Hiromu Nonaka (野中 廣務code: ja is deprecated , Nonaka Hiromu) (20 Oktober 1925 – 26 Januari 2018) adalah seorang politikus Jepang yang berasal dari Partai Demokratik Liberal. Ia menjabat sebagai politikus lokal dari tahun 1951 sampai 1978 dan menjadi anggota Dewan Perwakilan Jepang dari tahun 1983 sampai 2003, ia menjadi salah satu anggota yang paling menonjol pada tahun 1990-an. Ia pernah menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri dan Kepala Komisi Keselamatan Publik Nasional dari tahun 1994 sampai 1995, sebagai Ketua Sekretaris Kabinet dari tahun 1998 sampai 1999, dan sebagai Kepala Badan Pembangunan Okinawa pada tahun 1999.
Nonaka mengalami diskriminasi di masa mudanya sebagai anggota kelompok burakumin. Ia kemudian mengatakan bahwa diskriminasi ini merupakan faktor dalam keputusannya untuk meninggalkan Kereta Api Nasional Jepang dan memasuki dunia politik.[1] Ia memasuki dunia politik lokal di Sonobe, di mana ia menjabat sebagai anggota majelis lokal dari tahun 1951 sampai 1958, dan sebagai wali kota dari tahun 1958 sampai 1966. Ia kemudian memenangkan kursi di majelis Prefektur Kyoto dan menjabat dari tahun 1967 sampai 1978.[butuh rujukan]
Ia secara singkat menjabat sebagai Wakil Gubernur Kyoto pada tahun 1978, tetapi mengundurkan diri untuk mendirikan dan melayani sebagai ketua fasilitas perawatan pertama Jepang untuk orang-orang cacat fisik yang mendalam.[butuh rujukan]
Karier politik
Nonaka menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari distrik Kyoto 2 lewat pemilihan pada tahun 1983, di mana dua kursi tersedia setelah kematian anggota parlemen petahana Shigesaburo Maeo dan Sen'ichi Tanigaki. Putra Tanigaki, Sadakazu Tanigaki meraih suara terbanyak dalam pemilihan, diikuti oleh Nonaka.[butuh rujukan]
Pada tahun 1980-an, Nonaka adalah bagian dari faksi di Dewan Perwakilan yang dipimpin oleh Noboru Takeshita. Ia menjadi terkenal setelah skandal Recruit, yang menyebabkan runtuhnya faksi Takeshita, dan pada pemilihan umum 1993, partainya yakni Partai Demokratik Liberal (PDL) menjadi oposisi untuk pertama kalinya dalam beberapa dasawarsa terakhir. Karena hanya beberapa anggota parlemen dari PDL yang memiliki pengalaman menjadi bagian dari oposisi, Nonaka menunjukan pengalamannya sebagai bagian dari oposisi di majelis lokal dan prefektur di Kyoto untuk menjadi salah satu anggota parlemen yang paling kritis terhadap pemerintah Hosokawa.[butuh rujukan]
Setelah runtuhnya koalisi pimpinan Hosokawa pada tahun 1994, Nonaka memasuki kabinet untuk pertama kalinya sebagai bagian dari pemerintahan Murayama. Ia menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri dari tahun 1994 sampai 1995. Pasca serangan kereta bawah tanah Tokyo pada tahun 1995, ia menarik perhatian atas permintaan maaf pribadinya kepada salah seorang tersangka yang telah dituduh olehnya meracuni istri dan tetangganya dengan sarin.[1]
Atas permintaan Perdana Menteri Ryutaro Hashimoto, ia melakukan perjalanan ke Tiongkok pada tahun 1998 untuk mengungkapkan penyesalan pemerintah Jepang kepada korban pembantaian Nanjing.[2] Belakangan pada tahun yang sama, sebagai tanggapan atas permintaan untuk meminta maaf lebih lanjut oleh Perdana Menteri Tiongkok Jiang Zemin, Nonaka menggambarkan masalah tersebut "telah terselesaikan".[3]
Ia diangkat menjadi Ketua Sekretaris Kabinet di bawah Perdana Menteri Obuchi pada tahun 1998. Ia memegang sejumlah kekuatan yang tidak biasa dalam peran ini, dan dipandang oleh banyak orang dalam sebagai pemimpin bayangan pemerintah, menyusun rencana bailout bank besar dan membawa faksi yang dipimpin oleh Ichirō Ozawa menjadi koalisi pemerintahan.[1] Sebuah artikel TIME pada bulan Desember 1998 menyebut Nonaka sebagai "orang Jepang yang paling berkuasa."[4]
Sebagai Sekretaris Jenderal Partai Demokratik Liberal, ia memainkan peran kunci dalam mengalahkan mosi tidak percaya terhadap Perdana Menteri Yoshiro Mori pada tahun 2000.[5][6]
Pada tahun 2001 ia dipandang sebagai calon kuat untuk menjadi Presiden Partai Demokratik Liberal, dan dengan demikian menjadi calon Perdana Menteri Jepang. Namun ia enggan mengambil posisi tersebut karena akan menempatkan latar belakangnya dalam sorotan.[7] Selama pencalonannya, Perdana Menteri di masa depan Tarō Asō diduga membuat komentar yang meremehkan warisan Nonaka. Nonaka kemudian berkomentar bahwa ia "tidak akan pernah memaafkan" Asō atas ucapannya tersebut.[8] Asō membantah telah membuat ucapan tersebut saat ditanya pada tahun 2005.[7] Nonaka akhirnya mendukung Ryutaro Hashimoto dalam pemilihan Presiden Partai Demokratik Liberal,[9] namun Hashimoto kalah dari Junichiro Koizumi.
Langkah politik Koizumi menyebabkan penurunan kekuatan faksi PDL, termasuk Nonaka. Nonaka dengan giat menentang terpilihnya kembali Koizumi sebagai Presiden PDL pada bulan September 2003, dan menyatakan bahwa "pemilihan ini akan memutuskan apakah Jepang akan dapat bertahan atau mengalami penurunan sebagai sebuah negara."[10] Setelah Koizumi terpilih kembali, Nonaka mengumumkan pengunduran dirinya dari politik pada bulan Oktober 2003. Ia tidak mencalonkan diri dalam pemilihan umum tahun 2003, tetapi tetap berkampanye untuk calon PDL di distriknya.[11]
Pasca pensiun
Setelah tidak lagi duduk di Parlemen Jepang pada tahun 2003, Nonaka menjabat sebagai Ketua Federasi Nasional Kelompok Industri Peningkatan Lahan, yang merupakan salah satu pendukung kuat PDL. Setelah pembentukan pemerintahan Partai Demokratik Jepang pada tahun 2009, Nonaka mengundurkan diri dari PDL pada tahun 2011 untuk alasan lain yakni menjaga netralitasnya. Ia bergabung kembali dengan PDL pada tahun 2016.[12]
Pada 5 Juni 2013, Nonaka memimpin sebuah delegasi termasuk di dalamnya adalah mantan Perdana Menteri Yukio Hatoyama untuk mengunjungi Beijing dan berunding dengan Liu Yunshan, anggota Komite Tetap Politbiro Partai Komunis Tiongkok. Nonaka mengatakan kepada wartawan bahwa sebagai seorang politikus muda pada tahun 1970-an, ia telah mendengar Kakuei Tanaka menyatakan bahwa sebuah kesepakatan telah dicapai untuk mengesampingkan perselisihan antara Jepang dan Tiongkok mengenai Kepulauan Senkaku untuk menormalisasi hubungan antar kedua negara.[13] Ketua Sekretaris Kabinet Yoshihide Suga membantah klaim tersebut sebagai hal yang "tidak berdasar" dan menuduh bahwa Nonaka telah dipengaruhi oleh "keramahan Tiongkok."[14]
Nonaka secara terbuka mengkritik rencana PDL untuk merevisi Pasal 9 Konstitusi Jepang pada tahun 2017, yang menyatakan bahwa "Jepang seharusnya tidak melalui sejarah perang lagi."[15]
Nonaka meninggal dunia pada tanggal 26 Januari 2018, pada usia 92.[16]
^"尖閣「生き証人」のうさん臭い告白" [Senkaku: a dubious confession by "a living witness"]. The Sankei Shimbun. 2013-06-06. Archived from the original on 2013-06-07.Pemeliharaan CS1: BOT: status url asli tidak diketahui (link)