakutan muslim lainnya.

Sasaran

Manusia diajarkan ketakutan dan ketundukan hanya kepada Allah semata melalui tauhid.[1] Ajaran tauhid yang menyatakan bahwa hanya Allah yang berhak untuk disembah akan menghilangkan perasaan kesusahan pada diri manusia. Kondisi ini salah satunya membuat manusia tidak perlu takut kepada selain Allah.[2] Dalam Surah Al-Ahzab ayat 37, Allah lebih berhak ditakuti oleh seseorang dibandingkan dengan takut kepada manusia lainnya.[3] Penyempurnaan ketakutan seseorang kepada Allah tercapai melalui pengenalan nama-nama Allah yang baik dan sifat-sifat-Nya yang mulia berdasarkan kepada ayat-ayat Al-Qur'an.[4] Rasa takut untuk mendurhakai Allah salah satunya dapat dicapai melalui pengagungan kepada Allah melalui ayat-ayat kauniyah.[5]

Kondisi

Muraqabah

Muraqabah merupakan kondisi seorang mukmin yang selalu merasa diawasi oleh Allah. Perasaan diawasi membuat seorang mukmin memiliki kesadaran bahwa Allah selalu melihat perbuatannya sehingga setiap perbuatannya selalu terkendali. Pada kondisi muraqabah, seorang mukmin akan merasa takut dan malu untuk berbuat dosa meskipun tidak ada orang lain yang melihatnya berbuat dosa. Kondisi ini tercapai ketika rasa takut dan malu pada seorang mukmin lebih besar dibandingkan dengan rasa malunya kepada sesama manusia.[6]

Manfaat

Perasaan takut kepada Allah membuat manusia sebagai makhluk yang tercegah dari keinginan untuk berbuat maksiat. Kemuliaan Allah membuat manusia takut menerima kemarahan Allah apabila melakukan kemaksiatan.[4]

Larangan

Dalam sebuah hadis sahih yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ahmad bin Hanbal dari Abdurrahman bin Abi Laila, disebutkan bahwa Muhammad melarang seorang muslim untuk membuat terkejut atau ketakutan pada muslim lainnya.[7]

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ Bakhtiar 2018, hlm. 77.
  2. ^ Rohidin 2020, hlm. 80-81.
  3. ^ Al-Jauzi, Ibnu (Oktober 2015). Hizbullah, N., dan Utomo, P., ed. Shaidul Khatir: Cara Manusia Cerdas Menang dalam Hidup [Shaid al-Khatir]. Diterjemahkan oleh Rahman, Samson. Jakarta Timur: Maghfirah Pustaka. hlm. 3. ISBN 979-98464-4-7. 
  4. ^ a b Rohidin 2020, hlm. 43.
  5. ^ Rohidin 2020, hlm. 94-95.
  6. ^ Bakhtiar 2018, hlm. 81.
  7. ^ Al-Mishri, Mahmud (2011). Yasir, Muhammad, ed. Semua Ada Saatnya [Sa'atan Sa'atan]. Diterjemahkan oleh Somad, Abdul. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar. hlm. 21. ISBN 978-979-592-779-2. 

Daftar pustaka