John Waromi
Pada tahun 2001, dia sempat berhenti berkarya karena mengalami amnesia setelah menjadi korban kekerasan karena liputan investigasi terhadap kasus pembunuhan. Namun, pada tahun 2006, dia dapat menjadi peserta Ubud Writers Festival setelah salah satu tulisan yang ia buat selama berada di Bengkel Teater Rendra terpilih.[3] Di tahun 2008,dia menjadi peserta pada Northern Territory Writer Festival di Darwin, Australia.[5] Pada tahun 2015, John Waromi menjadi salah satu perwakilan Indonesia di Pameran Buku Frankfurt setelah diundang oleh Fauzi Bowo.[3] Tidak hanya itu, pada tahun 2019 Jhon, bersama penulis Nuril Basri mempromosikan buku mereka di Inggris, dengan dukungan British Council-Hibah NOC[6] Tema penulisanPapua menjadi latar belakang utama dalam setiap karya yang dibuat olehnya. Pada novel Anggadi Tupa Menuai Badai, dia menceritakan mengenai orang-orang yang berasal dari sukunya, Suku Ambai, dalam menjaga dan mempertahankan lingkungannya dari kerusakan yang tengah dialami.[7] Dalam novel Anggadi Tupa, Jhon Waromi bercerita tentang kehidupan sosial dan budaya suku Ambai di Papua. Suku Ambai menjaga kearifan lokal ekologis dengan selalu memelihara keberkelanjutan keanekaragaman alam. Anyaman cerita dalam novel menampilkan berbagai dilema yang muncul akibat kerusakan lingkungan yang berawal dari keserakahan. Hukum adat tidak lagi mampu melindungi hidup mereka. Jhon mengaku, proses penulisan novel ini pun terbilang singkat, tidak sampai dua bulan. Menurut John, materi dan bahan tulisan sudah ada dalam pikirannya. Mengendap sedemikian lama, menunggu masa tiba untuk membuncah keluar. “Itu karena sudah ada dalam pikiran.[8] Sedangkan pada karya kumpulan puisi Sulur-Sulur Sali, dia menggambarkan ketidakadlian yang dialami oleh John di Papua.[3] Puisi Jhon WaromiAnak Pertiwi* Ibu mencari nene pertiwi Kemana ayah Terhempas prahara Jalur-jalur utara
Dalam labirin kota Terpana wajah diri Ilusi kacamata Terperangkap tali-tali Bola-bola Kata-kata Tumpah darah
Ladang ganyangan hiro Di rimba para penyamun Ka-te-pe ibu bolong-bolong
di teras dusun potret ibu hiasan paspor Dalam oase gurun pasir
Hardik nene halau perompak Burung-burung Riuh genset Memompa tanah air Udara penuh bayang-bayang
Jumpa tete pertiwi Tagih buah dada cucu Jamu eyang pertapa Sama saling bagi mistik
Batok bergeleng Tatap berair Terkurung kaca-kaca Tembok-tembok pertiwi Nyanyian tanah Tak lagi tersanjung.
Referensi
|