Jalur trem Karawang–Rengasdengklok
Jalur trem Karawang–Rengasdengklok adalah salah satu jalur trem uap nonaktif di Jawa Barat yang berada di Karawang. Jalur ini seluruhnya termasuk dalam Wilayah Aset I Jakarta dan memiliki panjang sekitar 36 km. Jalur ini memiliki 10 perhentian, yakni, Stasiun awal;Karawang,Karawang Trem, Cinango, Lamaran, Tegalsawah, Rawagede, Kobokkarim, Pataruman, Babakanjati, dan stasiun akhir;Rengasdengklok, Jalur ini digunakan untuk pengangkutan padi, dan menghubungkan Karawang ke Rengasdengklok. Jalur ini ditutup karena kalah bersaing dengan kendaraan-kendaraan pribadi. SejarahPembangunan jalur kereta api Jakarta-karawang sepanjang 63 km dilaksanakan oleh perusahaan kereta api swasta Bataviasche Ooster Spoorweg Matschappij (BOS) dengan lebar jalur 1.067 mm. Pembangunan dilakukan secara bertahap dan dapat diselesaikan sampai Karawang tanggal 20 Maret 1898. Namun dalam prosesnya, BOS mengalami kekurangan modal sehingga meminta bantuan kepada pemerintah Belanda. BOS berhasil mendapatkan suntikan dana dengan syarat setelah jalur kereta api berhasil diselesaikan, pihak BOS harus menyerahkan pengelolaan jalur tersebut kepada pemerintah. Setelah jalur kereta selesai sampai di Karawang, jalur tersebut dibeli oleh perusahaan kereta api pemerintah Staatssporwegen (SS). Untuk semakin memperluas ruang pengangkutan, maka dibuat jalur simpang berupa trem dengan menggunakan lebar jalur 600 mm ke beberapa daerah yang dianggap potensial. Hal ini bertujuan untuk semakin mempercepat proses pengangkutan dari pusat-pusat produksi yang sebagian terdapat di daerah pedalaman, jauh dari jalur utama kereta api yang sudah dibangun. Selain itu, SS sebagai perusahaan pemerintah memiliki kewajiban membuka transportasi untuk memudahkan mobilitas masyarakat. Salah satu daerah yang dibangun jalur simpang adalah karawang, meliputi Cikampek-Wadas, Karawang-Wadas dan Karawang-Rengasdengklok. Jalur trem Karawang-Rengasdengklok sepanjang 36 km diresmikan tanggal 15 Juni 1919. Sebagai tempat naik-turun penumpang dan barang, SS membangun tempat pemberhentian yakni di Karawang, Tjinangoh (Cinango), Lamaran, Tegalsawah, Rawagedeh (Rawagede), Kobakkarim, Pataroeman (Pataruman), Babakandjati (Babakanjati), dan Rengasdengklok. Menurut laporan Residen Karawang, Poliver pada Okteber 1928, pembangunan trem Karawang-Rengasdengklok dimaksudkan untuk memperlancar pengangkutan padi ke Karawang. Wilayah Rengasdengklok, Karawang, dan Cikampek merupakan daerah yang memiliki penggilingan padi terbanyak di Karesidenan Karawang dengan jumlah 70. Pada jalur trem di Kerawang, Lokomotif yang digunakan adalah lokomotif uap tipe TC10 buatan pabrik Hartman, Jerman dan TD10 pabrikan Werkspoor, Belanda. Kedua lokomotif tersebut memiliki perbedaan pada susunan roda, diameter roda, dan besarnya silinder. Saat ini kita masih dapat menjumpai kedua lokomotif tersebut. Lokomotif uap TC10 tersisa tiga buah, yakni TC1008, TC1011, dan TC1015. Lokomotif TC1008 dijadikan monumen di depan Stasiun bandung, TC1011 menjadi koleksi museum TMII, dan TC1015 dipajang sebagai monumen di dalam Balai Yasa Manggarai. Lokomotif uap TD10 hanya bersisa satu buah, yakni TD1002 yang dipajang sebagai monument di depan Kantor Pusat PT Kereta Api Indonesia (Persero). Sekitar tahun 1970-an sampai dengan 1980-an, jalur trem di Karawang mulai tidak beroperasi lagi. Trem di Karawang kalah bersaing dengan mobil yang keberadaanya mulai banyak bermunculan, sehingga PJKA mengalami kerugian, Karena kerugian, Maka terpaksa Trem Uap Karawang-Rengasdengklok harus ditutup. Demikianlah riwayat trem uap Karawang-Rengasdengklok, sisa-sisa keberadaan trem jalur Karawang-Rengasdengklok masih bisa ditemui. Jalur terhubungJalur Aktif• Jalur kereta api Rajawali-Cikampek Jalur Nonaktif• Jalur trem Karawang–Cikampek Daftar stasiun
Referensi
|