Ismail Mu'abidin Riayat Shah dari Perak

Duli Yang Maha Mulia Paduka Sri Sultan Ismail Mu'abidin Riayat Shah Ibni Almarhum Sayyid Sheikh Al-Khairat (Wafat 4 September 1889) adalah Sultan Perak Ke-25 yang bertakhta dari 28 Juni 1871 hingga baginda turun takhta pada 1874.

Kehidupan

Baginda merupakan Sultan Perak yang memiliki percampuran keturunan antara Kesultanan Siak Sri Inderapura dan Kerajaan Perak. Ayahnya, Sayyid Sheikh Al-Khairat merupakan keluarga Kesultanan Siak yang nasab nya terus bersambung hingga Sultan Siak Ke-1, yaitu Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah I dan ibunya Yang Amat Mulia Raja Mandak Binti Sultan Ahmaddin Shah, puteri Sultan Perak Ke-18. Sebelum menjabat sebagai seorang Sultan, baginda menjabat sebagai Raja Bendahara yang berkuasa di wilayah Ulu Perak.

Kekeliruan Nasab

Banyak kalangan sejarawan dan pengkaji Nasab Raja-Raja Perak yang keliru mengenai nasab keturunan beliau. Para sejarawan itu beranggapan bahwa baginda merupakan keturunan Sayyid Al-Shahab dari Siak, namun hal ini ternyata salah, baginda merupakan keturunan daripada Sayyid Sheikh Al-Khairat yang bernasab langsung hingga ke Sultan Siak pertama.

Kekeliruan ini terjadi karena pada saat pengkajian sejarah riwayat hidupnya, sejarawan barat seperti R.O. Winstedt dan W.E. Maxwell salah dalam menerjemahkan ejaan nama ayah baginda dari huruf jawi ke huruf latin. Akibat daripada kekeliruan ini, banyak sekali naskah atau artikel yang mencantumkan nama Raja Syed Hitam sebagai ayahanda baginda.

Sultan Perak

Baginda dilantik sebagai Sultan Perak setelah Raja Muda saat itu, Raja Muda Abdullah tidak hadir di pemakaman Sultan Ali Al-Mukammal Inayat Shah pada 25 Mei 1871 di wilayah Sayong. Ketidakhadiran Raja Muda Abdulllah dikarenakan kekhawatiran nya akan dibunuh oleh Raja Di-Hilir Yusuf bersta para pengikutnya dikarenakan telah terjalin permusuhan yang sudah sangat lama antara kedua belah pihak keluarga. Setelah 30 hari kemangkatan Sultan Ali Al-Mukammal Inayat Shah, Raja Abdullah tak kunjung juga datang. Hal ini mengakibatkan pemakaman Sultan Ali tertunda dan pelantikan Sultan Perak yang baru belum juga dilaksanakan. Oleh karena itu, setelah melihat kondisi yang sangat tidak kondusif tersebut akhirnya Orang-Orang Besar Perak yang dipimpin oleh Orang Kaya Menteri Ngah Ibrahim Bin Long Jaafar mengangkat Raja Bendahara Ismail sebagai penguasa berikutnya pada 28 Juni 1871.

Penentang Inggris

Sejak ditandatangani nya Perjanjian Pangkor pada 20 Januari 1874 antara pihak Inggris dan Raja Abdullah, ia telah telah kehilangan gelar nya sebagai seorang Sultan Perak yang berdaulat dan melantik Raja Abdullah sebagai penggantinya. Hal ini kemudian membuat ia marah termasuk kepada Residen Inggris J.W.W. Birch.

Persengketaan dimulai apabila Residen J.W.W. Birch mendatanginya di wilayah Belanja untuk mendapatkan alat-alat kebesaran kesultanan guna penobatan Raja Abdullah sebagai Sultan yang baru. Namun tindakan ini mendapatkan pertentangan dan kemarahan dari Baginda. Semenjak saat itu, Baginda terus berupaya untuk menghapuskan pengaruh koloni Inggris dan J.W.W. Birch dari wilayah Perak

Melarikan diri dan dibuang negeri

Setelah inseden pembuhunan J.W.W. Birch, tentara Inggris hendak menangkap Sang Sultan karena telah diduga telah bersekongkol dan menjadi dalang daripada pembunuhan tersebut. Namun, baginda berhasil melarikan diri beserta pengikut-pengikutnya dari wilayah Belanja hingga ke Kedah dengan cara menaiki gajah dan menumbangkan pohon-pohon yang besar dengan tujuan untuk membuah lengah tentara Inggris.

Pada pertengahan Januari 1876, Sultan Ismail beserta pengikutnya telah sampai di wilayah Kedah dan langsung menghadap Sultan Kedah, Sultan Zainul Rashid II, untuk meminta perlindungan darinya. Sultan Kedah yang saat itu mengalami dilema karena merasa serba salah untuk melindungi orang yang dicari pihak Inggris, telah pergi ke Penang untuk menghadap Letnan Kolonel Anson. Hasil dari pertemuan tersebut, Letnan Kolonel Anson telah memerintahkan Sultan untuk memperbolehkan Sultan Ismail untuk masuk ke wilayah Kedah kemudian baru menangkap dan menyerahkan nya kepada Letnan Kolonel Anson di Pulau Pinang. Pada 17 Maret 1876, Sultan Ismail telah sampai di Kuala Kedah dan pada 20 Maret 1876 Sultan Ismail beserta 18 orang pengikutnya telah dibawa untuk berjumpa Letnan Kolonel Anson di Pulau Pinang. Perempuan dan anak-anak beserta 27 ekor gajah yang ada dalam rombongan semuanya ditinggalkan di Kedah.

"Pada 23 Mac (1876), Raja Ismail telah dibawa ke pejabat saya di Pulau Pinang, dan beliau telah menyerahkan kepada saya segala Alat Kebesaran Kerajaan Negeri Perak. Saya dapati beliau seorang tua yang baik (gentleman) dan menyukakan hati. Saya sangat belas kasihan kepadanya. Oleh sebab Alat Kebesaran itu ada di tangan beliau, itu menunjukkan beliau telah jadi Sultan (Perak) yang sebenarnya...Adalah satu kesilapan besar melantik (Raja) Abdullah yang tak ada apa gunanya itu."

— Haji Buyong bin Adil (1981), Sejarah Perak, Dewan Bahasa & Pustaka (Kuala Lumpur, hlm. 141)

Wafat

Sultan Muda Ismail wafat pada 4 September 1889. Beliau telah dimakamkan di Pemakaman Diraja Bukit Mahmoodiah, Johor Baru dan telah diberi gelaran Marhum Mangkat di Sekudai.