Kelirumologi adalah suatu mazhab atau paham mempelajari atau menelaah kekeliruan demi mencari kebenaran.
Sejarah
Kelirumologi pertama dicetuskan oleh Jaya Suprana,[1] pengusaha jamu asal Kota Semarang yang juga pendiri Museum Rekor Indonesia. Sebagai pemikir, Jaya kerapkali memperdalam berbagai literatur baik dari buku maupun media lainnya untuk mempelajari kekeliruan yang terlanjur dianggap benar di tengah masyarakat. Dari hasil olah pikirnya itu, Jaya menerbitkan buku berjudul Kaleidoskopi Kelirumologi. Buku tersebut mengajak pembaca agar lebih kritis terhadap semua hal yang dianggap benar padahal sebenarnya salah. Jadi, kelirumologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kekeliruan menyebutkan suatu kata atau kalimat yang sudah dianggap benar di tengah masyarakat.
Karena gagasannya, tokoh dengan segudang julukan ini (antara lain: pianis, kartunis, seminaris, humorolog, jamulog, kelirumolog), Jaya Suprana dikenal sebagai Bapak Kelirumologi.
Secara berkala, Jaya Suprana juga menuliskan artikel-artikel tentang kelirumologi di majalah bulanan Indonesia Intisari, setiap artikel membahas sebuah istilah yang salah kaprah. Kemudian rubrik Kelirumologi diterbitkan koran Sindo, majalah Tomato dan kini secara berkala setiap hari Jumat di Suara Pembaruan.
Asal kata
Jika diurai, 'kelirumologi' berasal dari kata 'keliru' yang artinya 'salah', dan 'logi (logos)' yang artinya 'ilmu'. Dua kata tersebut jika hendak digabungkan, maka seharusnya berbunyi kelirulogi, bukan 'kelirumologi'. Akan tetapi Jaya Suprana sengaja menyelipkan kata "mo" yang 'keliru ' tersebut untuk sekadar menegaskan, bahwa istilah baru yang diciptakannya memang untuk mengajak kita semua menjadi peka terhadap kekeliruan karena istilahnya sendiri juga keliru.
Kelirumologi dalam pemasaran
Beberapa pihak sangat diuntungkan oleh kelirumologi. Terutama produk-produk yang popularitasnya meningkat setelah kekeliruan ini terjadi dan masyarakat menjadikannya sebagai identitas suatu produk atau jasa dibanding mengingatnya sebagai merk. Misalnya produk Aqua atau Pentium.
Secara positif, kelirumologi penyebutan merk adalah keberhasilan upaya marketing yang salah satu tujuannya memengaruhi perilaku masyarakat terhadap kesenangan suatu produk.
Beberapa contoh kekeliruan istilah
Beberapa contoh di bawah ini adalah sebagian dari kesalahkaprahan penggunaan kata atau kalimat, dan penyebutan tidak semestinya yang kerap kali kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Bertambahnya temuan-temuan masih menjadi kemungkinan.
Absen
Absen berasal dari bahasa Inggris, absent yang artinya tidak hadir. Namun kenyataan dalam kehidupan sehari-hari membuktikan, penggunaan kata tersebut diartikan sebaliknya, menjadi hadir.
Di sekolah dan kantor-kantor baik swasta maupun pemerintah, istilah buku absen digunakan untuk memberi label buku daftar hadir. Begitu pula kartu absen, yakni kartu yang digunakan untuk mengetahui kehadiran seseorang.
Merujuk pada arti dalam bahasa Inggris tadi, kata absen untuk buku absen atau kartu absen perlu diganti dengan presency card atau kartu kehadiran, yang berasal dari bahasa Inggris, present yang artinya hadir, mempersembahkan. Jadi sebaiknya digunakan bahasa Indonesia, misalnya kartu kehadiran , buku daftar hadir atau bisa juga dengan buku presensi.
Pagelaran
Banyak orang menuliskan kata 'pagelaran' untuk padanan kata 'penyelenggaraan' atau 'pementasan'. Sejauh manakah kata tersebut dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya? Coba kita amati pola pembentukan kata berikut ini:
tani, bertani, petani, pertanian
silat, bersilat, pesilat, persilatan
dagang, berdagang, pedagang, perdagangan
mukim, bermukim, pemukim, permukiman
gelar, bergelar, penggelar, pergelaran
Merujuk pada pola pembentukan kata, maka seharusnya kata 'pagelaran' perlu diganti menjadi 'pergelaran'.
Keroncong
Kebanyakan orang sering menyamaratakan antara keroncong, langgam, dan stambul dengan sebutan keroncong. Padahal ketiganya berbeda satu sama lain. Di depan judul lagu biasanya tertulis singkatan Kr untuk keroncong, Lgm untuk langgam, dan Stb untuk stambul. Contoh Kr Bahana Pancasila, Lgm Kota Solo, atau Stb Baju Biru. Pembedaan istilah didasarkan pada bentuk bangunan lagunya. Kerancuan penyebutan dimungkinkan karena kesamaan irama, warna musik, dan jenis instrumen yang digunakan (gitar, cukulele, cak, flute, biola, bass, dan cello). Seperti sering kita jumpai, orang menyebut lagu langgam Bengawan Solo atau stambul Baju Biru dengan sebutan keroncong.
Coba amati perbedaan bentuk lagu dibawah ini (kode chord menggunakan huruf romawi I sampai VII):
- Keroncong asli memiliki bentuk lagu A - B - C. Dibawakan sebanyak dua kuplet utuh (dari atas). Berikut sepenggal alur lagu keroncong asli: | I,,, | I,,, | V,,, | dan seterusnya, seperti dalam lagu Kr Tanah Airku ciptaan Kelly Puspito.
- Bentuk lagu langgam ada dua versi. Yang pertama A - A - B - A dengan pengulangan dari bagian A kedua. Beda sedikit pada versi kedua, yakni pengulangannya langsung pada bagian B. Berikut sepenggal alur lagu langgam: | I,,, | IV, V, | I,,, | I,,, | dan seterusnya, seperti dalam lagu Lgm Bengawan Solo ciptaan Gesang.
- Stambul memiliki bentuk lagu A - A. Setelah interlude biasanya diulang dari bagian A ke dua. Berikut ini adalah sepenggal alur lau stambul: | I,,, | I,,, | IV,,, | dan seterusnya, seperti dalam lagu Stb Baju Biru.
Melihat begitu mencoloknya perbedaan antara ketiganya, maka penyebutan keroncong tidak serta-merta berdasar pada kesamaan irama saja, namun juga meneliti bentuk lagu (progresi chord).
Stres
Pada umumnya, orang sering mengatakan bahwa pengidap gangguan mental berat (gila) dengan istilah orang stress. Pada kenyataannya, setiap orang yang terkena tekanan mental adalah stres.
Lihat pula
Referensi
Pranala luar