Jacques Lacan
Jacques Marie-Émile Lacan atau Jacques Lacan saja (baca: zhak lakang) (13 April 1901 – 9 September 1981) adalah psikoanalis Prancis terkenal yang sezaman dengan Roland Barthes, Michel Foucault, dan Derrida.[1][2] Ia mengembangkan psikoanalisis Sigmund Freud berbasis semiologi.[1] Fokus utama studinya adalah ketidaksadaran, yang sebelumnya diperkenalkan Freud.[2] Lacan menggali kembali ketidaksadaran ini dengan bantuan model linguistik Saussure dan memusatkan kajiannya pada percakapan antara analis (psikiater / psikolog) dan analisis pasien.[2] Percakapan itu, menurutnya, merupakan seuntai rantai penanda-penanda.[2] Penanda-penanda itu adalah mimpi, gejala neurosis, salah tindak, dan lainnya.[2] Riwayat Hidup RingkasJacques Lacan lahir di Prancis pada 13 April 1901 dari orang tua bernama Alfred dan Emilee Baudry Lacan, pasangan dari kelas borjuis.[1][2] Lacan dididik secara Yesuit dan bersekolah di sekolah bergengsi, Kolese Stanislas, di Paris.[1] Setelah menyelesaikan kuliahnya di bidang farmasi, ia belajar di bawah bimbingan Gaetan Gatian de Clerambault dalam bidang Psikiatri, khusunya mental automatism yang di kemudian hari disebut oleh Lacan sebagai satu-satunya pakar psikiatri.[1] Pada tahun 1928-1929, Lacan belajar di Infirmerie Speciale pres de la Prefercture de Police dan menerima gelar diploma dalam bidang medis, seletah ia bekerja di Rumah Sakit Henri Rouselle dari 1929-1931.[1] Kemudian pada tahun 1932, setelah dua tahun di klinik Santa Anna, Lacan menerima gelar doktoral dalam bidang psikiatri.[1] Tesisnya berjudul De la psychose paranoïaque dans ses rapports aves la personalité.[1] Pada tahun 1933 Lacan menerbitkan sebuah artikel dalam jurnal surealisme Le minotaure, bahkan ia menerbitkan sebuah puisi yang benar-benar bergaya surealis dan imaginer.[1] Pada tahun 1934, Lacan menjadi anggota dari La Société Psychoanalytique de Paris (SPP), dan memulai analisis selamat pecah perang.[3] Selama pendudukan Nazi di Prancis, Lacan menghentikan semua kegiatan profesional resmi sebagai protes terhadap orang-orang yang disebut "musuh-musuh umat manusia."[3] Setelah perang, ia bergabung dengan SPP, dan setelah perang selesai, ia bangkit menjadi seorang tokoh terkenal dan kontroversial di masyarakat psikoanalitis internasional, hingga akhirnya dilarang pada tahun 1962 dari Asosiasi Internasional untuk psikoanalitik pandangan ortodoksnya pada panggilan dan praktik psikoanalisis.[3] Namun karier Lacan baik sebagai akademisi dan praktisi tidak berakhir dengan ekskomunikasi ini. Pada tahun 1963, ia mendirikan L' École de Paris Freudienne (EFP), sebuah sekolah yang ditujukan untuk pelatihan analis dan berlatih psikoanalisis menurut ketentuan para pengikut Lacan (Lacanian).[3] Pada tahun 1980, setelah seorang diri membubarkan EFP, ia kemudian bergabung dengan La Cause Freudienne dan mengatakan: "Terserah Anda, jika memang ingi, jadilah seorang Lacanian, tetapi saya tetap Freudian."[3] Lacan meninggal di Paris pada tanggal 9 September 1981.[3] Pengaruh dan Orang-orang SezamannyaLacan menarik filsuf, ahli bahasa,dan pemikir lain pada sebuah seminar mingguan di Gereja St. Anne: Roland Barthes, Michel Foucault, Claude Lévi-Strauss, dan Louis Althusser duduk di antara penonton dan dipengaruhi oleh pekerjaannya.[4] Dari seri kuliah inilah karya Écrits terbentuk( 1966).[4] Pada tahun 1953-1963 Lacan berkonsentrasi pada struktur bahasa dan peran simbolik dalam karya Freud.[4] Dia merasa bahwa Freud telah memahami bahwa psikologi manusia didasarkan pada bahasa, tetapi akan diperlukan kosakata dan konsep strukturalis Saussure bahasa sebagai sistem perbedaan untuk mengartikulasikan hubungan antara psikoanalisis dan bahasa.[4] Dalam Les psikosis: Seminar III, Lacan mengklaim bahwa alam bawah sadar terstruktur seperti bahasa dan diatur oleh perintah penanda yang muncul dari setiap tindakan manusia dalam pengalamannya (simbol, gambar, representasi).[4][5] Lacan seolah memperingatkan manusia akan dampak dari melihat gambar, seperti yang ditonton dari televisi, sebab memahami gambar bukan hal yang mudah, setiap orang yang memiliki ego akan memandangnya secara berbeda.[5] Ia pernah berkata, "Saya mengidentifikasi diri dalam bahasa, tetapi hanya dengan cara kehilangan diri di dalamnya seperti layaknya sebuah objek.[4] Apa yang diwujudkan dalam sejarah itu tidak pasti, karena tidak ada lagi, atau bahkan baru saya sadari sekarang, secara tidak sadar itu membentuk saya pada masa depan."(Dari Écrits)[4] Bunga rampai artikelnya, Ecrits (1966), meski terkenal susah dibaca, berpengaruh banyak di bidang linguistik, teori film, dan kritik sastra.[5] Sumbangan PemikiranDalam upaya meninjau kembali teori tentang subjektivitas yang diturunkan dari karya Sigmund Freud, Lacan membaca ulang Freud untuk memperjelas dan menghidupkan sekumpulan konsep, khususnya konsep ketidak sadaran.[2] Teori tentang ego dalam diri manusia yang memunculkan ketidaksadaran manusia itu meluas ke berbagai bidang sosial dan kemanusiaan. Di Amerika dan negara berbahasa Inggris lainnya berkembang pesat di bawah pengaruh Heinze Hartman. Pada masa setelah perang besar, gerakan humanisme menjadi penting, dan muncul pemahaman betapa pentingnya kesadaran manusia, suatu keyakinan bahwa ego itu, baik maupun buruk- berada di pusat kehidupan psikis manusia. Dengan penekanan strukturalis pada bahasa sebagai suatu sistem perbedaan tanpa pengertian positif, Lacan menonjolkan pentingnya bahasa dalam karta Freud. Akan tetapi sebelum pendekatan strukturalis menjadi populer, pada tahun 1936 Lacan telah mengembangkan teori bayangan cermin yang bicara tentang kemampuan bayi berumur 6-18 bulan (belum punya suara), dapat mengenali bayangannya sendiri di cermin.[2] Tindak pengenalan diri tidak menjadi jelas dengan sendirinya, ini karena sang bayi akan melihat gambaran tersebut baik sebagai dirinya sendiri maupun bukan dirinya (hanya imaji yang terpantul).[2] Pada usia itu, bayi belum memiliki konsep kesadaran diri, kemudian pada usia setelahnya -setelah ia mulai berbahasa, disebut sebagai penanda adanya kesadaran diri.[2] Dengan demikian, pembentukan ego terjadi, itulah pusat kesadaran.[2] Pada tahun 1953, Lacan dalam Diskursus Roma mengatakan, "Manusia berbicara,.... tetapi simbollah yang membuatnya menjadi manusia."[2] Referensi
Lihat pula |