Di Indonesia, kereta api pengangkut kertas dan bubur kertas (bahasa Inggris: pulp) merupakan proyek kereta api barang untuk pengangkutan kertas dan bubur kertas yang dioperasikan oleh PT Kereta Api Indonesia dan bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan kertas (pihak ketiga) yang mempergunakan jasa layanan KA barang tersebut.
PT KAI (dan pendahulunya) telah bekerja sama dengan PT Kertas Leces di Kabupaten Probolinggo dan PT Tanjung Enim Lestari (TEL) Pulp and Paper. Kini, satu-satunya layanan yang beroperasi sebagai kereta pengangkut kertas adalah kereta api pulp PT TEL di Sumatera Selatan dengan nama KA Nitahan.
Kereta api pengangkut kertas dan bubur kertas di Jawa
Kereta api pengangkut kertas dan bubur kertas di Jawa terutama bekerja sama dengan PT Kertas Leces, Kabupaten Probolinggo, yang ditarik oleh lokomotif BB305.
Kertas Leces adalah pabrik kertas tertua di Indonesia yang sudah ada sejak 1939. Produk-produk Kertas Leces menggunakan selulosa ampas tebu dan jerami sebagai bahan bakunya, tidak seperti pabrik kertas lainnya yang menggunakan batang pohon untuk bahan kertas. Untuk menunjang produksi, di pabrik tersebut dibangun jalur-jalur untuk lori pengangkut ampas tebu dan jerami dari stasiun Leces menuju pabrik.
Dahulu, pengangkutan ampas tebu dan jerami dari Pabrik Gula Semboro di Kecamatan Tanggul, Kabupaten Jember menuju kompleks pabrik PT Kertas Leces, menggunakan kereta api ini. Kemudian ampas tebu dan jerami ini dibawa ke pabrik menggunakan lori dan diproduksi menjadi kertas. Ketika Kertas Leces mengalami kesulitan keuangan, maka KA ini berhenti beroperasi mulai tahun 1998.[1]
Kereta api pengangkut kertas dan bubur kertas di Sumatra
Di Sumatra, kereta api pulp yang beroperasi hanyalah kereta api pulp TEL yang dioperasikan kerja sama antara PT KAI dengan PT TEL.
PT TEL bergerak di bidang produksi bubur kertas sebagai bahan baku pembuatan kertas dan tissue yang berlokasi di Sumatera Selatan ini memiliki gudang dan dermaga sendiri di Stasiun Tarahan. Untuk kelancaran pengiriman pulp dari pabriknya yang berada di Stasiun Niru, Muaraenim ke Tarahan untuk ekspor dan pemasaran di dalam negeri, maka pengangkutan dengan kereta api jauh lebih efisiensi.
PT TEL per tahunnya rata-rata produksi 420.000 ton (410.000 ton panjang; 460.000 ton pendek) bubur kertas yang berasal dari sekitar 2.400.000 meter kubik (85.000.000 cu ft) kayu gelondongan yang dipasok PT Musi Hutan Persada. PT TEL mengekspor sebanyak 85 persen pulp dan sebagian sisanya dipasarkan di dalam negeri, seperti Jakarta, Surabaya dan Semarang. Negara tujuan ekspor utama meliputi Asia Pasifik seperti: Jepang, Korea, Taiwan, Tiongkok, India, Bangladesh, dan Asia Selatan.[2]
Rangkaian
Frekuensi KA Nitahan adalah 2 kali dengan relasi Niru-Tarahan pergi-pulang (pp) per hari.
Namun dengan alasan adanya perbedaan alur penomoran KA dari arah Tanjung Karang dan Kertapati yang menyebabkan terjadinya persilangan KA sesama nomor ganjil/genap dengan arah berbeda, sehingga sangat berpotensi menyebabkan kebingungan PPKA stasiun pada jalur Simpang X5 - Stasiun Niru yang melayani perjalanan KA dari arah Tanjung Karang dan Kertapati. Sehingga sejak Gapeka 2015 ditetapkan penomoran parsial perjalanan KA Nitahan dengan perubahan ganjil ke genap atau sebaliknya terjadi di X6 sebagai berikut,[3] dan mulai Gapeka 2023, penomoran KA ini kembali berubah:
Jika dilihat sesuai rencana awal dari PT TEL, setiap satu rangkaian kereta api pulp ini selalu menggunakan dua lokomotif CC203 milik PT TEL sendiri yang kini ber-livery hijau yang khas, karena lokomotif CC203 yang dimiliki PT TEL sering kali diforsir pada awal pengoperasiannya, maka lokomotif tersebut sering terjadi kerusakan.
Karena CC203 kurang andal dalam menarik barang, sehingga harus selalu digunakan skema traksi ganda, selain itu setelah CC203 milik PT TEL sering mengalami gangguan, maka lokomotif CC202 dan CC204 secara bergantian berdinas kereta api pulp ini untuk membantu mengurangi frekuensi dinas yang dilakukan lokomotif CC203 sebelumnya. Selain itu karena lokomotif CC202 dan CC204 lebih handal dalam menarik barang, sehingga cukup digunakan traksi tunggal yang berarti lebih efisien dalam menggunakan bahan bakar. Namun sejak berlakunya Gapeka 2019, lokomotif CC204 resmi dijadikan penarik tetap KA ini, dikarenakan CC203 milik PT.TEL sudah tidak dioperasikan lagi. Sedangkan, lokomotif CC202 hanya menjadi cadangan saja.
Perjalanan KA Nitahan pada saat ini hanya menggunakan gerbong tertutup (GT) kapasitas 50 ton (49 ton panjang; 55 ton pendek) produksi PT INKA produksi tahun 2000, 2009 dan 2018 saja, dikarenakan kereta api ini kini tidak lagi mengangkut kayu gelondongan. Dahulu saat kereta api ini juga mengangkut kayu gelondongan, muatan kayu ditampung di gerbong terbuka (GB) "perahu" eks babaranjang, ataupun menggunakan gerbong datar (GD) 50 ton (49 ton panjang; 55 ton pendek) yang telah dimodifikasi oleh Balai Yasa Lahat (BY LT). Akan tetapi GB "perahu" saat ini telah dimutasi seluruhnya ke Depo Gerbong Simpang untuk dinasan KA Barapati.
Galeri
-
KA Nitahan semasa masih ditarik lokomotif CC203 "Buto Ijo"
-
KA Nitahan ditarik
CC 204 22, Juni 2014
-
KA TEL yang sedang berhenti di
Stasiun Tanjung Karang
-
KA Nitahan melintas di Stasiun Gedungratu, November 2020
Referensi