Hejaz Railway atau jalur kereta api Hijaz adalah jalur kereta api yang dibangun pada masa pemerintahan UsmaniyahTurki pada masa pemerintahan Sultan Abdul Hamid II. Jalur ini terbentang antara Damaskus (Suriah)-Amman (Yordania) sampai ke Madinah (Arab Saudi). Jalur kereta api ini merupakan bagian dari jalur kereta api yang menghubungkan antara Istanbul-Haifa (Palestina) yang merupakan salah satu proyek infrastruktur pemerintahan Usmaniyyah selain program telekomunikasi dengan memasang kabel telegraf di seluruh wilayah Usmaniyyah yang saat itu meliputi wilayah sebagian Afrika utara, Timur Tengah sampai Balkan.
Pembangunan jalur kereta api ini sudah dilakukan pada tahun 1840 M namun baru direalisasikan pada tahun 1908. Rencana ini dilakukan untuk lebih menyatukan wilayah Usmaniyah yang luas dengan sarana transportasi dan telekomunikasi yang memadai di mana saat itu sarana transportasi darat yang lebih memadai adalah kereta api sekaligus sebagai salah satu program Pan Islamisme yang dilancarkan oleh Sultan Abdul Hamid II. Selain itu khusus jalur Hijaz adalah mempermudah dan meningkatkan pelayanan jamaah haji.
Pengerjaan jalur kereta api ini berbeda dengan pengerjaan jalur kereta api yang lain di wilayah Usmaniyah yang dilakukan dengan bantuan Jerman seperti pengerjaan jalur kereta api Istanbul-Baghdad. Pengerjaan ini dilakukan atas perintah Sultan Abdul Hamid II yang memerintahkan segenap kaum muslimin untuk berpartisipasi dalam pembangunan suci ini. Biaya yang diperlukan saat itu adalah sebesar 16 juta US $ dengan nilai dolar saat itu. Selain dari kaum muslimin, sumbangan datang dari pemerintah, Angkatan bersenjata, Tokoh Masyarakat serta gubernur khedive Mesir serta pemerintahan Shah di Iran. Pengerjaan ini melibatkan 5000 anggota Angkatan Darat serta penduduk sipil. Rencana pembangunan ini juga melanjutkan ke Mekkah dan pelabuhan Jeddah, tetapi karena terbentur masalah biaya dan terjadi pertentangan oleh penduduk wilayah itu, maka jalur ini hanya berakhir sampai Madinah. Versi lain mengatakan bahwa Syarif Hussein, Amir (pemimpin Mekkah) saat itu memandang bahwa Jalur kereta api ini mengancam kedudukannya di wilayah Hejaz sehingga menolak pembangunan Jalur itu sampai ke Mekkah bahkan Jeddah.
Konstruksi pembangunan jalur ini cukup sulit, karena melalui daerah kawasan gurun pasir yang memiliki rintangan cukup tinggi. Selain melalui gurun pasir yang rawan akan terjadinya badai gurun, juga menghadapi wilayah yang bergunung gunung batu seperti lereng Naqab di selatan Yordania. Selain itu sering lerjadinya longsor dan banjir di beberapa wilayah ketika musim hujan dan risiko kekurangan air. Selain dalam pengerjaannya, perjalanan melalui jalur ini juga melalui rintangan yang sama beratnya dengan pengerjaannya.
Pada tanggal 1 September 1908 jalur ini selesai dibangun dan mulai dioperasikan dan pada tahun 1912 telah mencapai 30.000 penumpang pertahun. Perjalanan haji semakin mudah serta menumbuhkan bisnis dan perdagangan di kawasan itu. Tercatat pada taun 1914 telah mencapai 300.000 penumpang. Selain para jamaah haji, angkatan bersenjata Usmaniyah memanfaatkannya untuk mengirimkan suplai pasukan dan barang.
Sebelum dibangun jalur kereta api ini, biaya perjalanan haji cukup mahal. Dengan menyewa unta dan perlengkapannya menghabiskan biaya 3.50 pound per empat hari sedangkan perjalanan dua bulan. Sementara perjalanan dengan kereta api lebih murah dari itu. Namun pada saat itu, sebagian orang menganggap bahwa menggunakan kereta api dalam perjalanan haji hanya digunakan untuk kaum wanita dan orang orang tua sedangkan kaum lelaki tetap menggunakan unta dengan menganggap hal itu mengikuti contoh Nabi.
Pada periode selanjutnya ketika Usmaniyah terlibat Perang Dunia I di pihak Jerman, jalur ini mengalami kerusakan akibat sabotase agen Inggris yang dikenal sebagai Lawrence of Arabia, selain karena kerusakan yang akibat revolusi Arab pada saat itu, meskipun sebagian orang mengatakan bahwa penduduk dan pihak lokal yang terlibat revolusi itu tidak merusak jalur kereta api tetapi menyerang suplai dan tentara Turki. Sebagian lagi mengatakan bahwa perusakan jalur ini dilakukan oleh penduduk lokal yang khawatir akan kehilangan penghasilan dari persewaan unta kepada jamaah haji.
Setelah Perang Dunia I sampai tahun 1971, ada usaha usaha untuk memperbaiki kembali jalur kereta api ini, tetapi memerlukan biaya yang cukup mahal. Terlebih lebih pada dekade 1970, dunia penerbangan tumbuh dengan cepat. Terlebih lebih menggunakan perhubungan udara yang menggunakan pesawat udara dianggap lebih ekonomis untuk wilayah semenanjung Arab yang secara geografis didominasi oleh gurun pasir.
Saat ini, jalur kereta api Hejaz hanya tinggal dijumpai sisa sisa bengunan stasiun, bengkel, menara dan pompa air serta benteng-benteng yang dibangun pada masa pemerintahan Usmaniyah. Hanya di jalur Damaskus-Amman yang masih digunakan untuk kepentingan wisata dan transportasi terbatas. Selebihnya terutama di daerah Syria dan Yordania, bangunan bangunan tersebut dijadikan Museum. Sementara Stasiun Madinah, oleh pemerintah Arab Saudi dijadikan Musium yang terletak di jalan keluar kota Madinah menuju Mekkah melalui Bir Ali atau Dzulkhulaifah yang digunakan sebagai patokan (miqat) untuk niat melaksanakan Ibadah haji.