Pada Rabu, 06 September 2023 terjadi kebakaran hutan dan lahan di Bukit Teletubbies, Bromo, Probolinggo, Provinsi Jawa Timur. Peristiwa tersebut disebabkan oleh enam orang pengunjung yang melakukan foto prewedding di Bukit Teletubbies dengan menggunakan flares asap atau suar. [1] Dalam kejadian tersebut, terdapat lima suar yang digunakan oleh pengunjung, tetapi satu di antaranya tidak berhasil menyala, lalu meletup. Kemudian, letupan tersebut membuat padang savana seluas 50 hektare di Bukit Teletubbies Bromo terbakar.[1]
Kronologi
Setelah mengetahui bencana tersebut, tim gabungan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) segera memeriksa tempat kejadian peristiwa. Namun, saat tiba di lokasi, hutan dan lahan di Bukit Teletubbies sudah terbakar. Tim gabungan terus berupaya untuk memadamkan api yang membakar kawasan taman nasional tersebut, tetapi mereka mengalami kendala karena angin kencang. Oleh sebab itu, proses pemadaman api berlangsung cukup lama. [1]
Kebakaran tersebut telah merusak lahan flora dan fauna yang ada di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Selain itu, emisi karbon di sekitar wilayah kebakaran juga meningkat. Akibat dari bencana tersebut, pemerintah melalui aturan nomor PG.08/T.8/BIDTEK/9/2023 menutup total wisata gunung Bromo per Rabu, 06 September 2023 sampai waktu yang belum dapat ditentukan. [1]
Setelah itu, Polsek Probolinggo mengamankan enam orang yang terlibat dalam foto prewedding menggunakan suar. Satu di antara enam orang tersebut ditetapkan sebagai tersangka. Dia adalah manajer wedding organizer bernisial AWEW. Selain melanggar aturan karena menyalakan suar, AWEW juga melanggar karena tidak memiliki surat izin memasuki kawasan konversai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Akibat dari pelanggaran yang dilakukannya, AWEW dikenai Pasal 50 ayat 3 huruf D jo Pasal 78 ayat 4 UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana diubah dalam pasal 50 ayat 2 huruf b Jo Pasal 78 ayat 5 UU No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU RI No. 2 tahun 2022 tentang Ciptaker menjadi UU dan atau pasal 188 KUHP. Lelaki asal Lumajang itu mendapat ancaman penjara dengan durasi maksimal 5 tahun dan denda mencapai Rp 1,5 miliar. [1]
Dampak Negatif
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mengungkapkan bahwa kebakaran lahan dan hutan di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) berpotensi menimbulkan kerugian sebesar Rp89,7 miliar dari sektor pariwisata. Kerugian tersebut disebabkan oleh empat faktor. Pertama, jumlah kunjungan atau kuota wisatawan per hari. Kedua, tarif atau jenis tiket. Ketiga, pengeluaran saat wisatawan berkunjung ke destinasi. Terakhir, lama waktu penutupan wilayah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).[2]
Selain sektor pariwisata, Kemenparekraf juga menyampaikan bahwa kebakaran tersebut berdampak buruk terhadap keberlanjutan lingkungan di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Kebarakan tersebut berdampak terhadap daya tarik wisatawan terhadap wisata hijau atau green tourism yang ada di kawasan Gunung Bromo. Wisatawan tidak akan tertarik lagi berkunjung karena tidak ada lahan hijau yang dapat dilihat setelah kebakaran terjadi. Hal ini dapat berpengaruh terhadap nilai wisata Gunung Bromo.[2]
Di samping pariwisata dan lingkungan, dampak buruk akibat kebakaran tersebut juga dirasakan langsung warga setempat. Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur mengungkapkan, kebakaran hutan dan lahan di kawasan Gunung Bromo itu menyebabkan jaringan pipa air bersih sepanjang 11.600 meter rusak parah. Jaringan pipa tersebut menghubungkan sumber air bersih di kawasan Gunung Bromo dengan rumah-rumah warga. Pipa rusak itu merupakan penyalur air bersih ke empat desa yang ada di Kecamatan Sukapura, Probolinggo, yaitu Desa Ngadirejo dengan panjang pipa air bersih 1.600 meter, Sapikerep 3.400 meter, Ngadas 5.100 meter, dan Wonokerto sepanjang 1.500 meter. Pasca peristiwa kebakaran tersebut, pemerintah langsung melakukan perbaikan jaringan pipa air bersih. Terdapat 2.240 keluarga atau sekitar 6.472 warga yang tercatat sebagai penerima manfaat dari perbaikan pipa tersebut.[3]