Kaku mayat
Kaku mayat (bahasa Latin: Rigor mortis, bahasa Belanda: lijkstijfheid) adalah salah satu tanda fisik kematian.[1] Kaku mayat dapat dikenali dari adanya kekakuan yang terjadi secara bertahap sesuai dengan lamanya waktu pasca kematian hingga 24 jam setelahnya. FisiologiKaku mayat terjadi akibat hilangnya adenosina trifosfat (ATP) dari otot-otot tubuh manusia. ATP digunakan untuk memisahkan ikatan aktin dan myosin pada otot sehingga otot dapat berelaksasi,[2] serta hanya akan beregenerasi bila proses metabolisme terjadi. Apabila seseorang mengalami kematian, proses metabolismenya akan berhenti dan suplai ATP tidak akan terbentuk, sehingga tubuh perlahan-lahan akan menjadi kaku seiring menipisnya jumlah ATP pada otot. KronologiIkatan antara aktin dan myosin di otot manusia akan menetap (menggumpal) dan terjadilah kekakuan jenazah. Kaku mayat akan mulai muncul 2 jam postmortem (setelah kematian). Ciri fisik akan semakin dapat teridentifikasi hingga mencapai mencapai titik maksimal pada 12 jam postmortem. Namun setelah itu, ciri ini akan berangsur-angsur menghilang sama seperti dengan kemunculannya. Pada 12 jam setelah kekakuan maksimal (24 jam postmortem) kaku jenazah sudah tidak ada lagi. Faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya kaku jenazah adalah suhu tubuh, volume otot dan suhu lingkungan. Makin tinggi suhu tubuh makin cepat terjadi kaku jenazah. Kaku mayat diperiksa dengan cara menggerakkan sendi fleksi dan antefleksi pada seluruh persendian tubuh. Hal-hal memiliki tanda fisik sama namun berbeda dari kaku mayat adalah:
Referensi |
Portal di Ensiklopedia Dunia