Jenis kelamin Tuhan dapat dipandang secara harfiah atau sebagai aspek alegori dari sesosok deitas. Dalam agama-agama politeistik, para dewa tampak memiliki jenis kelamin harfiah yang dapat membolehkan mereka untuk berinteraksi satu sama lain, dan bahkan dengan manusia, dengan cara seksual.
Dalam kebanyakan agama monoteistik, jenis kelaminTuhan tak dapat ditunjukan dalam esensi lazim, karena atribut-atribut Tuhan tak dapat dibandingkan dengan hal lain. Sehingga, gagasan "gender ilahi" biasanya dianggap merupakan sebuah analogi, yang dipakai oleh umat manusia dalam rangka mengaitkan konsep Tuhan dengan tanpa konotasi seksual.
Keesaan Allah adalah pengaruh utama dalam al-Qur'an dan Islam. Dalam al-Qur'an, Allah sering disebut dengan pengucapan Hu atau Huwa, dan meskipun umumnya diterjemahkan menjadi "dia laki-laki", istilah tersebut dapat diterjemahakan secara netral gender. Istilah tersebut juga memiliki padanan feminin, Hiya.
^Coogan, Michael (October 2010). "6. Fire in Divine Loins: God's Wives in Myth and Metaphor". God and Sex. What the Bible Really Says (edisi ke-1st). New York, Boston: Twelve. Hachette Book Group. hlm. 175. ISBN978-0-446-54525-9. Diakses tanggal May 5, 2011. humans are modeled on elohim, specifically in their sexual differences.
^Grudem, Wayne A. 1994. Systematic Theology: An Introduction to Biblical Doctrine. Leicester, England: Inter-Varsity Press; Grand Rapids, MI: Zondervan. Page 226.