Imigrasi Permu merupakan sebuah desa yang terletak di kecamatan Kepahiang Provinsi Bengkulu. Sejarah desa ini dimulai saat pemerintahan kolonial Belanda mendatangkan imigran dari Ciomas, Ciapus, Dermaga (sekarang masuk wilayah Bogor-Jawa Barat) ke daerah kepahiang. Para imigran yang berasal dari Bogor tersebut didatangkan pertama kali oleh pemerintahan kolonial Belanda sekitar tahun 1909, yakni saat diberlakukannya politik etis oleh pemerintahan Belanda dalam upaya memperbaiki kondisi kehidupan rakyat pedesaan di pulau Jawa.
Hal ini sesuai dengan catatan sejarah transmigrasi di Indonesia yang pertama kali dimulai pada tahun 1905 ketika 155 keluarga petani dari Kedu dipindakan ke desa baru di daerah Lampung Selatan. Disusul kemudian dengan didirikannya sebuah pemukiman kecil di Bengkulu pada tahun 1909. Petani-petani yang berasal dari daerah yang padat penduduknya di Jawa oleh pemerintahan kolonial Belanda dipindahkan ke desa-desa baru yang disebut dengan istilah ‘koloni’ yang merupakan daerah-daerah kosong di luar Jawa (Hardjono, 1982:1-2). Imigran yang berasal dari Bogor ini awalnya untuk sementara waktu direlokasikan di daerah Kaban Agung baru kemudian dipecah ke dua wilayah, sebagian menetap di daerah Imigrasi Air Sempiang dan sebagian lagi menetap di daerah Imigrasi Permu. Selanjutnya wilayah Imigrasi Air Sempiang ini kemudian dikenal sebagai desa Kampung Bogor karena mayoritas penduduknya merupakan imigran yang berasal dari Bogor Jawa Barat, sedangkan wilayah Imigrasi Permu namanya hingga saat ini tidak berubah.
Secara adminisratif desa Imigrasi Permu masuk ke dalam wilayah Kecamatan Kepahiang Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu. Kabupaten Kepahiang terhitung masih baru berdiri yakni tahun 2002 sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Rejang Lebong. Pemekaran Kabupaten Rejang Lebong ini menghasilkan 3 Pemerintahan Daerah yang baru yaitu Kabupaten Lebong, Kabupaten Curup serta Kabupaten Kepahiang.
Kecamatan Kepahiang terletak di daerah pegunungan sekitar enampuluh kilometer arah Timur kota Bengkulu. Daerah tersebut merupakan dataran tinggi yang berbukit-bukit sehingga sarana jalan di daerah ini berkelok-kelok mengikuti kontur bukit, bila diamati di wilayah jarang dijumpai jalanan yang lurus. Petani di wilayah Kepahiang ini umumnya menanam tanaman perkebunan seperti kopi, lada atau kakao. Iklim daerah Kepahiang sebenarnya sangat cocok untuk pertumbuhan tanaman sayuran namun hanya sedikit saja petani yang menanamnya sebagian besar petani lebih menyukai menanam tanaman perkebunan.
Jumlah penduduk dan agama yang dipeluknya. Jumlah penduduk Imigrasi Permu 1960 jiwa terdiri atas laki-laki sebanyak 997 orang, perempuan 963 orang. Sementara jumlah kepala keluaga sebanyak 527. Rata-rata setiap keluarga memiliki dan menanggung anggota keluarga sebanyak 4 orang. Penduduk desa Imigrasi Permu kebanyakan dari etnis Sunda (65%) disusul etnis Rejang, Serawai, Minang, Palembang, Pasemah, Aceh, Batak.
Desa Imigrasi Permu memiliki empat buah dusun. Dua buah dusun dinamai dengan bahasa Sunda yaitu dusun Tonggoh (hulu) dan dusun Lebak (hilir). Dua dusun lagi dinamakan dusun Kaum dan dusun Talang Jarang. Kata talang berasal dari bahasa Rejang yang dalam bahasa Indonesia berarti kebun. Di dusun kaum terdapat mesjid yang pertama kali dibangun saat para imigran datang ke Imigrasi Permu. Penamaan kaum yang merujuk pada suatu daerah dimana terdapat mesjid yang menjadi pusat ibadah kaum muslim sekitarnya ini mirip seperti yang banyak dijumpai di pulau Jawa.
Wilayah desa Imigrasi Permu berada ketinggian 700 meter di atas Permukaan laut dengan topografi yang berbukit-bukit, tanahnya subur dan berjenis lempung hitam, suhu udara di daerah ini cukup sejuk dengan rata-rata temperatur harian 25oC. Sebagian besar lahan di desa ini ditanami padi sawah, sebagian lainnya dibangun kolam ikan dan ditanami tanaman kopi. Sarana transportasi di desa ini cukup baik karena wilayah Imigrasi Permu dilewati jalan yang menghubungkan kabupaten Kepahiang dengan kabupatern Pagar Alam.
Desa Imigrasi Permu dilewati sungai dan mempunyai sumber mata air yang mengalir sepanjang tahun. Sehingga areal pertanian di Imigrasi Permu ini dapat ditanami padi sepanjang tahun, namun kebanyakan petani di Imigrasi Permu menyelinginya dengan tanaman palawija seperti tomat, jagung, cabai, atau mentimun. Pada sejumlah lahan di desa ini dibangun kolam ikan yang ditanami ikan mas atau mujair. Orang Rejang yang menetap di Imigrasi Permu-pun sudah membiasakan diri memelihara ikan di kolam, kebiasaan memelihara ikan ini dipelajari dari orang Sunda. Sejumlah lahan di Imigrasi Permu digunakan untuk bertanam kopi namum luas lahan yang ditanami kopi sedikit sekali bila dibandingkan dengan lahan yang digunakan untuk tanaman padi.
Batas Wilayah Imigrasi Permu, di sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Pasar Kepahiang, di sebelah Selatan berbatasan dengan desa Sukamerindu, di sebelah Barat berbatasan dengan desa Taba Santing dan Padang Lekat serta di sebelah Timur berbatasan dengan desa Permu. Jarak desa Imigrasi Permu dengan pusat-pusat pemerintahan. Dari kantor Kecamatan Kepahiang sejauh 1 km, dari kantor Kabupaten Kepahiang 3 km, dan dari ibukota provinsi Bengkulu 63 km. Keberadaan desa Imigrasi Permu ini dapat dikatakan berdekatan dengan pusat pemerintahan kabupaten dan kecamatan. Posisi Desa Imigrasi Permu cukup strategis dimana lokasinya merupakan jalan perlintasan antarkota yang menghubungkan beberapa kota diantaranya kota Bengkulu, Curup, Lubuk Linggau dengan kota Pagar Alam, Lahat serta Muara Enim. Tidak jauh dari kantor Desa terdapat gudang-gudang tempat jual-beli kopi, para petani kopi di sekitar Imigrasi Permu serta daerah Kepahiang bagian Timur banyak yang menjual hasil panen kopi kepada pedagang-pedagang kopi di tempat tersebut. Pedagang kopi di Imigrasi Permu ini kemudian menjual kembali kopi dari petani tersebut kepada pedagang besar kopi di kota-kota besar seperti Bandar Lampung, Palembang, Medan, Jakarta bahkan hingga ke pedagang besar kopi di Surabaya. Umumnya pedagang pengumpul kopi di Imigrasi Permu ini (dikenal sebutan tauke kopi) berasal dari etnis Rejang atau etnis Serawai, saat ini tidak ada tauke kopi yang berasal dari etnis Sunda. Padahal sebelumnya pernah ada dari kalangan etnis Sunda yang menjadi tauke kopi, namun setelah tauke tersebut meninggal tidak dilanjutkan oleh keturunannya sehingga gudang kopinya pun disewakan kepada orang Rejang yang berdagang kopi. Panen besar kopi biasanya terjadi pada bulan Mei, pada bulan tersebut kesibukan di gudang-gudang kopi akan sangat terasa. Jumlah kopi yang dikirim dari tauke di Imigrasi Permu ke pedagang besar di luar kota mencapai puluhan ton setiap harinya, saat panen besar tersebut truk-truk besar dengan kapasitas 16 ton sering terlihat hilir mudik mengangkut kopi dari gudang-gudang tersebut ke luar kota. Pada masa panen raya kopi tersebut roda perekonomian di Kepahiang terasa berputar lebih cepat, petani-petani dari dusun-dusun di Kepahiang dan sekitarnya pergi berbelanja barang-barang elektronik, kendaraan roda dua atau empat serta barang kebutuhan lainnya. Suasana di ibukota kabupaten akan lebih ramai karena banyak penduduk yang berbelanja di kota selama masa panen tersebut, demikian pula acara pernikahan banyak diselenggarakan sekitar bulan-bulan tersebut yang diwarnai dengan didirikannya tenda-tenda untuk acara hiburan ‘organ tunggal’ yang umum diadakan dalam pesta pernikahan di Kepahiang.