Hitoshi Shimizu adalah seorang politisi dan ahli propaganda Kekaisaran Jepang pada Perang Dunia II yang bertugas di lembaga propaganda Kekaisaran Jepang, Gunseinkanbu (dicabang Hindia Belanda, bernama Sendenbu), Hitoshi Shimizu juga adalah salah satu tokoh Jepang yang membantu dalam usaha Kemerdekaan Indonesia.[1][2][3]
Karier
Hitoshi Shimizu memulai kariernya sebagai ahli propaganda pada 1930-an di Jepang. Setelah Kekaisaran Jepang menaklukkan Hindia Belanda pada pertengahan Perang Dunia II tahun 1942, Hitoshi Shimizu diangkat sebagai atase sipil yang bertugas sebagai militer Angkatan Darat Kekaisaran Jepang, Hitoshi Shimizu bertanggungjawab atas misi propaganda yang dilakukan Kekaisaran Jepang, terutama yang dilakukan oleh Tentara ke-16 selama pendudukan di Hindia Belanda (sekarang Indonesia). Hitoshi Shimizu juga orang yang bertanggungjawab atas berdirinya organisasi Gerakan 3A (Nippon Cahaya Asia, Nippon Pemimpin Asia, Nippon Pelindung Asia). HItoshi Shimizu juga mengepalai cabang badan propaganda Kekaisaran Jepang di Indonesia, Sendenbu.[1][2]
Indonesia Merdeka
HItoshi Shimizu dikenal sebagai orang Jepang yang dekat dengan orang Indonesia, terutama dari kaum pergerakan, dari golongan muda hingga tua, tokoh nasional yang dekat dengan HItoshi Shimizu, salah satunya Soekarno dan Mohammad Hatta. Hitoshi Shimizu juga orang yang mendukung dibentuknya Asrama Angkatan Baroe Indonesia atau Asrama Menteng 31 di Jakarta Pusat, Hitoshi Shimizu - bersama dengan tokoh pemuda, Chaerul Basri - juga mencarikan dan memberikan rumah yang dijadikan tempat proklamasi kemerdekaan, rumah di Pegangsaan Timur No. 56 milik seorang belanda bernama Baron van Asbeck - hal ini menajadi polemik, karena da yang menganggap bahwa rumah di Pengangsaan Timur No. 56 diberikan oleh seorang saudagar Arab bernama Faradj bin Said bin Awadh Martak. Hitoshi Shimizu juga memberikan mobil Buick kepada Soekarno - yang kemudian oleh Soekarno dijadikan Mobil Kepresidenan. Shimizu - juga bersama-sama Chaerul Basri - juga mencarikan kain Merah Putih untuk dijahitkan menjadi bendera oleh istri ketiga Soekarno, Fatmawati.[2][4]
Saaat Blok Poros (Jerman Nazi, Republik Sosial Italia, dan Kekaisaran Jepang) kalah dalam Perang Dunia II, termasuk Kekaisaran Jepang yang menyerah pada 14 Agustus 1945, setelah Hiroshima dan Nagasaki di bom atom oleh Amerika Serikat pada 6 dan 9 Agustus 1945, Hitoshi Shimizu membentuk sebuah organisasi yang bernama "Kipas Hitam", organisasi ini ditjukan untuk melakukan teror dengan menggunakan kebencian kalangan pribumi Indonesia terhadap orang kulit putih, terutama Amerika Serikat, Inggris, dan Belanda. Pada akhir 1945, Shimizu ditangkap oleh Tentara Sekutu. Meskipun telah ditangkap, Shimizu tetap menjaga kontaknya dengan Indonesia. Shimizu setelah bebas kemudian, ia membentuk sebuah organisasi yang bernama Asosiasi Kebudayaan Jepang-Indonesia dan setelah tahun 1964, berusaha mengubungkan perkumpulan kebudayaannya dengan organisasi pimpinan istri ke sembilan Seokarno, Ratna Sari Dewi yang juga orang Jepang, yaitu Lembaga Persahabatan Indonesia Jepang.[4]
Referensi
- ^ a b Nino Oktorino, Ensiklopedi Pendudukan Jepang di Indonesia, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2013) hal. 105
- ^ a b c "Kisah Shimizu Dan Chaerul Basri". Kabari News. 2010-08-15. Diakses tanggal 2017-11-16.
- ^ Napoleon. "Organisasi Masa Bentukan Jepang di Indonesia". Harian Sejarah (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-16.
- ^ a b Nino Oktorino, Ensiklopedi Pendudukan Jepang di Indonesia, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2013) hal. 106