Isaias Afewerki (Ge'ez: ኢሳይያስ ኣፈወርቂ) (lahir 2 Februari 1946) tampil menjabat pertama Presiden Eritrea saat ini.
Isaias Afewerki dilahirkan dalam keluarga Eritrea terkemuka dari kebangsawanan Hamasien. Ia adalah kemenakan dari Dejazmatch Solomon, yang menjadi administratur provinsi Wollo untuk Putra Mahkota Ethiopia Asfaw Wossen. Isaias adalah anggota dari salah satu keluarga Eritrea yang berpengaruh pada masa pemerintahan Kaisar Haile Selassie dari Ethiopia. Ia menjadi mahasiswa teknik di Addis Ababa (ibu kota Ethiopia), tetapi keluar dari sana untuk bergabung dengan pasukan perjuangan kemerdekaan Eritrea pada pertengahan 1960-an setelah federasi Eritrea dengan Ethiopia dibubarkan.
Ia aktif dalam Front Pembebasan Eritrea (FPE) pada 1966, lalu pada 1987 menjadi sekretaris jenderal Front Pembebasan Rakyat Eritrea (FPRE), yang mulanya cabang dari FPE, tetapi saat itu menjadi kelompok perlawanan yang dominan di Eritrea. Isaias Afewerki diakui sebagai perancang strategi yang akhirnya memungkinkan FPRE mengalahkan dan menghapuskan FPE sebagai gerakan pembebasan utama di Eritrea, sementara pada saat yang sama meningkatkan efektivitas kelompoknya melawan pasukan-pasukan Kaisar Haile Selassie dan kemudian rezim Derg Ethiopia. Bersama Meles Zenawi dari Front Pembebasan Rakyat Tigrea, ia mengadakan aliansi saling menguntungkan yang akhirnya membawa kedua gerakan itu ke Addis Ababa untuk menggulingkan rezim Derg pada 1991 dan mencapai kemerdekaan Eritrea lewat referendum pada 1993.
Setelah kemerdekaan Eritrea 1993, ia menjadi presidennya yang pertama, di bawah FPRE yang telah ditata ulang, dan kini bernama Front Rakyat untuk Demokrasi dan Keadilan. Namun persahabatannya yang dulu akrab dengan pemerintah Ethiopia kini merosot menjadi pertikaian perbatasan dan ekonomi yang sengit yang berubah menjadi perang perbatasan yang panjang dan berdarah dengan Ethiopia pada 1998 - 2000. Konflik senjata dengan Ethiopia mengakibatkan kematian lebih dari 70.000 orang dari kedua pihak dan berakhir dengan penandatanganan Persetujuan Algiers pada 12 Desember 2000.
Isaias dikritik pedas oleh banyak anggota kabinet dan partainya (G-15) atas caranya menangani konflik perbatasan dengan Ethiopia. Ia bereaksi dengan menuduh mereka berkhianat dan pengecut dan akhirnya memenjarakan mereka incommunicado (tanpa dapat berhubungan dengan pihak luar).
Pemilu nasional Eritrea diadakan pada 1995 sementara pemilu regional telah diadakan setiap lima tahun dan yang terakhir pada 2004.[1] Pemerintahnya telah mengadili para redaktur semua koran setempat, kecuali tiga, karena gagal menaati Undang-undang Pers. Menurut Reporters without Borders, Eritrea memenjarakan 13 wartawan.[2][3] Konstitusi Eritrea disahkan pada 1997 oleh dewan konstituante. Mei 2002 semua denominasi Kristen selain Katolik, Ortodoks dan Lutheran Injili diperintahkan tutup sesuai dengan peraturan agama yang berlaku sejak Kolonial Eritrea. Ratusan orang Kristen ditangkap.[4],[5].
Karena frustrasinya dengan kemacetan proses perdamaian dengan Ethiopia, Presiden Eritrea menulis Enam Belas Surat kepada (http://en.wikisource.org/wiki/Eleven_Letters) Dewan Keamanan PBB dan Sekretaris Jenderal Kofi Annan.