Joan Laporta i Estruch (bahasa Katalan: [ʒuˈan ləˈpɔɾtə]; lahir 29 Juni 1962) adalah seorang politikus berkebangsaan Spanyol yang saat ini menjabat sebagai presiden FC Barcelona. Ia juga merupakan seorang pengacara. Firma miliknya, Laporta & Arbós, memiliki sejumlah firma Spanyol terkemuka sebagai klien. Ia pernah menjabat sebagai anggota Parlemen Catalunya antara 2010 dan 2012.
Selama masa jabatan pertamanya sebagai presiden Barcelona, klub sepak bola tersebut membuat rekor baru untuk trofi terbanyak yang dimenangkan dalam periode 12 bulan, dimana mereka memenangkan 6 trofi pada tahun 2009. Setelah masa jabatan pertamanya habis pada tahun 2010, ia kembali terpilih sebagai presiden Barcelona untuk kedua kalinya pada tahun 2021, menggantikan Josep Maria Bartomeu.
Karir di Barcelona
Laporta memulai karirnya di FC Barcelona dengan memimpin kelompok "Elefant Blau" atau ''Gajah Biru" yang menentang mantan presiden klub, Josep Lluís Núñez yang kala itu dianggap membawa Barcelona ke dalam keterpurukan. Pada akhir tahun 1997, kelompok tersebut mengajukan mosi tidak percaya terhadap Núñez dan menuntutnya untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Sebanyak 6.014 tanda tangan berhasil dikumpulkan untuk mendukung inisiatif tersebut. Sebuah referendum pun diadakan pada tanggal 7 Maret 1998 untuk memutuskan apakah Núñez dapat meneruskan jabatannya sebagai presiden. Hasil referendum tersebut menghasilkan keputusan untuk mempertahankan Núñez, dimana ia terus memegang jabatan tersebut hingga pengunduran dirinya pada tahun 2002 setelah mendapat tekanan hebat dari berbagai pihak.[1]
2003-2010: Masa jabatan pertama sebagai presiden klub
Musim pertama bertugas
Pada pemilihan umum klub di tahun 2003, Laporta bukan merupakan seorang favorit, tetapi karismanya tumbuh selama kampanye dan akhirnya menang melawan kandidat yang lebih kuat, Lluís Bassat, karena janjinya untuk membawa David Beckham ke Barcelona. Laporta mendapat dukungan dari pengusaha muda Barcelona lainnya, seperti Sandro Rosell dan dengan cepat menjadi bintang media. Musim pertama Laporta (2003–2004) sebagai presiden terbukti menjadi titik balik bagi klub, tetapi bukan tanpa ketidakstabilan di awal. Situasi klub kala itu adalah salah satu sumber ketidakbahagiaan dan kekecewaan pahit di antara penggemar dan pemain setelah klub tersebut gagal menyamai kesuksesan Real Madrid di awal 2000-an, dan tidak memenangkan trofi sejak tahun 1999.
Kedatangan Frank Rijkaard
Dengan kedatangan Laporta dan Ronaldinho (penandatanganan bintangnya setelah keputusan David Beckham untuk pergi ke Real Madrid, dan Thierry Henry yang memutuskan untuk tetap di Arsenal) serta manajer baru Frank Rijkaard, klub dipaksa untuk memulai fase baru. Setelah memilih dewan manajerial baru yang sebagian besar masih muda dan belum teruji, Laporta juga memutuskan untuk melawan ancaman kekerasan di luar stadion Camp Nou, khususnya dari geng ultras Boixos Nois (Mad Boys) dan menghadapi hinaan dan ancaman pembunuhan dari mereka. Penyelidikan polisi mengungkapkan bahwa mereka telah merencanakan untuk menculiknya. Untuk memperburuk situasi, musim 2003–2004 dimulai dengan hasil yang buruk, dengan Laporta terus-menerus meminta pengertian dan kesabaran para penggemar serta perlahan-lahan menyingkirkan pemain yang kurang berprestasi dan membangun kembali tim baru di sekitar Ronaldinho.
Laporta juga terus memacu jajarannya untuk menumbuhkan ide-ide bisnis kreatif untuk meningkatkan pendapatan. Gaya manajemen baru itu akhirnya berhasil membalikkan nasib klub dengan tim secara spektakuler kembali ke bentuk semula dan finis kedua setelah berada di posisis terbawah klasemen La Liga musim 2003–2004 dan akhirnya berhasil memenangkan gelar La Liga pada musim 2004–2005 dan 2005–2006. Selama periode ini, hutang keuangan besar yang diwariskan oleh manajemen sebelumnya mulai dikurangi, dan hanya dua pemain yang tersisa dari tim asli yang tidak memenangkan gelar utama dalam enam tahun. Dengan pemain-pemain seperti Deco, Samuel Eto'o dan Edmílson sebagai bintang muda baru di sekitar Ronaldinho serta pemain lokal seperti Carles Puyol, Xavi, Andrés Iniesta, Víctor Valdés dan Oleguer menjadi pemain inti, Barcelona akhirnya memenangkan gelar Liga Champions kedua mereka dalam sejarah pada 17 Mei 2006, serta menjadi juara La Liga pada tahun itu.[2][3]
Barcelona memiliki sejarah panjang menghindari sponsor kaos. Pada tahun 2006, Barcelona mengumumkan perjanjian lima tahun dengan UNICEF, di mana klub akan menyumbangkan €1,5 juta dan logo UNICEF akan ditampilkan di baju mereka. Setelah masa jabatan pertama Laporta berakhir, klub menandatangani sponsor kaos dengan Qatar Foundation dan kemudian Qatar Airways, yang kemudian dikritiknya.[4]
Terpilih kembali sebagai presiden klub
Terdapat beberapa diskusi tentang kapan tepatnya masa jabatan Laporta dimulai, dengan dewan direksi memegang satu pendapat dan kubu oposisi memegang pendapat lain. Seorang anggota klub pergi ke pengadilan ,dan pada 19 Juli 2006, seorang hakim memutuskan bahwa delapan hari pertama kepresidenannya pada Juni 2003 dihitung sebagai tahun pertama dari masa jabatan empat tahunnya; masa jabatannya karena itu telah berakhir dan pemilihan baru diadakan.Untuk sementara, klub diperintah oleh komite manajemen yang dipimpin oleh ekonom Xavier Sala-i-Martin. Pemilihan akan diadakan pada 3 September 2006, tetapi ternyata tidak diperlukan karena pada 22 Agustus, Barcelona mengkonfirmasi kepresidenan Laporta untuk empat tahun lagi setelah tidak ada calon lain yang menerima 1.804 tanda tangan yang diperlukan untuk mencalonkan diri dalam pemilihan.
Mosi tidak percaya
Hasil buruk dari seksi olahraga, terutama sepak bola, bersama dengan kekhawatiran tentang gaya kepemimpinannya, menghasilkan mosi tidak percaya dari anggota klub yang berlangsung pada 6 Juli 2008 dan dipimpin oleh Oriol Giralt. Exit poll menunjukkan bahwa 60,60% dari 39.389 suara yang diberikan menentang Laporta. Meskipun ia kehilangan suara secara keseluruhan, namun, 66% yang diperlukan untuk mengadakan pemilihan baru tidak tercapai.
Menyusul hasil tersebut, beredar spekulasi bahwa Laporta akan mengundurkan diri karena tekanan dari sesama direktur. Ini akan mengakibatkan wakil presiden Albert Vicens mengambil alih jabatan Laporta, dengan Ferran Soriano menggantikan Vicens sebagai wakil presiden utama. Namun, rumor ini dengan cepat ditepis oleh Laporta. Pada 10 Juli 2008, 8 dari 17 anggota dewan yang terdiri dari wakil presiden Albert Vicens, Ferran Soriano dan Marc Ingla, dan direktur Evarist Murtra, Toni Rovira, Xavier Cambra, Clàudia Vives-Fierro dan Josep Lluís Vilaseca mengundurkan diri setelah Laporta mengonfirmasi bahwa dia akan tetap menjabat sebagai presiden terlepas dari pendapat anggota klub Dalam sebuah pernyataan pers, mereka mengungkapkan bahwa mereka mengundurkan diri karena "perbedaan dalam cara bertindak setelah hasil mosi".
Kembalinya Pep Guardiola
Setelah memecat Frank Rijkaard, Laporta menunjuk Pep Guardiola yang belum teruji dan tidak berpengalaman untuk menjadi pelatih kepala di tim utama. Satu-satunya pengalaman Guardiola sebagai pelatih adalah dengan tim Barcelona B pada musim sebelumnya yang memenangkan promosi dari divisi keempat ke divisi ketiga. Meskipun timnya memulai dengan buruk dan kalah dalam pertandingan pertama dari Numancia, Barcelona memiliki musim terbaik dalam sejarahnya, dimana mereka memenangkan treble La Liga, Copa del Rey dan Liga Champions. Supercopa de Espana dan gelar Piala Super UEFA didapatkan pada pada bulan Agustus 2009, serta memenangi Piala Dunia Antarklub FIFA pada bulan Desember. Laporta kemudian digantikan oleh Sandro Rosell setelah masa jabatannya berakhir pada tahun 2010.[5]
2021 – sekarang: Masa jabatan kedua sebagai presiden klub
Pada November 2020, Laporta mengumumkan pencalonannya sebagai presiden untuk pemilihan presiden FC Barcelona di tahun 2021.[6] Pada Januari 2021, ia secara resmi memasuki pemilihan presiden setelah mendapatkan 10.252 tanda tangan anggota klub di mana 9.625 di antaranya divalidasi dan menjadi favorit untuk memenangkan pemilihan presiden.[7][8][9] Pada tanggal 7 Maret, Laporta memenangkan pemilihan presiden. Ia menerima 54,28% suara, mengalahkan Víctor Font dan Toni Freixa yang masing-masing menerima 29,99% dan 8,58% suara.[10][11] Ia menggantikan Josep Maria Bartomeu yang mengundurkan diri pada Oktober 2020 untuk menghindari mosi tidak percaya dari anggota klub.[12]
Aktivitas politik
Laporta sudah lama berkecimpung di dunia politik. Pada tahun 1996, ia bergabung dengan Partai Kemerdekaan Catalunya, yang dibentuk oleh Pilar Rahola dan Angel Colom, mantan anggota Partai Republik berhaluan Kiri Catalunya.[13]
Laporta telah lama memegang ambisi untuk memasuki politik Spanyol setelah meninggalkan jabatan sebagai presiden FC Barcelona. Dia di masa lalu telah blak-blakan tentang afiliasi politiknya yang mendukung kemerdekaan Katalan dari Spanyol. FC Barcelona dilihat oleh banyak orang sebagai simbol Catalunya, sebuah fakta yang diterima secara umum dan sering ditekankan oleh Laporta[14] tetapi dikritik oleh mereka yang berpikir bahwa Barça harus tetap netral dari sudut pandang politik.[15]
Setelah meninggalkan jabatan presiden Barcelona pada tahun 2010, Laporta membentuk partai politik pencari kemerdekaan Democràcia Catalana (Demokrasi Katalan). Pada musim panas 2010, partai Laporta bergabung dengan partai pro-kemerdekaan ekstra-parlementer lainnya dan gerakan akar rumput ke dalam platform politik yang disebut Solidaritas Katalan untuk Kemerdekaan dimana Laporta terpilih sebagai presidennya.
Dalam pemilihan Catalan tanggal 28 November 2010, partai baru ini berhasil memenangkan 4 kursi di Parlemen Katalan yang beranggotakan 135 orang, menjadikannya partai terbesar keenam dari tujuh kursi.[16] Pada 2011, Laporta mengundurkan diri sebagai presiden Solidaritas Katalan untuk Kemerdekaan dan meninggalkan partai.
Kritikan
Manajemen Laporta dari bagian olahraga klub, terutama bagian bola basket, telah menuai berbagai kontroversi. Pada 2 Juni 2005, ia menghadapi pengunduran diri lima anggota dewan direksi klub, termasuk Sandro Rosell. Mereka menuduhnya telah berubah menjadi lebih buruk sebagai pribadi, telah mengadopsi sifat otoriter, dan menyimpan ambisi kekuasaan.
Pada Oktober 2005, ia menghadapi skandal ketika saudara iparnya dan anggota dewan direksi yang bertanggung jawab atas keamanan, Alejandro Echevarría, dituduh merupakan anggota Francisco Franco Foundation yang kemudian ditepis oleh keduanya. Sebuah dokumen yang ditunjukkan oleh mantan anggota dewan direksi kemudian memaksa Laporta menerima pengunduran diri Echevarría. Namun, Echevarría tetap dekat dengan klub dan dia mengatur keamanan selama perayaan kejuaraan La Liga musim 2005–2006.
Sejarah politik Laporta sendiri menambah kerumitan seputar skandal Echevarría, karena politiknya sangat bertentangan dengan apa yang tersirat dalam keanggotaan Echevarría di Francisco Franco Foundation. Laporta adalah seorang nasionalis Katalan dan telah diidentifikasi dalam beberapa kesempatan sebagai pendukung kemerdekaan Catalunya dari Spanyol. Pada awal 1990-an, ia dan sesama politisi Katalan Pilar Rahola dan Angel Colom mendirikan Partit per la independencia yang sekarang sudah tidak berfungsi, yang mendukung separatisme Katalan.[17] Dia juga merupakan peserta aktif pada Pameran Buku Frankfurt yang kontroversial tahun 2007, di mana bahasa dan budaya katalan menjadi undangan khusus, tetapi tidak mengundang penulis lain yang berbasis di Catalunya yang menulis dalam bahasa lain, seperti Spanyol. Pada pameran tersebut, Laporta menyatakan bahwa ia "berharap agar FC Barcelona terus menjadi alat untuk mempromosikan bahasa dan budaya katalan" dan sebaliknya, ia akan merasa berkewajiban "untuk menciptakan Republik Katalan Barcelona".[18]
Kritik lain yang dihadapi Joan Laporta adalah kembali ke kursi kepresidenannya pada tahun 2021 untuk FC Barcelona, yang sudah memiliki masalah keuangan besar dan pemain sepak bola terbaiknya Lionel Messi hampir pergi, dan berjanji untuk membalikkan situasi serta membujuk Messi untuk tetap tinggal. Dia gagal memuhi janjinya. Messi akhirnya pergi ke klub lain yang membuat beberapa penggemar marah dan kesal. Keluarnya Messi dari Barcelona menyebabkan Jaume Llopis, mantan anggota Komisi Espai Barca, mengundurkan diri dari jabatannya yang menyatakan bahwa klub dan presiden tidak melakukan segalanya untuk mempertahankan pemain Argentina itu di klub.
[19]
Kehidupan pribadi
Laporta menikah dengan Constanza Echevarría dan memiliki tiga putra, Pol, Guillem dan Jan.[20] Putra Laporta, Pol, adalah pesepakbola yang berposisi sebagai gelandang serang.[21]
Referensi