Kebun Raya "Eka Karya" Bali atau kadang disebut Kebun Raya Bedugul adalah sebuah kebun botani terbesar di Indonesia[1] yang terletak di Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Bali berjarak sekitar 60 km dari Denpasar. Kebun ini merupakan kebun raya pertama yang didirikan oleh putra bangsa Indonesia.[2] Pengelolaannya dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan secara struktur organisasi berada di bawah pembinaan Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor. Kebun ini didirikan pada 15 Juli1959. Pada awalnya Kebun Raya Eka Karya Bali hanya diperuntukkan bagi tetumbuhan runjung. Seiring dengan perkembangan dan perubahan status serta luas kawasannya, kebun yang berada pada ketinggian 1.250–1.450 m dpl ini kini menjadi kawasan konservasi ex-situ bagi tumbuhan pegunungan tropika Kawasan Timur Indonesia. Luas kawasan Kebun Raya semula hanya 50 ha, tetapi saat ini luas kebun raya menjadi 157,5 ha.
Berawal dari gagasan Prof. Ir. Kusnoto Setyodiwiryo, Direktur Lembaga Pusat Penyelidikan Alam yang merangkap sebagai Kepala Kebun Raya Indonesia, dan I Made Taman, Kepala Lembaga Pelestarian dan Pengawetan Alam saat itu yang berkeinginan untuk mendirikan cabang Kebun Raya di luar Jawa, dalam hal ini Bali. Pendekatan kepada Pemda Bali dimulai tahun 1955, hingga akhirnya pada tahun 1958 pejabat yang berwenang di Bali secara resmi menawarkan kepada Lembaga Pusat Penyelidikan Alam untuk mendirikan Kebun Raya di Bali.
Berdasarkan kesepakatan lokasi Kebun Raya ditetapkan seluas 50 ha yang meliputi areal hutan reboisasi Candikuning serta berbatasan langsung dengan Cagar Alam Batukau. Tepat pada tanggal 15 Juli 1959 Kebun Raya “Eka Karya” Bali diresmikan oleh Prof. Ir. Kusnoto Setyodiwiryo, Direktur Lembaga Pusat Penyelidikan Alam sebagai realisasi SK Kepala Daerah Tingkat I Bali tanggal 19 Januari 1959 No. 19/E.3/2/4.
Nama “ Eka Karya ” untuk Kebun Raya Bali diusulkan oleh I Made Taman. “ Eka ” berarti Satu dan “ Karya ” berarti Hasil Kerja . Jadi “ Eka Karya ” dapat diartikan sebagai Kebun Raya pertama yang merupakan hasil kerja bangsa Indonesia sendiri setelah Indonesia merdeka. Kebun raya ini dikhususkan untuk mengoleksi Gymnospermae (tumbuhan berdaun jarum) dari seluruh dunia karena jenis-jenis ini dapat tumbuh dengan baik di dalam kebun raya. Koleksi pertama banyak didatangkan dari Kebun Raya Bogor dan Kebun Raya Cibodas, antara lain Araucaria bidwillii, Cupresus sempervirens dan Pinus masoniana . Jenis lainnya yang merupakan tumbuhan asli daerah ini antara lain Podocarpus imbricatus dan Casuarina junghuhniana.
Sejak resmi berdiri, perkembangan Kebun Raya “Eka Karya” Bali selalu mengalami pasang surut dengan silih bergantinya pengelolaan, yaitu antara Dinas Kehutanan Propinsi Bali dan Kebun Raya sendiri. Pengelolaan Kebun Raya sempat dua kali dititipkan pada Dinas Kehutanan Propinsi Bali, yaitu pada 15 Juli 1959 – 16 Mei 1964 dan setelah peristiwa G 30 S/PKI (1966 – 1975). Pengelolaan kebun secara langsung oleh staf kebun raya dilakukan juga selama 2 periode, yakni sejak 16 Mei 1964 – Desember 1965 dan 1 April 1975 hingga sekarang.
Sejak tahun 1964 hingga saat ini, Kebun Raya “Eka Karya” Bali telah mengalami 11 kali pergantian kepemimpinan dengan berbagai pembaharuan. Di bawah kepemimpinan I Gede Ranten, B.Sc. (1975 – 1977), luas kebun raya bertambah hingga 129,2 ha. Perluasannya diresmikan oleh Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia saat itu yaitu Prof. Dr. Ir. Tubagus Bachtiar Rifai pada tanggal 30 April 1976 yang ditandai dengan penanaman Chamae cyparis obtusa.
Di bawah kepemimpinan Ir. Mustaid Siregar, M.Si (2001 – 2008) luas kebun raya bertambah lagi menjadi 157,5 ha. Meski pada awal berdirinya ditujukan untuk konservasi tumbuhan berdaun jarum (Gymnospermae), kini Kebun Raya yang berada di ketinggian 1.250 – 1.450 m dpl dengan suhu berkisar antara 18 - 20 °C dan kelembaban 70 – 90% ini berkembang menjadi kawasan konservasi ex-situ tumbuhan pegunungan tropika kawasan timur Indonesia. Statusnya saat ini adalah Unit Pelaksana Teknis Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya “Eka Karya” Bali
Koleksi anggrek ditata dalam sebuah taman yang pembangunannya mulai dirintis di bawah kepemimpinan Drs. Sukendar (1979 - 1980). Areal yang kini memiliki luas 0,5 ha ini terbagi dalam dua wilayah. Taman Anggrek bagian bawah merupakan daerah terbuka sebagai tempat untuk koleksi anggrek silangan, sedangkan Taman Anggrek bagian atas merupakan tempat bagi anggrek liar yang merupakan prioritas koleksi karena besarnya manfaat dalam penelitian dan upaya pelestariannya. Koleksi anggrek ini berasal dari berbagai wilayah di Indonesia, khususnya Indonesia bagian timur, antara lain Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimantan dan Papua. Lebih dari 293 jenis anggrek telah menjadi koleksi Kebun Raya Bali.
Meski kebanyakan anggrek ini berbunga pada bulan Maret hingga Juni, namun pada bulan lainnya selalu ada saja anggrek yang berbunga. Dari banyak jenis anggrek yang telah dikoleksi, beberapa jenis sangat menarik perhatian seperti Vanda tricolor dengan bunganya yang berwarna putih dengan hiasan merah tua kecoklatan, Paphiopedilum javanicum yang merupakan salah satu jenis anggrek langka, serta dua jenis anggrek endemik Bali yaitu Malleola baliensis dan Calanthe baliensis. Sebagian besar anggrek liar ini sudah jarang ditemui di alam dan keberadaannya makin terancam karena hilangnya habitat akibat konversi lahan dan penebangan hutan, atau pengambilan berlebih di alam untuk tujuan perdagangan.
Tumbuhan Paku
Koleksi tumbuhan paku ditata dalam areal seluas 2 ha yang disebut sebagai Taman Cyathea. Nama ini berasal dari nama Marga tumbuhan paku yang mendominasi kawasan tersebut. Lebih dari 80 jenis tumbuhan paku menjadi koleksi yang berasal dari Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Sumatera dan Papua. Paku pohonCyathea contaminans dan Cyathea latebrosa yang tumbuh alami serta paku kidang Dicksonia blumei yang berasal dari Bukit Pohen, Bali adalah beberapa jenis tumbuhan paku yang menarik di taman ini. Ketiganya merupakan jenis tumbuhan paku dilindungi yang perdagangannya sudah diatur dan diawasi oleh undang-undang internasional. Selain sebagai tanaman hias karena kesan tropis dan kuno yang ditimbulkannya, tumbuhan paku juga dimanfaatkan sebagai bahan baku kerajinan, sayuran dan obat tradisional.
Begonia
Begonia memiliki variasi bentuk dan warna daun yang beragam nan indah. Masyarakat pencinta tanaman hias mengenal Begonia sebagai tanaman hias daun. Keunikan jenis tanaman ini terletak pada bentuk daun yang tidak simetris (asimetris). Diperkirakan jumlah Begonia yang ada di dunia lebih dari 1700 jenis dan total jumlah Begonia yang ada di Indonesia sebanyak 213 jenis. Begonia Indonesia umumnya merupakan Begonia daun atau Begonia rex yang memiliki variasi bentuk daun dengan warna yang indah diantaranya berwarna perak, hijau, merah, atau variasi corak dari warna tersebut. Selain Begonia alam, Begonia hybrid juga banyak di jumpai di Taman Begonia Kebun Raya Bali. Begonia hybrid merupakan hasil persilangan dari Begonia alam (Begonia spesies). Kebun Raya Bali telah menciptakan satu jenis hybrid baru yaitu Begonia "Tuti Siregar".
Inventarisasi terhadap koleksi Begonia terus dilakukan untuk mendukung validasi data koleksi Begonia. Berdasarkan data koleksi Kebun Raya Bali Per Mei 2015 tercatat sebanyak 920 spesimen dari 94 jenis koleksi Begonia yang tertata di Taman Begonia yang bisa dinikmati oleh pengunjung yang berwisata dan memanfaatkan jasa pendidikan di Kebun Raya Bali. Kebun Raya Bali juga telah mengembangkan beberapa jenis Begonia hybrid dengan tujuan komersial.
Kaktus
Kaktus (Cactaceae) merupakan tumbuhan sukulen terbesar di dunia yang terdiri dari lebih 2000 species dan 130 genus. Kaktus dapat ditemukan secara alami di Benua Amerika dan telah diintroduksi di beberapa tempat di dunia yang mempunyai iklim kering dan hangat.
Kaktus adalah tanaman yang biasa tumbuh di daerah gurun yang panas. Dengan daun yang telah termodifikasi menjadi duri kaktus dapat hidup di daerah yang kering. Namun kaktus ternyata juga mampu tumbuh dan berkembang di daerah dataran tinggi berhawa dingin seperti Kebun Raya Bali. Beberapa jenis di antaranya bahkan dapat mencapai tinggi lebih dari 5 meter. Di Kebun Raya Bali koleksi kaktus yang terdiri dari 68 jenis ditata dalam sebuah rumah kaca seluas 500 m2 untuk mencegah dari kelembaban yang berlebihan. Selain dari Bali, koleksi kaktus yang terdapat di Rumah Kaca Kaktus ini juga berasal dari Meksiko, Jerman, Selandia Baru dan Argentina. Yang menarik untuk dilihat di sini antara lain koleksi Echinocactus grusonii, Cephalocereus senilis, Mammillaria durispina, Espostoa lanata, Opuntia sp. dan Cleistocactus micropetalum.
Tanaman Upacara Agama Hindu
Taman Panca Yadnya merupakan tempat koleksi tanaman yang digunakan untuk Upacara Adat Hindu Bali “Yadnya” yang melibatkan tiga unsur yaitu bunga, api dan air. Yadnya berasal dari kata “Yad” yang artinya menuju keselamatan. Bunga melambangkan Siwa sebagai pelebur. Api simbol Brahma sebagai pencipta. Air simbol Wisnu sebagai pemelihara. Selain bunga, bagian-bagian lain dari tanaman seperti batang, daun, buah, umbi juga biasa digunakan untuk upacara tertuju kepada lima kelompok Yadnya:
Dewa Yadnya, pesembahan kepada Ida Sanghyang Widi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa.
Pitra Yadnya, korban suci kepada leluhur.
Rsi Yadnya korban suci untuk memuliakan para Rsi, Pendeta, rohaniawan sebagai pembimbing umat.
Manusa Yadnya, korban suci untuk keselamatan umat manusia dari sejak bayi dalam kandungan sampai menikah.
Bhuta Yadnya, korban suci kepada Bhuta Kala atau mahluk yang lebih rendah tingkatannya dari manusia.
Kebun Raya Bali mengoleksi Tanaman Upacara Adat Hindu Bali mulai dari tahun 1991 dan terletak di dekat Pura Batumeringgit. Koleksi Tanaman Upacara Adat Bali terdiri dari 580 tanaman yang berasal dari 42 suku, 81 marga dan 130 jenis. Jenis tanaman yang menjadi koleksinya antara lain:
Pohon Dadap (Erythrina sumbumbrans) atau dikenal dengan nama Kayu Sakti. Hampir semua jenis Upacara Adat Hindu Bali memanfaatkan daunnya yang ditumbuk bersama beras dan kunyit sebagai bahan tepung tawar yang melambangkan sarana pembersihan kotoran pada sesaji dan manusia.
Sirih digunakan sebagai "porosan" yaitu campuran antara daun sirih, kapur sirih, dan pinang (Areca catechu) sebagai simbol Tri Sakti. Pinang melambangkan Dewa Brahma, daun sirih melambangkan Dewa Siwa, dan kapur sirih melambangkan Dewa Wisnu. Dalam Upacara Adat Hindu Bali, porosan ini dipakai sebagai pelengkap dalam menata sesaji.
Pisang (Musa paradisiaca) dalam Upacara Adat Hindu Bali biasa memanfaatkan satu sisir buahnya yang digunakan sebagai bantal pada jenazah yang akan dikubur.
Paku Sayur (Athyrium esculentum) akarnya biasa digunakan dalam Upacara Pitra Yadnya sebagai lambang rambut orang yang telah meninggal.
Jarak tempuh
Kebun Raya Bali terletak di tengah-tengah Pulau Bali, yakni berada di kaldera bekas gunung berapi.
Untuk menuju Kebun Raya Bali dapat ditempuh melalui perjalanan darat selama satu setengah jam dari Denpasar, atau sekitar 55 km ke arah utara Denpasar menuju Singaraja. Jika dari Singaraja maka jarak yang ditempuh sekitar 30 km ke arah selatan menuju Denpasar atau menempuh waktu kira-kira 45 menit perjalanan darat.
Kunjungan
Pada hari Minggu dan hari libur, Kebun Raya Bali sangat ramai dengan pengunjung.
Daftar Tarif Kebun Raya Bali:
Berkenaan dengan implementasi PP No. 32 Tahun 2016 mengenai Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku di LIPI, maka per tanggal 1 November 2016 tiket masuk pengunjung Kebun Raya Bali sebagai berikut:
Tiket Masuk Pengunjung Asing: Rp. 17.000,-
Tiket Masuk Pengunjung Domestik: Rp. 9.000,-
Tiket Kendaraan Roda 4 Keliling Kebun: Rp. 11.000,-
Tiket Parkir Kendaraan Roda 2 (Motor, Sepeda, dll): Rp. 3.000,-
TIket Parkir Kendaraan Roda 4: Rp. 6.000,-
Tiket Parkir Kendaraan Roda 6 (Bus, Truk, dll): Rp. 11.000,-
Tiket masuk sudah termasuk Asuransi Jasa Raharja Distribusi Pemkot