Joop Warouw
Kolonel (Inf) TNI. Jacob Frederick Warouw, atau Joop Warouw, (8 September 1917 – 15 Oktober 1960) adalah perwira militer yang terlibat dalam Perang Kemerdekaan Indonesia. Dia pernah menjabat sebagai Komandan Tentara dan Teritorium (TT) VII/Wirabuana dan Atase Militer KBRI di Beijing. Dia kemudian terlibat dalam gerakan Permesta yang di antaranya berjuang untuk otonomi daerah. Dia terbunuh oleh sebuah unit Pemesta yang dipimpin Jan Timbuleng.[1] Perjuangan KemerdekaanSebelum Perang Dunia II, Warouw tergabung dengan KNIL.[2] Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Warouw terlibat dalam pembentukan laskar Pemuda Republik Indonesia Sulawesi (PERISAI) di Surabaya.[3] Dia menjadi wakil pimpinan PERISAI. Grup ini juga dikenal sebagai unit Kebaktian Rakjat Indonesia Sulawesi (KRIS) di Surabaya. Warouw mengambil bagian dalam Pertempuran Surabaya di mana dia muncul sebagai tokoh pemuda militer yang menunjukkan keberanian dalam pertempuran.[4] Mulai tahun 1946, Warouw ditugaskan di beberapa posisi kepemimpinan militer, termasuk di antaranya Kepala Staf Divisi VI Tentara Laut Republik Indonesia (TLRI) di Lawang dan Kepala Staf Basis X TLRI di Situbondo. Pada tahun 1948, dia ditugaskan sebagai Wakil Komandan Brigade XVI. Dia kemudian menggantikan Adolf Lembong sebagai komandan brigade tersebut.[5] Teritorium di Indonesia TimurPada bulan April 1950, Warouw ditugaskan sebagai Komando Pasukan (Kompas) "B" yang pada tahun 1952 menjadi Resimen Infanteri 24 (RI-24). RI-24 bermarkas di Manado dan bertanggung jawab untuk keamanan daerah Sulawesi utara dan tengah. Pada bulan November 1950, dia menjadi Komandan RI-23 di Parepare. Pada bulan Maret 1952, dia diangkat sebagai Kepala Staf TT-VII/Indonesia Timur.[1] Setelah Peristiwa 17 Oktober di Jakarta Warouw menahan atasannya, Gatot Soebroto, karena dukungan Soebroto atas peristiwa di Jakarta tersebut.[6] Setelah menjadi Pejabat Komandan, pada tanggal 1 Agustus 1954, Warouw disahkan sebagai Komandan TT-VII/Wirabuana. PermestaPada tahun 1956, Warouw ditugaskan sebagai Atase Militer di Beijing. Letnan Kolonel Ventje Sumual menggantikannya sebagai Komandan TT-VII/Wirabuana.[7] Karena keluhan-keluhan di antaranya mengenai pemberian otonomi yang lebih besar kepada daerah-daerah yang tidak diperhatikan oleh pemerintah pusat, pada tanggal 2 Maret 1957, Sumual mendeklarasikan Piagam Perjuangan Semesta (Permesta). Pada bulan Februari 1958, Warouw dan Sumual berangkat ke Tokyo untuk bertemu dengan Presiden Soekarno untuk mendesaknya untuk mengambil tindakan terhadap krisis yang sedang berkecamuk di Indonesia.[8] Setelah pertemuan ini, Warouw meninggalkan jabatannya sebagai Atase Militer dan bergabung dengan gerakan Permesta.[9] Dia menjadi salah satu pimpinan Permesta bersama dengan Sumual dan Alex Kawilarang.[10] Gerakan Permesta bergabung bersama gerakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dan Warouw ditunjuk sebagai Wakil Perdana Menteri dan sekaligus sebagai Menteri Pembangunan PRRI.[11] Pemerintah pusat mengirim pasukan untuk mengalahkan pemberontakan-pemberontakan ini. Pada tahun 1960, TNI sudah mulai menguasai daerah Sulawesi bagian Utara. Pada bulan April 1960, Warouw ditangkap dan ditawan oleh sebuah unit Permesta yang bertentangan dengan dia dan yang dipimpin oleh Jan Timbuleng. Dia dibunuh pada tanggal 15 Oktober 1960 setelah ditawan selama enam bulan.[12] Jasadnya baru ditemukan pada tahun 1992 di dekat Tombatu dan dipindahkan dan dikebumikan di desa asalnya, Remboken. Referensi
|