14 September 1999 (1999-09-14) – 12 September 2000 (2000-9-12)
Kampung Boy adalah serial animasi televisi Malaysia yang pertama kali ditayangkan pada tahun 1997. Serial ini menceritakan petualangan seorang anak laki-laki yang bernama Mat dan kehidupannya di sebuah kampung. Serial ini diadaptasi dari novel grafis dengan penjualan terbaik yang berjudul Kampung Boy, yang juga merupakan autobiografi kartunis lokal Lat. Serial ini terdiri dari 26 episode dan salah satu episodenya berhasil memenangkan Penghargaan Annecy. Kampung Boy pertama kali ditayangkan di jaringan televisi satelit Malaysia Astro sebelum didistribusikan ke 60 negara lainnya termasuk Kanada dan Jerman.
Tema utama Kampung Boy adalah perbedaan antara gaya hidup pedesaan tradisional dan perkotaan modern. Serial ini mempromosikan gaya hidup pedesaan sebagai lingkungan yang menyenangkan dan kondusif bagi perkembangan anak yang sehat dan cerdas. Kartun ini mengangkat isu modernisasi dan ingin memberi pesan bahwa nilai-nilai dan teknologi baru sebaiknya dipilah dulu sebelum diterima.
Animasi Lat memperoleh pujian karena karya teknis dan kontennya yang menyegarkan, walaupun muncul pertanyaan dari penonton di Asia Tenggara karena kemiripannya dengan animasi Barat dan pengucapan bahasa Inggris yang menyimpang dari gaya lokal. Kritikus animasi Malaysia menganggap Kampung Boy sebagai standar yang sepatutnya diraih oleh animator negara tersebut, dan para akademisi studi budaya menganggap serial ini sebagai sebuah metode pelestarian sejarah Malaysia dengan menggunakan teknologi modern dan praktik budaya.
Asal mula
Pada tahun 1979, novel grafik autobiografi Kampung Boy diterbitkan. Cerita mengenai masa kecil anak laki-laki Melayu di sebuah kampung meraih sukses secara komersial dan dipandang baik oleh kritikus, membuat penulisnya—Lat—menjadi "kartunis paling terkenal di Malaysia".[1] Kesuksesan The Kampung Boy mendorong Lat untuk mempertimbangkan penggunaan media lainnya untuk menjangkau masyarakat.[1]
Sejarah Kampung Boy dimulai pada tahun 1993 dengan diawalinya pembicaraan antara Lat dengan Ananda Krishman, pendiri Measat Broadcast Network Systems.[2] Kartun Barat dan Jepang membanjiri saluran televisi lokal pada tahun 1990-an,[3] dan Lat mengecam mereka yang memproduksi tayangan berunsur kekerasan dan lelucon karena baginya tidak cocok untuk Malaysia dan kaum mudanya.[4][5] Menyadari bahwa generasi muda lebih menyukai animasi berwarna ketimbang gambar hitam-putih statis,[6] Lat sangat mendambakan hadirnya serial animasi lokal yang mempromosikan nilai-nilai lokal kepada anak-anak Malaysia.[4] Setelah perusahaan Krishman menawarkan dukungan finansial kepada Lat untuk memulai sebuah proyek animasi,[7][8] para kartunis berencana mengadaptasi karyanya dari komik ke layar televisi.[4]
Produksi
Lat membayangkan beberapa cerita yang ingin ia lihat dalam bentuk animasi, dan kemudian mencari bantuan produksi di luar negeri. Lacewood Studio di Ottawa, Kanada, ditugaskan untuk membuat episode pertama. World Sports and Entertainment of Los Angeles ikut terlibat juga; Norman Singer ditugaskan untuk menyelenggarakan produksi dan Gerald Tripp membantu Lat menulis naskah. Bobdog Production ditugaskan untuk membuat lima episode selanjutnya.[9] Namun, Krishman dan Lat kecewa dengan hasilnya yang telah memakan waktu selama dua tahun.[8] Mereka berpikir bahwa episode awal tersebut "bergerak lambat". Lat merasa bahwa Lacewood hanya menerima masukannya tanpa mempertanyakannya sama sekali. Mereka gagal menginformasikan bahwa walaupun kartun statis dapat digambar dengan gerak lambat, animasi yang bagus biasanya "hidup, bergerak cepat, penuh aksi dan fantasi".[10][9][11]
Pada tahun 1995, Lat dan Krishman mendekati Matinee Entertainment untuk menyelesaikan proyek tersebut, dan Lat mulai terbang bolak-balik dari Kuala Lumpur dan Los Angeles untuk bekerja sama dengan karyawan Matinee. Pengalamannya dengan tim penulis dan animator Matinee positif; mereka lebih proaktif ketimbang Lacewood, mengilhami gagasannya dan membuat naskah dan papan ceritanya menjadi lebih bagus.[9] Sutradara Frank Saperstein melakukan suntingan terakhir dan memoles kembali naskahnya.[8] Namun, Lat adalah orang yang menentukan penggambaran budaya dalam kartun ini dan menolak berbagai usulan seperti ciuman antar karakter di depan umum dan penggunaan bahasa gaul Barat karena dianggap tidak menyenangkan bagi masyarakat Malaysia. Ia juga memperhatikan keakuratan penggambaran objek-objek seperti gerobak kerbau karena para seniman Amerika menganggap gerobak Malaysia mirip dengan yang mereka temui di Meksiko.[9]
Papan ceritanya kemudian dijadikan animasi oleh Philippine Animation Studios Incorporated di Manila. Lat kemudian melakukan beberapa perjalanan, kali ini ke Filipina, untuk memberikan saran kepada para animator dan memastikan bahwa setiap penggambaran dibuat secara akurat.[12] Setelah animasi selesai, hasil cetak dikirim ke Vietnam untuk diproses. Pada akhirnya, film tersebut dikirim ke studio Krishman di Kuala Lumpur untuk pengisian suara dalam bahasa Inggris dan Bahasa Malaysia.[10] Seperti Lat, Saperstein terbang bolak-balik untuk mengkoordinasi dan memastikan standar produksi tidak pernah turun.[13] Upaya Saperstein dalam memproduksi 12 episode pertamanya dapat meyakinkan Lat untuk melanjutkan kerjasamanya dengan Matinee.[8]
Proyek ini secara keseluruhan memakan waktu selama empat tahun;[8] setiap episode menghabiskan biaya sekitar 350.000 dollar Amerika Serikat (sekitar 1 juta ringgit Malaysia) yang dibiayai sebagian oleh Measat,[11] dan produksinya membutuhkan waktu selama empat sampai lima bulan.[14] Episode pertama ditayangkan di TV1 pada tanggal 10 Februari 1997, dan serial tersebut kemudian disiarkan di Astro Ria dua setengah tahun kemudian.[15] Kinder Channel (Jerman) dan Teletoon (Kanada) menyiarkan serial tersebut setelah membeli hak siar melalui distributor Itel yang berbasis di London,[11] dan serial ini disiarkan di lebih dari 60 negara sejak animasi ini pertama kali mengudara di Malaysia.[16] Measat memperkirakan akan balik modal dalam waktu sekitar sepuluh tahun.[11] Meskipun Kampung Boy berasal dari Malaysia, sebagian besar kegiatan produksinya berlangsung di luar negeri.[17] Serial tersebut memakai konsep lokal, namun animasinya dapat dianggap sebagai produksi asing. Hal ini menimbulkan keluhan bahwa bila studio Malaysia disewa untuk berpartisipasi dalam pembuatan animasi, industri animasi negara tersebut dapat memperoleh keuntungan karena dapat mempelajari keahlian dan metodologi animasi asing.[18]
Karakter
Tokoh utama dalam serial ini adalah anak laki-laki berumur sembilan tahun bernama Mat, yang biasanya mengenakan sarong pelikat dan singlet putih. Ia memiliki hidung lebar, mata kecil, rambut hitam berantakan, dan tubuh yang bulat dan pendek, yang menyerupai penciptanya, Lat, saat masih kecil.[19] Mat memiliki adik perempuan yang bernama Ana, dan mereka tinggal di sebuah rumah bersama dengan ayah dan ibu mereka, Yap dan Yah. Struktur keluarga inti sangat dominan di desa tempat mereka tinggal. Ibu Yap, Opah, tidak tinggal dengan mereka namun sering berkunjung ke rumah mereka.[20] Karakter lain yang sering muncul adalah kedua teman Mat, Bo dan Tak, dan nama mereka merupakan pemisahan dari kata Melayu botak.[21] Keduanya dibuat berdasarkan karakter wayang kulit tradisional.[19] Bo lebih cerdas ketimbang pasangannya, sementara Tak cenderung pamer.[11] Karakter pendukung lainnya adalah Normah (perempuan yang berasal dari kota) dan Ibu Hew (guru Mat).[22]
Suara karakter versi bahasa Melayu dan bahasa Inggris sama-sama diisi oleh aktor suara Malaysia. Aktor anak-anak digunakan untuk peran berusia muda;[10] namun, suara Mat, Ana, Bo, dan Tak diisi oleh aktor berusia awal dua puluhan.[23][24] Beberapa aktor mengisi suara beberapa karakter; sebagai contoh, sutradara pengisi suara bertanggung jawab untuk mengisi suara Ibu Hew dan Yah. Awalnya, pengisi suara di Los Angeles dipekerjakan untuk mengisi suara versi bahasa Inggris, namun suara yang mereka isi terdengar seperti logat Jamaika.[10] Meskipun soundtrack ini tidak dipakai dalam serial tersebut, produser merasa hal tersebut terlalu lucu untuk dibuang dan dimasukkan dalam The Making of Kampung Boy,[10] yang ditayangkan seminggu sebelum penayangan serial tersebut dimulai.[25]
Latar
Walaupun komik Kampung Boy didasarkan pada kehidupan tahun 1950-an, animasi ini didasarkan pada kehidupan tahun 1990-an.[14] Meskipun pemandangan dan detailnya berlebihan, animasi dapat menggambarkan pedesaan Malaysia dan kehidupan para penghuninya dengan akurat.[26] Dr Rohani Hashim dari Sekolah Komunikasi Universitas Sains Malaysia, menyebut serial ini "rekreasi masa kecil anak Melayu pedesaan yang terperinci".[27] Tata ruang desa Mat dan gaya rumah-rumahnya didasarkan pada wilayah pedesaan di Perak, Malaysia—yaitu serangkaian rumah di sepanjang pinggiran sungai yang memenuhi kebutuhan air warga. Anak-anak bermain di sekitar hutan, sementara orang dewasa bekerja di ladang dan bolak-balik ke kota untuk bekerja.[28]
Sutradara Saperstein memakai warna panas dan lembut dalam serial tersebut; skema warna tersebut dimodelkan dari Winnie-the-Pooh,[10] sehingga (menurut wartawan Far Eastern Economic Review S. Jayasankaran) memberikan rasa "lembut dan menyenangkan untuk dipeluk".[8] Sebagian besar grafik mengikuti gaya seni Lat. Garis yang dibuat tebal, membuat objek menonjol di latar belakang—sebuah efek khusus yang dibantu oleh penggunaan warna coklat, hijau, dan kuning sebagai warna utama. Warna kuning dan hijau banyak digunakan untuk menggambarkan alam; kedua warna tersebut cukup kontras satu sama lain dan memisahkan latar belakang dari latar tengah. Selain menjadi warna utama untuk rumah, coklat dipakai sebagai warna kulit karakter. Mat dan kerabat-kerabat Melayu-nya digambar dengan "bentuk pendek dan bulat" serta diwarnai dengan warna-warna cerah.[19]
Tema
Episode Kampung Boy mengikuti struktur yang mirip dengan kartun Hollywood. Setiap episode terdiri dari dua cerita yang terpisah dengan tema yang terjalin satu sama lain. Pada akhir episode, dua kisah tersebut digabungkan oleh satu gagasan bersama. Biasanya satu cerita berfokus pada anak-anak kampung, dan yang lainnya pada orang-orang dewasa.[29] Para pembuat Kampung Boy menghindari penyalinan gagasan yang umum ditemui pada kartun Barat dan Jepang. Animasi Malaysia lainnya yang diproduksi pada tahun 1990-an belum memiliki ciri khas tersendiri dalam pembuatan gambar dan tema yang akrab untuk penduduk lokal—sebagai contoh, tokoh utama dalam kartun Sang Wira (1996) memiliki kemiripan mencolok dengan Doraemon, serta beruang dan lebah dalam kartun Ngat dan Taboh (2002) tingkahnya mirip dengan Tom and Jerry. Keterlibatan erat Lat dengan proyek Kampung Boy membuat penggambaran animasi ini sesuai dengan budaya Malaysia.[17] Kehidupan Kampung dalam animasi menampilkan "unsur Malaysia asli" seperti takhayul pontianak, monyet yang dilatih untuk memetik kelapa, dan tradisi lainnya yang telah dilupakan dalam proses transisi dari kehidupan pedesaan ke kehidupan perkotaan.[10][30]
Serial kartun ini memeriksa suatu gagasan melalui aktivitas karakter-karakternya, terutama interaksi mereka antar satu sama lain.[21] Rohani mengklasifikasi genre acara ini sebagai drama komedi.[1] Menurutnya, tema utama dalam Kampung Boy adalah nostalgia yang membawa niat Lat untuk menggambarkan masa anak-anak pedesaan sebagai pengalaman yang "jauh lebih menarik dan kreatif" ketimbang di lingkungan perkotaan.[26] Beberapa episode mengunggulkan cara hidup kampung. Dalam episode "Orang Bandar Datang", Mat dan teman-temannya mengalahkan tim sepak bola kota karena ketangguhan mereka yang dihasilkan dari kerja keras di pedesaan. Episode "SiMat Manusia Pintar" menunjukkan bahwa lingkungan tak berpolusi di kampung membuat anak-anak dibesarkan dalam keadaan yang lebih sehat dan cerdas. Normah datang dari kota dalam episode "Mat Main Wayang", dan meskipun pada awalnya ia memandang rendah keadaan kampung, ia kemudian disadarkan oleh kebaikan penduduk desa.[31]
Gangguan teknologi modern dan sikap terhadap gaya hidup kampung juga merupakan topik utama dalam serial tersebut.[21] Beberapa episode memperkenalkan peralatan elektronik dan pemikiran-pemikiran yang berhubungan dengan gaya hidup perkotaan kepada penduduk desa.[8][10] Sebagai contoh, manfaat kendaraan bermotor dibandingkan dengan pemakaian gerobak kerbau tradisional diperdebatkan oleh para karakter dalam episode "Naik Keretaku". Meskipun acara tersebut mendukung gaya hidup kampung, aspek kehidupan modern juga digambarkan secara positif. Opah, seorang wanita tua yang digambarkan sebagai seorang wanita modern yang mahir, pandai dalam mengendarai mobil van dan memperbaiki televisi.[32] Perkotaan digambarkan sebagai gerbang menuju berbagai kebudayaan dan pemikiran yang tidak dapat ditemukan di wilayah pedesaan Malaysia, seperti pertemuan dan perjalinan hubungan persahabatan antara Mat dengan seorang anak laki-laki Tionghoa dalam episode "Naik Keretaku".[33]
Serial tersebut juga mengeksplorasi perubahan masyarakat pedesaan Malaysia yang telah terjadi sejak tahun 1950-an hingga 1990-an. Contohnya, melalui kilas balik, episode "Yah, Kahwinkan Kami!" menampilkan adat pernikahan tradisional yang tidak lagi dipraktikkan oleh penduduk perkotaan. Ikatan keluarga di pedesaan digambarkan lebih erat—anggota keluarga menunjukkan perhatian dan kepedulian satu sama lain. Sebaliknya, mereka yang membaurkan diri dalam kehidupan perkotaan digambarkan telah kehilangan ikatan komunal mereka. Meskipun keluarga Mat digambarkan mengikuti peraturan masyarakat patriarkal Melayu, nilai-nilai modern pun juga digambarkan. Yap tidak menyerahkan tanggung jawab dalam membesarkan anak-anak sepenuhnya kepada Yah; ia juga mengurus Ana sambil mengawasi Mat. Meskipun serial tersebut menyajikan karakter-karakter perempuan sebagai ibu rumah tangga, episode "Nasib Si Gadis Desa" menunjukkan bahwa perempuan Melayu tradisional setara dan sama berharganya dengan laki-laki. Episode tersebut juga menunjukkan pencapaian karier perempuan seperti dalam bidang penjelajah ruang angkasa dan ilmu pengetahuan alam.[34]
Secara keseluruhan, Rohani mengatakan bahwa serial kartun Lat menampilkan kisah "tradisi dan kemurnian Melayu yang menghilang dengan cepat" sambil menasihati pemirsa untuk mempertimbangkan perubahan sosial di sekitar mereka.[27] Menurutnya, kartunis Kampung Boy ingin menginspirasi para penonton untuk mempertimbangkan laju urbanisasi dan untuk menyadari bahwa penerapan atau penolakan nilai-nilai baru adalah keputusan bersama mereka.[35] Baginya, acara ini menunjukkan bahwa perubahan harus diteliti secara saksama dan diterapkan jika bermanfaat bagi masyarakat. Selain itu, penerapan pemikiran dan budaya baru harus dilakukan secara bertahap, dan perubahan disesuaikan sesuai dengan masyarakat.[36]
Penerimaan, warisan, dan prestasi
Kampung Boy disertakan dalam Festival Film Animasi Internasional Annecy 1999 di Prancis. Salah satu episodenya, "Oh, Tok!", memenangkan Animasi Terbaik untuk serial televisi 13 menit dan seterusnya.[37] Episode tersebut berkisah tentang pohon beringin menyeramkan yang ditakuti oleh Mat.[8] Karena terdapat konten lokal dalam animasi tersebut dan daya tarik nostalgia gaya hidup kampung, sarjana komik Malaysia komik Muliyadi Mahamood mengharapkan Kampung Boy akan sukses di negaranya.[21]
Serial dengan 26 episode ini populer di kalangan muda dan mendapatkan sambutan positif untuk detail teknis dan konten.[38][39] Serial ini juga mengundang kritikan karena kemiripannya dengan serial kartun Amerika Serikat yang berjudul The Simpsons; penonton menilai bahwa Keluarga Mat menyerupai keluarga Bart Simpson yang disfungsional. Beberapa kritikus juga menilai bahwa pengucapan bahasa Inggris di Kampung Boy secara substansial berbeda dari bahasa Inggris Malaysia, yang sangat dipengaruhi oleh bahasa Inggris Britania;[19] wartawan Daryl Goh merasakan logat Amerika pada pengisi suara bahasa Inggris.[11] Lat menjelaskan bahwa produser harus mengurangi penggunaan "pakaian, latar, dan bahasa Melayu tradisional" untuk memasarkan serial tersebut ke khalayak dunia. Rohani "menyesalkan" keputusan tersebut; hal ini membuat animasi tersebut menjadi produk Malaysia yang kurang autentik.[19]
Animasi serial ini dianggap sebagai sebuah artefak kebudayaan oleh Dr Paulette Dellios dari Sekolah Ilmu Pengetahuan Kemanusiaan dan Sosial Universitas Bond: sebuah peringatan dan pelestarian gaya hidup lama suatu negara yang dibuat dan diproduksi oleh tim international dan ditampilkan dengan menggunakan teknologi modern untuk dunia.[40] Menurut Rohani, Kampung Boy merupakan catatan tradisi Melayu dan transisi yang dialami oleh masyarakat pedesaan dari tahun 1950-an hingga tahun 1990-an.[36] Di antara beberapa animasi Malaysia yang memakai latar lokal, menurut sutradara film veteran Hassan Abdul Muthalib serial buatan Lat merupakan yang terbaik dalam menggambarkan kebudayaan dan tradisi negara; Hassan juga mengatakan bahwa kesuksesan dalam penjualan serial tersebut membuat Kampung Boy menjadi patokan untuk industri animasi Malaysia.[18]
Lent, John (2008). "Asian Animation and Its Search for National Identity and Global Markets 1". ASIFA Magazine: The International Animation Journal. Hertfordshire, Inggris: John Libbey Publishing. 21 (1): pp. 31–41.Parameter |access-date= membutuhkan |url= (bantuan)Pemeliharaan CS1: Teks tambahan (link)
Rohani Hashim (2005). "Lat's Kampong Boy: Rural Malays in Tradition and Transition". Dalam Palmer, Edwina. Asian Futures, Asian Traditions. Kent, Inggris: Global Oriental. hlm. 389–400. ISBN1-901903-16-8.
Chandran, Sheela (10 Juli 2005). "Smile with Shiera". The Star. Selangor, Malaysia: Star Publications. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-08-19. Diakses tanggal 19 Agustus 2010.
Crossings: Datuk Lat (Television production). Singapore: Discovery Networks Asia. 21 September 2003.
Goh, Daryl (27 Agustus 1999). "Lat's of Village People". The Star. Selangor, Malaysia: Star Publications. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2005-02-13. Diakses tanggal 26 Agustus 2010.
Haliza Ahmad (24 Desember 1999b). "Annecy Awards '99 for Lat's Kampung Boy"(Subscription required). The Malay Mail. Kuala Lumpur, Malaysia: New Straits Times Press. hlm. 15. Proquest ID: 47449038. Diakses tanggal 24 Juli 2010.
Haliza Ahmad (24 Juli 2000). "Voices Behind Kampung Boy Characters"(Subscription required). The Malay Mail. Kuala Lumpur, Malaysia: New Straits Times Press. hlm. 23. Proquest ID: 56810987. Diakses tanggal 24 Juli 2010.
Jayasankaran, S (22 Juli 1999). "Going Global"(registration required). Far Eastern Economic Review. Hong Kong: Dow Jones & Company. 162 (29): pp. 35–36. ISSN0014-7591. Proquest ID: 43402018. Diakses tanggal 12 Maret 2010.Pemeliharaan CS1: Teks tambahan (link)
Manavalan, Theresa (4 Juli 1999). "Kampung Boy Hits Big Time". New Sunday Times. Kuala Lumpur, Malaysia: New Straits Times Press. hlm. 10. Proquest ID: 42901498. Diakses tanggal 18 Mei 2010.
"Lat Cartoon Series to Debut on Astro TV"(Subscription required). New Straits Times. Kuala Lumpur, Malaysia: New Straits Times Press. 26 November 1996. hlm. 9. Proquest ID: 21908173. Diakses tanggal 14 Maret 2010.
"More than a Cartoonist". Annual Business Economic and Political Review: Malaysia. Kuala Lumpur, Malaysia: Oxford Business Group. 2 (Emerging Malaysia 2007): pp. 257–258. 2007. ISSN1755-232xPeriksa nilai |issn= (bantuan). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-07-15. Diakses tanggal 4 Desember 2010.Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Teks tambahan (link)