Indang PiamanIndang Piaman adalah salah satu pertunjukan sastra lisan masyarakat Minangkabau. Pertunjukan ini menggunakan diiringi dendang yang dihasilkan dari rapa’i. Penyajiannya dilakukan oleh satu kelompok tuan rumah dan dua kelompok tamu yang masing-masing terdiri atas 8–22 orang laki-laki. Sajiannya berupa permohonan izin, kajian keislaman, sapaan, permintaan maaf, tanya-jawab dan permohonan jawaban.[1] SejarahIndang Piaman berawal dari dakwah yang dilakukan oleh para ulama dan guru agama Islam ke Pariaman. Masyarakat akan bersila, membentuk segitiga, memainkan peran dan memainkan rebana. Kesenian ini kemudian berkembang di surau-surau pada tiap negeri di Minangkabau.[2] PenggunaanMasyarakat Pariaman menggunakan Indang Piaman terutama sebagai media komunikasi dalam mengajarkan Islam. Penggunaan Indang Piaman kemudian berkembang menjadi alat penjalin hubungan dalam masyarakat serta sebagai media hiburan pada acara pesta pernikahan dan perpisahan. Selain itu, tempat penyelenggaraannya juga berpindah dari surau ke tempat pertunjukan khusus yang disebut laga-laga. [2] PenamaanIndang Piaman merupakan kesenian masyarakat di wilayah pesisir Sumatera Barat. Kata indang berarti alat penampi beras. Penamaan ini merupakan perlambangan mengenai proses pertunjukan Indang Piaman. Dalam pertunjukan, tiap pemain menampi kata-kata lawannya. Selain itu, kata indang juga dimaknai sebagai gerakan para pemain yang menyerupai gerakan menampi beras.[2] KajianKajian yang dibahas dalam Indang Piaman berkaitan dengan pedoman atau teladan dalam masyarakat Pariaman. Teks-teks yang digunakan menjelaskan tentang cara manusia atau kelompok manusia dapat saling berhubungan dengan manusia atau kelompok manusia lainnya dalam satu kebudayaan yang sama. Selain itu, Indang Piaman juga menjelaskan tentang cara manusia berhubungan dengan lingkungannya serta alam lainnya.[3] Referensi
|