Coelacanth Indonesia (Latimeria menadoensis) (sering dikenal dengan ikan raja laut), atau juga disebut coelacanth Sulawesi,[1][2] adalah salah satu dari dua spesies hidup coelacanth, sejenis ikan purba, yang masih ada hingga kini. Coelacanth Indonesia memiliki ciri berwarna sisik tubuh kecokelatan. Ikan langka ini masuk ke dalam daftar IUCN Red List dengan kategori rentan.[1] Satu spesies lainnya, Latimeria chalumnae (coelacanth Afrika) masuk dalam daftar terancam kritis.[3] Populasi coelacanth Indonesia yang terpisah ditemukan di perairan Sulawesi Utara serta Papua dan Papua Barat.
Di Indonesia, spesimen coelacanth Indonesia yang telah diawetkan kering disimpan dalam peti kaca dan dipamerkan di Seaworld Indonesia, Jakarta. Setidaknya ada dua awetan basah coelacanth Indonesia, yakni yang disimpan di Museum Zoologicum Bogoriense (MZB) di Cibinong dan di Manado.[4]
Penemuan
Pada tanggal 18 September 1997, Arnaz dan Mark Erdmann, berwisata ke Indonesia untuk berbulan madu. Mereka melihat ikan aneh dijual di pasar Manado Tua, di Sulawesi Utara.[5] Mark mengira ikan itu adalah seekor gombessa (Coelacanth Komoro), meskipun berwarna cokelat, dan bukan biru. Erdmann hanya mengambil beberapa foto ikan tersebut sebelum dijual. Seorang ahli menyadari foto mereka yang diunggah ke internet dan menyadari betapa pentingnya penemuan ini. Setelah memastikan bahwa penemuan tersebut unik, Erdmann kembali ke Sulawesi pada bulan November 1997, mewawancarai para nelayan untuk mencari contoh lebih lanjut.[6][7] Erdmann menghubungi nelayan setempat dan meminta mereka untuk segera mengirimkan ikan seperti ini, jika ada tangkapan ikan ini kelak. Pada bulan Juli 1998, seorang nelayan bernama Om Lameh Sonatham menangkap spesimen Indonesia kedua, dengan panjang 1,2 m dan berat 29 kg pada tanggal 30 Juli 1998, dan menyerahkan ikan tersebut kepada Erdmann.[8] Ikan ini sempat hidup selama enam jam, memungkinkan ilmuwan untuk mendokumentasikan lewat foto, warnanya, gerakan sirip, dan perilaku umum ikan ini. Spesimen ini kemudian diawetkan dan disumbangkan ke Museum Zoologicum Bogoriense (MZB), bagian dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).[5] Penemuan Erdmann diumumkan di Nature pada bulan September 1998.[9]
Ikan yang dikumpulkan oleh Erdmann dijelaskan dalam Comptes Rendus de l'Académie des Sciences Paris edisi 1999 oleh Pouyaud dkk. Spesies diberi nama ilmiahLatimeria menadoensis (dinamai menurut Manado tempat spesimen itu ditemukan).[10] Deskripsi dan penamaannya dipublikasikan tanpa keterlibatan atau sepengetahuan Erdmann, yang saat itu sedang melakukan penelitian independen terhadap spesimen tersebut.[11] Menanggapi keluhan Erdmann, Pouyaud dan dua ilmuwan lainnya menegaskan dalam pengajuannya kepada Nature bahwa mereka telah mengetahui spesies baru tersebut sejak tahun 1995, sebelum penemuan tahun 1997. Namun bukti foto yang diberikan mengenai spesimen sebelumnya, yang konon dikumpulkan di barat daya Jawa, dianggap sebagai pemalsuan mentah oleh tim editorial dan klaim tersebut tidak pernah dipublikasikan.[12][13]
Ikan tersebut dilindungi secara hukum melalui Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 7 Tahun 1999.[14] Namun, ikan tersebut terus ditangkap oleh nelayan setempat; pada tanggal 5 November 2014, seorang nelayan menemukan spesimen di jaringnya, ikan coelacanth Indonesia ketujuh yang ditemukan di perairan Indonesia sejak tahun 1998.[15] Delapan telah ditangkap pada tahun 2018.[16]
Deskripsi
Secara fisik, coelacanth tampak seperti ikan kerapu macan. Secara sekilas, coelacanth Indonesia, yang dikenal secara lokal sebagai raja laut, tampak sama dengan yang ditemukan di Komoro, hanya saja warna latar belakang kulitnya adalah abu-abu kecoklatan, bukan kebiruan. Spesies ini memiliki pola bintik-bintik putih yang sama dengan coelacanth Afrika, namun dengan bintik-bintik di permukaan punggung tubuhnya dan sirip yang tampak keemasan karena pantulan cahaya.[9] Panjangnya bisa mencapai 1,4 meter.[16][17]
Coelacanth memiliki sepasang sirip dada, sirip perut, satu sirip anal (bagian belakang bawah), dan satu sirip punggung yang tidak menyatu dengan tubuh, tetapi menjulur, bercuping, dan berdaging seperti tungkai. Untuk tetap pada posisinya, coelacanth menggerakkan sirip perut dan sirip dadanya seperti dayung. Gerakan maju datang dari sirip anal dan sirip punggung belakang. Rahang atas coelacanth dapat bergerak membuka seperti rahang bawah. Dengan kemampuan itu, coelacanth, sebagai karnivora, dapat memangsa ikan yang lebih besar. Coelacanth melahirkan secara ovovivipar.
Analisis DNA menunjukkan bahwa spesimen yang diperoleh Erdmann berbeda secara genetik dari populasi Komoro.[10][18][19] Pada tahun 2005, sebuah studi molekuler memperkirakan waktu perbedaan antara spesies coelacanth Indonesia dan Komoro adalah 30–40 juta tahun lalu. Kedua spesies menunjukkan perbedaan keseluruhan 4,28% dalam nukleotidanya.[20]
Analisis terhadap spesimen yang ditemukan dari Waigeo, Papua Barat di Indonesia bagian timur menunjukkan bahwa mungkin terdapat garis keturunan lain dari coelacanth Indonesia, dan kedua garis keturunan tersebut mungkin telah menyimpang 13 juta tahun yang lalu. Apakah garis keturunan baru ini mewakili subspesies atau spesies baru masih belum dapat ditentukan.[21]
Habitat
Habitat ikan coelacanth Indonesia berada di sekitar perairan Laut Sulawesi, terutama di sekitar Pulau Manado Tua, perairan Malalayang, Teluk Manado, dan di perairan Talise, Minahasa Utara.[22] Pada beberapa kesempatan penelitian langsung di habitat aslinya, Coelacanth ditemukan berdiam di mulut goa batuan lava bawah laut.[4] Tim peneliti yang menggunakan kapal selam telah mencatat penampakan langsung ikan tersebut di perairan Manado Tua dan kepulauan Talise di lepas pantai Sulawesi Utara serta di perairan Biak di Papua.[23][24][16] Kawasan ini memiliki topografi berbatu terjal dan penuh gua yang merupakan habitat ikan. Coelacanth ini hidup di perairan dalam sekitar 150 meter atau lebih, dengan suhu antara 14 dan 18 derajat Celcius.[23]
Survei ikan coelacanth oleh Aquamarine Fukushima
April 2005: tidak ditemukan ikan coelacanth.
Mei / Juni 2006, memotret 7 individu di perairan Buol, Sulawesi Tengah.
Desember 2006, memotret 3 individu di Buol.
Juni 2007, memotret 1 individu di perairan Malalayang, Manado.
14 September 2009, memotret 1 individu, di Pulau Talise.
24 September 2009, memotret 6 individu di Pulau Talise.
6 Oktober 2009, memotret 1 individu juvenil di Teluk Manado.
November 2010, menemukan dan memfilmkan 5 coelacanth di Biak, papua.
Mei-Juni 2012, melanjutkan survei di Manado.
Juni, 2013, merekam satu coelacanth di Teluk Manado.
Agustus 2014, Aquamarine Fukishima membangun fasilitas penelitian coelacanth di Sulawesi.
Juni 2015, menemukan 2 coelacanth di Lolak, Sulawesi Utara.*
^Froese, Rainer; Pauly, Daniel (eds.). "Latimeria menadoensis". FishBase. Diakses tanggal 2024-09-14.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^ abPramono (14 September 2009). "Coelacanth, Ikan". Pusat Penelitian BIOLOGI - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-09-23. Diakses tanggal 4 January 2013.Parameter |source= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^F. D. Hukom; Masamitsu Iwata; Augy Syahailatua; Teguh Peristiwady; Kawilarang W.A. Masengi; Dirhamsyah; Yoshitaka Abe. "History, Conservation and Research Program of Indonesian Coelacanth". 10th International Aquarium Congress Fukushima 2018. pp. 122–126.